Oleh: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si
(Koordinator LENTERA)
Reuni sekolah acapkali turut mewarnai momen hari raya Lebaran seperti saat ini. Beberapa orang biasanya sangat menantikan acara reuni ini. Karena menjadi wahana bertatap muka dengan kawan lama, temu kangen sahabat sebaya, juga melepas rindu pada teman saat belia tentunya. Selain lebaran, biasanya reuni sekolah juga bisa diwujudkan dengan buka puasa bersama saat bulan Ramadhan. Namun meski terlihat positif, bagaimana pun kita perlu berhati-hati karena bisa saja momen pertemuan ini menimbulkan dampak negatif.
Di antara dampak negatif itu adalah suburnya CLBK (cinta lama bersemi kembali). Cinlok (cinta lokasi) di tempat reuni dengan kawan lama yang sekian tahun tak bertemu, menjadi sesuatu yang sulit dihindari. Teman yang dulu masih culun, mungkin sekarang lebih kece. Yang dulu masih cupu, mungkin sekarang lebih cetar. Yang dulu nampak ‘katro’ dan ‘ndeso’, mungkin sekarang nampak berkelas.
Apalagi bagi yang pernah jadi mantan pacar, sekian tahun berlalu mungkin tanpa sadar ada rasa rindu terpendam sehingga kini si mantan terlihat lebih menarik untuk dikulik pribadinya. Padahal masing-masing sudah menikah dan memiliki pasangan yang sah. Dan sebagainya. Yang pada intinya ada perubahan yang membuat teman lawan jenis jadi lebih berminat mengenal sosok baru teman lamanya yang kini lebih berbeda.
Tak ayal, dampak dari momen reuni yang tadinya bertujuan silaturahim, malah memicu kasus perselingkuhan hingga menyuburkan perceraian di belakang hari. Ini mungkin mengerikan. Tapi realitanya, tak sedikit orang yang mengalaminya.
Di beberapa tempat, terjadi peristiwa yang mana para suami mendapati istrinya berselingkuh setelah mengikuti reuni sekolah di momen Lebaran. Akibatnya, puluhan istri ditalak suami. Demikian halnya, tidak menutup kemungkinan perselingkuhan juga dilakukan oleh para suami. Tak pelak, pengadilan yang tutup selama Lebaran, begitu kantor dibuka, seketika langsung banyak pendaftar yang ingin mengajukan perkara cerai (talak dan gugat). Bahkan ini seperti sebuah tren. Biasanya, pemohon menyertakan bukti foto saat pertemuan di akun media sosial seperti Facebook. Ada pula yang melampirkan riwayat percakapan di WhatsApp.
Merujuk pada judul, harus diakui bahwa acara reuni sekolah memang kerap berwujud ikhtilat. Yakni terjadi campur baur di dalam satu ruangan antara peserta laki-laki dan perempuan. Padahal saat awal merencanakan reuni, tentunya niatnya baik. Yaitu ingin menjalin kembali silaturahim dengan teman-teman lama. Namun suasana kehidupan keseharian yang kental sekularisme, mengakibatkan ikhtilat sah mewarnai jalannya acara. Ini jelas membuat reuni menjadi acara yang tidak Islami.
Wajar jika akhirnya peserta laki-laki mudah dengan intens memandangi kawan-kawan perempuannya yang kini lebih kece. Demikian pula sebaliknya. Bahkan tak jarang, mereka membandingkan teman lamanya ini dengan pasangan hidupnya (suaminya atau istrinya). Pun jika penampilan kawan lama tersebut mungkin lebih sukses, lebih menarik, lebih bijaksana, atau mendewasa. Termasuk ketika syair lagu-lagu dalam acara turut mensuasanakan dan mendukung pada eksploitasi romansa, tentu ini menjadi faktor yang sangat potensial menimbulkan bunga-bunga asmara antar teman lama yang berlawanan jenis ini.
Ikhtilat adalah bentuk pertemuan antara laki-laki dan perempuan di satu tempat disertai interaksi tanpa ada keperluan yang diperbolehkan oleh hukum syariat Islam. Contohnya, mengobrol, bersenda gurau, cipika cipiki, dsb, yang bahkan dapat memicu perzinaan. Ikhtilat semacam ini hukumnya haram menurut Islam. Karena Islam menetapkan bahwa kehidupan antara laki-laki dan perempuan harus terpisah. Jikalau ada interaksi, maka seperlunya dan secukupnya menurut aturan syariat.
Namun hal ini berbeda kondisinya jika mereka bertemu di satu tempat sedangkan interaksinya bersifat seperlunya sesuai syariat. Karena Islam mensyariatkan laki-laki dan perempuan boleh bekerja sama hanya dalam kebaikan dan ketakwaan. Misalnya, interaksi penjual dan pembeli di pasar, penumpang yang berada di dalam kendaraan transportasi umum (bus, kereta, pesawat, kapal, angkutan kota), pasien dan dokter di rumah sakit, murid dan guru di gedung sekolah yang sama, dsb.
Beberapa teknis yang dapat disiasati agar jalannya acara reuni sesuai syariat Islam, misalnya peserta perempuan harus menutup aurat dan bagi yang non-muslim berpakaian sopan-tertutup, tempat untuk peserta laki-laki terpisah dengan peserta perempuan (beda ruangan/gedung atau diberi hijab pembatas), peserta perempuan tidak berinteraksi dengan peserta laki-laki di sepanjang acara (kecuali yang berkepentingan mengkoordinasikan jalannya teknis acara), syair lagu-lagu yang ditampilkan tidak mengeksploitasi asmara, acara tidak menampilkan penyanyi perempuan, acara juga tidak menampilkan tayangan-tayangan bertema sensual ataupun kolase foto lawas di mana ada peserta yang dahulu belum menutup aurat, menjadi pemahaman bersama bahwa interaksi pasca reuni untuk teman lawan jenis adalah interaksi seperlunya sesuai syariat, dsb.
Demikianlah, jelas bahwa reuni yang diwarnai ikhtilat hendaknya tidak kita selenggarakan. Reuni sekolah boleh-boleh saja, bahkan menjadi acara yang sangat baik, jika dilaksanakan dengan konsep yang sesuai aturan Islam.[]