Oleh Ummi Alif (Muslimah Pemerhati Umat)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan kelab malam, diskotek, mandi uap, serta rumah pijat, tutup mulai sehari sebelum Ramadan 2025 hingga sehari setelah bulan puasa. Ketentuan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1446 Hijriah/2025.
Selain sejumlah tempat tersebut, ada tempat lain yang wajib tutup dalam periode yang sama, seperti arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa. Kegiatan usaha pariwisata yang menjadi penunjang di kelab malam dan lainnya juga wajib ditutup. Meski demikian, tempat usaha di hotel bintang empat dan lima masih diizinkan beroperasi. Lalu, kelab malam dan diskotek yang berada di hotel, tempat komersial, serta tidak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit, juga diizinkan beroperasi.
Penyelenggara usaha pariwisata yang diizinkan beroperasi dilarang memasang reklame, poster, publikasi serta pertunjukan film dan pertunjukan lainnya yang bersifat pornografi, pornoaksi, dan erotisme. Dilarang juga menimbulkan gangguan terhadap lingkungan, tidak boleh menyediakan hadiah dalam bentuk dan jenis apapun, dilarang memberikan kesempatan untuk melakukan taruhan/perjudian, peredaran dan pemakaian narkoba.
Kemudian, harus menghormati dan menjaga suasana yang kondusif pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, setiap karyawan dan pengunjung dihimbau agar berpakaian sopan. Untuk usaha pariwisata bidang usaha jasa makanan dan minuman yang tidak diatur dalam pengumuman tersebut, dihimbau untuk memakai tirai agar tidak terlihat secara utuh. Pelanggaran terhadap ketentuan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Metrotvnews.com,28/2/2025).
Sejak doa dilantunkan “Allahumma baariklana fii rajaba wa sya baana wa balighna Ramadhan” tiada kata yang layak diucapkan oleh seorang Muslim yang berbahagia, kecuali ucapan syukur, Alhamdulillah, khususnya saat Allah Swt. mempertemukan kembali dirinya dengan bulan istimewa, yakni bulan Ramadan bulan yang sangat istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Sebagai “tamu agung” yang kedatangannya hanya setahun sekali, Ramadan pantas untuk selalu dirindukan oleh setiap Muslim dan selalu ditunggu-tunggu setiap tahun. Keberkahan Ramadan menawarkan limpahan kebaikan, pahala dan ampunan.
Berbeda halnya dengan para pelaku bisnis hiburan malam yang merasakan kerugian akibat pemberhentian sejenak usahanya untuk menghormati bulan Ramadan. Menjadi tantangan besar bagi mereka untuk rehat sejenak dari bisnis hiburan malam karena menyangkut hajat hidup orang banyak yang tidak mendapatkan penghasilan selama penutupan sementara di bulan suci Ramadan. Keadaan ini mengakibatkan kebijakan setengah hati bagi pemerintah, dilema antara menjaga kesucian bulan Ramadan dengan kerugian materi yang diakibatkan oleh penghentian aktivitas usaha yang bertentangan dengan perintah agama.
Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama Ramadan, menunjukkan kebijakan penguasa hari ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Apalagi ada daerah yang tak lagi melarang operasinya selama Ramadan. Nampaklah potret pengaturan berdasarkan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.
Paradigma yang digunakan yaitu asas kemanfaatan meski melanggar ketentuan syariat. Bahkan kehadiran bulan suci Ramadan pun tak mampu mencegah praktik kemaksiatan. Ini bukti nyata adanya sekularisasi. Syariat Islam hanya sekadar dihormati di bulan Ramadan, sementara di luar Ramadan tidak ada perhatian dan penghormatan terhadapnya adalah ciri khas dari negara sekular yang sama sekali tidak memandang penting syariat Islam dalam pengaturan bangsa dan negara.
Dalam sistem sekuler kapitalis segala sesuatu yang mengandung manfaat akan mereka ambil walau bertentangan dengan aturan agama. Hiburan malam yang nyata-nyata menjadi sumber masalah kerusakan moral dan kriminal, menjadikan tempat exploitasi dan merendahkan harkat wanita, menjadi arena yang sangat strategis untuk menjalankan transaksi barang haram yang berujung terhadap kerusakan generasi, serta berbagai kemaksiatan yang seharusnya dilarang oleh Negara, akan menjadi sumber devisa dan sumber mata pencaharian yang menggiurkan. Bagi para pelaku dan pemilik hiburan malam kegiatan ini merupakan bagian penting dari penghasilan, gaya hidup serta kepuasan diri mereka.
Negara yang seharusnya bertanggung jawab menciptakan kehidupan masyarakat yang beriman dan bertakwa sepanjang waktu tidak hanya di bulan Ramadan saja. Kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah. Hal ini karena dalam Islam kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syara' dan ada sanksinya. Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata akan berlandaskan akidah Islam, dan bukan dengan asas kemanfaatan.
Semua bentuk yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Dan akan diterapkan sanksi tegas yang menjerakan. Dalam sistem Islam pelarangan operasional kelab malam dan berbagai tempat hiburan dan pariwisata tidak hanya di bulan Ramadan saja karena sesungguhnya di sepanjang waktu umat Islam sama sekali tidak boleh melakukan maksiat. Islam menjaga umat manusia dari perilaku yang menyimpang dari apa yang Allah syariatkan.
Sebagaimana diketahui, tujuan utama dari ibadah puasa Ramadan adalah membentuk pribadi yang bertakwa. Takwa yang dipahami bukan hanya sekedar ibadah mahdhah antara hamba dengan Sang Pencipta. Takwa yang totalitas meliputi seluruh aktivitas kehidupan baik dalam beribadah, sosial, ekonomi, pendidikan, sistem hukum hingga politik yang berpedoman pada syariah Islam.
Sekulerisme telah memisahkan agama dari kehidupan, dampaknya pemisahan agama dengan Negara. Takwa hanya menjadi tanggungjawab individu atau paling tinggi keluarga. Negara yang seharusnya menjadi junnah/perisai masyarakat dalam menghadapi kemaksiatan malah menjadi fasilitator yang menyiapkan kebijakan serta ijin dalam berbagai aktivitas keharaman.
Sistem Islam memiliki beberapa langkah yang dilakukan oleh Negara dalam menjaga ketakwaan rakyatnya. Antara lain melaksanakan pendidikan yang berdasarkan akidah Islam. Yang memiliki tujuan bukan hanya sekedar menghasilkan generasi yang terampil dalam skill tetapi menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam. Negara juga menerapkan dan mengontrol penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Saat peradilan Islam diterapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan efek pencegahan bagi yang lainnya. Demikian juga penerapan system ekonomi Islam. Negara tidak akan mengijinkan rakyatnya mencari nafkah dari fasilitas yang menjadi sarana kemaksiatan. Sistem ekonomi Islam menjamin keadilan dan pemerataan ekonomi sehingga tidak selayaknya ada orang yang mencuri, korupsi ataupun bekerja di tempat tempat keharaman.
Sistem ekonomi Islam memiliki sumber baitul mall yang disyariatkan seperti sumber daya alam, fa’i, ghanimah, zakat dan lain lain yang bukan berasal dari pajak ataupun pasilitas yang dilarang oleh agama. Juga dalam system social yang sesuai dengan syariah diantaranya kewajiban menutup aurat dan larangan berkhalwat dapat mencegah tindak asusila ataupun pelecehan seksual.
Baik buruknya kondisi rakyat sangat bergantung pada baik buruknya penguasa. Baik buruknya penguasa sangat tergantung pada ulama. Agama Islam dan Negara akan saling menopang untuk mewujudkan ketaqwaan rakyat. Ramadan adalah momen yang tepat untuk mengembalikan dan mewujudkan makna takwa yang sesungguhnya dalam realitas kehidupan. Paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah gagal mewujudkan dan menjaga ketakwaan rakyatnya. Ketakwaan rakyat hanya akan terwujud dan terjaga dalam system Islam. Wallahua’lam bhisshawab.[]