Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)
Pemerintah akan menetapkan kebijakan baru yang dirasa cukup tidak masuk akal. Melalui siber (tentang dunia maya menurut KBBI) Polri, polisi akan berpatroli memantau grup-grup whatsapp. Keputusan ini mendapat dukungan dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Seperti yang dilansir WEOnline.com (18/06/2019) Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mendukung tindakan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri yang berpatroli di dunia maya, tepatnya grup WhatsApp. Asalkan, ada laporan berisi tindak kriminal dari anggota grup tersebut.
Hal ini dilakukan lantaran Polri melihat tren pergeseran tindak criminal seperti penyebaran hoax ke aplikasi perpesanan tersebut. Sejumlah pihak sangat menyayangkan keputusan pemerintah tersebut. Salah satunya datang dari wakil ketua DPR Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Fahri Hamzah, menurutnya, tindakan tersebut disamakan dengan tindakan penjajahan. “Kita semua sekarang sebagai bangsa tidak memahami arti dari privasi dan kerahasiaan pribadi karena kita ini adalah bangsa yang tidak punya kultur privasi, kita kulturnya komunal sehingga, ketika negara mau mengambil semua data-data pribadi kita, kita relatif tidak berani membuat bantahan, tidak berani membuat kritik, itulah yang secara terus-menerus menyebabkan para pejabat negara merasa tidak punya perasaan bersalah sama sekali ketika mengintip percakapan warga negara,” kata Fahri saat dihubungi di Jakarta, Selasa (18/6/2019). (sindonews.com)
Dalam hal ini, pemerintah telah melanggar Hak Asasi Manusia, lantaran Whatsapp adalah bersifat tertutup dan pribadi, artinya pemerintah tak mampu menjaga privasi rakyat yang dilindungi undang-undang. Dengan begitu pemerintah sendiri telah melanggar konstitusi, yakni UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) telah melindungi hak setiap warga negara yang juga individu.
Tabiatnya demokrasi. Mereka membuat Undang-undang sendiri, namun mereka juga melanggarnya. Jika sudah seperti ini, siapa yang disalahkan? Dengan mudah pemerintah membodohi rakyatnya. Lantas apa yang diharapkan dari sistem yang rusak ini. Rakyat harus sadar jika demokrasi sistem yang bisa melegalkan apa saja walaupun harus melanggar undang-undang yang sudah menjadi kesepakatan negara. Sangat ironis
Selain itu, upaya pemerintah tersebut mengindikasikan kepanikan rezim yang semakin tidak terkendali.
Massifnya pemerintah membatasi media social, sampai whatsapp pun di patroli. Dengan alasan cegah hoax, Rezim berupaya membodohi masyarakat agar menutupi borok yang telah dilakukan selama ini. Kepanikan ini bukan tak mendasar, melainkan ada ketakutan kehilangan kekuasaan.
Sehingga apa saja bisa dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan di dalam demokrasi, walaupun harus melanggar demokrasi itu sendiri. Sungguh demokrasi yang membingungkan. Masihkah berharap negeri ini sejahtera dengan diterapkannya demokrasi?[]