PEMBEBASAN LAHAN YANG TERDAMPAK PEMBANGUNAN TOL KEDIRI-TULUNGAGUNG



Nurul Fadhilah 


Tiga tahun terakhir ini masyarakat yang terdampak pembangunan TOL KEDIRI-TULUNGAGUNG dibuat tidak tenang.karena yang dulu dirapatkan tidak kunjung ada kabar lagi.tentang kapan mulai di datangi TIM A,B bahkan tentang berapa besarnya uang ganti rugi juga tidak ada kejelasan dari pemerintah bahkan akhir akhir ini ada berita dari wilayah yang sudah mulai digarap pembangunan TOL nya ganti rugi tidak sesuai dengan yang disepakati awal.


Mengutip dari radar kediri 21 februari 2025 bahwa, untuk diketahui di Kabupaten Kediri total ada 1.548 bidang tanah terdampak tol di Kecamatan Semen dan Mojo.


Rinciannya, 1.082 bidang di Kecamatan Mojo yang tersebar di 15 desa. Sedangkan 466 bidang tanah di Kecamatan Semen tersebar di lima desa.


Untuk tanah terdampak di Kecamatan Semen, hingga pertengahan Februari ini semuanya dalam tahap pemberkasan hingga proses pembayaran. Sedikitnya ada 134 bidang tanah di Desa Semen dan Desa Bobang yang sudah dibebaskan.


Selanjutnya, untuk ribuan bidang tanah terdampak di Kecamatan Mojo, semuanya belum ada yang dibebaskan. Meski demikian, menurut Prasetyo untuk wilayah Mojo sudah dilakukan pemberkasan.


Yulianto berharap, lahan yang telah diperiksa oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) di Kediri dapat segera memperoleh ganti rugi. "Nilai harga tanah sudah keluar, dan masyarakat sangat berharap pencairan ganti rugi bisa segera dilakukan," tuturnya.


Sementara itu, di Desa Tiron, Banyakan, Kabupaten Kediri, proyek ini masih menghadapi kendala pembebasan tanah. Masih terdapat tiga bidang tanah yang belum terselesaikan proses eksekusinya karena pemilik tanah dan penilai dari KJPP belum mencapai kesepakatan harga.


"Sebelumnya, sembilan bidang tanah di Desa Tiron sudah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, meski ada protes dari pemilik tanah," ungkapnya.


Dengan situasi yang kompleks ini, proyeksi penyelesaian proyek tol menjadi tantangan bagi pemrakarsa dan pemangku kebijakan. Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya diharap mampu menyelesaikan permasalahan pembebasan lahan dengan solusi terbaik, guna memperlancar aksesibilitas yang akan memberikan dampak positif terhadap mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.


Para pemangku kepentingan dihimbau untuk terus memberikan informasi terbaru dan mendata kendala yang ada demi terwujudnya penyelesaian proyek Tol Kediri-Tulungagung. Dengan fokus pada akses menuju bandara, proyek ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peningkatan infrastruktur transportasi di daerah Kediri dan sekitarnya.


Siapa yang Diuntungkan? 


Dari fakta di atas jelas bahwa siapa disini yang di untungkan dari pembangunan infrastruktur tersebut. Rakyat bukannya bahagia dengan fasilitas tersebut tapi malah cemas karena banyak rumah yang terdampak pembangunan dan harus digusur. Lagi dan lagi rakyat tidak mendapatkan haknya sebagai pemilik lahan karena harus mengikuti peraturan pembangunan tersebut.


Dalam pandangan Islam, rakyat harusnya di ayomi atau difasilitasi oleh negara bukan malah direbut haknya. Termasuk ketika lahan milik individu rakyat harus terkena proyek. Maka yang harus dilakukan adalah; pertama meninjau dulu seberapa penting dan gentingkah proyek tersebut. Kedua, benarkah rakyat atau masyarakat membutuhkan proyek tersebut. 


Sehingga akan banyak pertimbangan dalam melaksanakan sebuah proyek. Bukan hanya mengejar keuntungan ataupun kepentingan segelintir orang saja, sebagaimana proyek saat ini. Dan proyek yang akan digarap oleh negara benar-benar proyek yang dibutuhkan oleh rakyat. 


Lahan Kepemilikan Individu 


Dalam sistem ekonomi Islam, lahan memiliki tiga status kepemilikan. Pertama, kepemilikan individu, seperti lahan hunian, pertanian, ladang kebun. Kedua, kepemilikan umum, seperti hutan, laut dan pertambangan. Ketiga, kepemilikan negara, seperti lahan yang tidak memiliki pemilik dan bangunan milik negara.


Dengan pembagian tersebut, negara maupun swasta haram mengambil kepemilikan individu dan umum. Hanya saja pengelolaan lahan kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara, tetapi diperuntukkan hanya untuk kepentingan seluruh rakyat. Aturan ini mampu mencegah negara atau swasta dengan zalim mengambil paksa tanah seseorang.


Rasulullah saw., “Barang siapa yang mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan ke lehernya (pada hari kiamat nanti) seberat tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari dan Muslim).


Keagungan syariat Islam menunjukkan bahwa jangankan untuk kepentingan asing atau industri milik asing, untuk pembangunan masjid sekalipun tidak boleh terjadi perampasan tanah rakyat. Khalifah Umar bin Khaththab ra. mengingatkan Amr bin Ash selaku Gubernur Mesir saat itu—yang hendak melakukan proyek perluasan masjid—untuk tidak memaksa seorang Yahudi menjual tanahnya. Bahkan, non muslim minoritas itu pun kagum dengan keadilan hukum Islam dan akhirnya memeluk Islam.


Jika hari ini negara fokus membangun PSN termasuk eco-city, green city, jalan tol, jalan layang atau sebagainya, pada masa peradaban Islam pun sudah ada kota-kota megah yang ramah lingkungan dan segala fasilitasnya dapat dinikmati seluruh rakyat muslim dan nonmuslim.


Kota-kota pada masa kekhalifahan Islam sangat maju dan indah, sedangkan Eropa saat itu jauh tertinggal. John William Draper mengungkapkan bahwa pada abad ke-10 Masehi, jalan-jalan di Kota Cordoba begitu halus dan bertabur cahaya pada malam hari.


Rumah penduduk muslim zaman itu terasa hangat di musim dingin karena sudah dilengkapi dengan tungku perapian. Saat musim panas, suasana rumah terasa sejuk dengan aroma wewangian kebun bunga yang dihubungkan melalui pipa bawah tanah. Sungguh, fakta ini bukan sekadar romantisme sejarah, melainkan akan dapat diwujudkan jika kita kembali pada pengaturan syariat Islam secara kafah. Wallahualam.



*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama