Ramadhan, Moment Tepat Untuk Tobat

 



Oleh: Isah Azizah


Berjuta harapan terpanjat di Bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan memang waktu yang sangat bermakna bagi seorang muslim. Banyak 'previlllage' yang kita akan dapatkan hanya di Bulan Ramadhan. Salah satu diantaranya adalah berlipatnya pahala bagi ibadah yang kita kerjakan.


Hadits yang menyebutkan pahala berlipat ganda di bulan Ramadhan adalah hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. 

Hadits tersebut berbunyi: 

"Barang siapa pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, maka nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan yang lainnya".


Dengan begitu, tentu bulan Ramadhan memiliki daya tarik tersendiri bagi umat Islam agar memperbanyak ibadah apapun yang sekiranya bisa memanen pahala sebanyak mungkin.


Begitupun dengan perbuatan buruk, berupaya dihindari sekuat tenaga. Yang hobi pacaran, berhenti. Yang biasa aurat terbuka, kemudian menutup aurat. Yang biasanya berbohong, kemudian menjadi jujur. Yang pelit, menjadi dermawan. Dan lain-lain-lain.


Hanya saja, sangat disayangkan ketika Ramadhan berlalu, ibadah terhenti sementara perbuatan buruk kembali terulang. Hari Raya Idulfitri yang diidentifikasikan kembali suci, malah 'dikotori kembali' dengan perbuatan buruk yang kembali terulang.


Maka, patutlah kita faham maksud Allah Subhanahu wata'ala memberikan syariat berupa puasa.  Ketakwaan adalah tujuan yang ingin diraih.


Ketakwaan ini ketika sudah dibuat momentum di bulan Ramadhan, maka kita harus mengupayakannya agar tidak berlangsung hanya di Bulan Ramadhan saja dan berlanjut ke bulan setelahnya. Upaya yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut:


Pertama, niat yang kuat. Niat yang kuat akan memberikan energi yang kuat juga untuk terus merealisasikannya. Kesadaran bahwa manusia harus bertakwa agar dapat masuk syurga, ketakutan atas dosa yang dilakukan, dan kesadaran bahwa manusia makhluk lemah yang tak bisa apa-apa kecuali dengan kehendak Allah, akan semakin menguatkan niat istiqomah dalam tobat.


Kedua, kekuatan ilmu. Manusia menjalani hidup berdasarkan pemahaman yang didapatkan sejak kecil. Pemahaman yang benar akan mengantarkan manusia berbuat benar. Sebaliknya, pemahaman yang salah akan mengantarkan kita pada perbuatan yang salah pula. Oleh karena itu, ilmu yang cukup akan menjamin seseorang memilih perbuatan yang baik dan benar. Maka mutlak keberadaan kita di kajian-kajian ilmu Islam wajib dihadiri.


"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim) 



Ketiga, Circle yang baik. Menjadi baik seorang diri terasa berat. Manusia membutuhkan lingkungan yang baik berupa keluarga, teman dan tetangga yang baik. Dengan berada pada lingkungan orang baik maka kita akan ikutan baik.


Sungguh bersahabat dengan orang-orang yang saleh adalah nikmat yang sangat besar. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita memahami hadits tentang sahabat berikut ini. Umar bin Khattab berkata,


ما أعطي العبد بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح فإذا وجد أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به


“Tidaklah seseorang diberikan kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara (semuslim) yang saleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang saleh maka pegang lah erat-erat.” [Quutul Qulub 2/17]


Keempat, ini yang juga jangan luput dari perhatian kita adalah kekuatan doa. Manusia adalah makhluk yang jiwanya ada berada pada genggam Allah Subhanahu wata'ala. Maka wajib bagi kita agar senantiasa meminta pada-Nya agar selalu berada pada kekuatan iman dan irodah yang kuat pada ketaatan. Perbanyak taqorrub ilallah akan melembutkan hati sehingga mudah menerima nasehat takwa.


Moment Ramadhan untuk tobat, jangan sampai kita kembali maksiat. Mari selalu panjatkan doa kepadanya. Salah satunya seperti yang terdapat pada QS. Ali Imran ayat 8,


رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ


“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepeda kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi.”


Adapun pada tataran praktis, ada 3 institusi yang berperan penting pada ketakwaan ini.


Pertama, institusi keluarga. Keluarga adalah institusi terkecil benteng ketakwaan individu. Peran ayah dan ibu yang bertakwa sangat penting mengantarkan anak-anak menjadi generasi beriman dan bertakwa.


Kedua, masyarakat. Keluarga besar, tetangga, teman bermain, teman sekolah memiliki peran penting dalam mengkondisikan ketakwaan yang telah dibangun dalam keluarga. Masyarakat berfungsi sebagai amar maruf nahyi mungkar sehingga individu terjaga dalam ketaatan.


Ketiga, negara. Negara adalah institusi terbesar dan terkuat. Artinya, negara memiliki power yang mengikat karena memiliki aturan untuk dijalankan oleh warganya. Juga memiliki kewenangan dalam memberikan 'sanksi' bagi siapapun yang tidak mampu menjaga diri dalam ketaatan. Selain itu, negara memiliki kewajiban membuat suasana keimanan dan ketakwaan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memudahkan.


Ketika ada kewajiban membuang sampah pada tempatnya, maka negara wajib menyediakan tempat sampah. Ketika ada kewajiban memberikan nafkah untuk para suami, maka negara memberikan lahan pekerjaan yang mudah pada rakyatnya. Ketika ada kewajiban berpuasa Ramadhan, maka negara mengatur bagaimana seharusnya rumah makan yang boleh buka dan teknis 'pemeriksaan' bagi para pendatang apakah betul mereka ini seorang yang safar atau hanya modus.


Demikianlah, negara wajib mempermudah jalan ketakwaan bagi rakyatnya dan wajib menutup segala celah jalan keburukan bagi rakyatnya.


Walhasil, Ramadhan mulia akan menjadi moment indah untuk memulai bertobat dan menjauhi maksiat hingga di bulan berikutnya sehingga tujuan berpuasa berhasil menjadikan umat menjadi bertaqwa sebagaimana yang telah Allah Subhanahu wata'ala sampaikan pada Surat Al-Baqarah ayat 183 :


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى 

الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ 


"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."


Wallahualam bishawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama