Sania Nabila Afifah
Ribut-ribut efisiensi anggaran banyak menyasar alokasi anggaran untuk rakyat, baik melalui program kegiatan maupun subsidi atau bantuan langsung. Efisiensi juga terjadi pada pendidikan tinggi dan dana riset.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun. Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.
Dikutip dari CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) tetap sebesar Rp306,69 triliun, sesuai rencana awal.
Dia memastikan bahwa secara keseluruhan nominal efisiensi tidak berubah, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
"Besaran efisiensi masih sama, tidak ada perubahan setelah rekonstruksi," ujar Sri Mulyani usai menghadiri Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR, dikutip Minggu (15/2/2025).
Pemangkasan anggaran yang sembrono akan berdampak pada terhambatnya proyek infrastruktur, menurunnya kualitas layanan publik, dan akan meningkatnya angka PHK. Harusnya pemerintah mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran. Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana. Karena dampaknya akan semakin meluas.
Efisiensi nampak tanpa dipikirkan matang, karena faktanya ada anggaran lain yang seharusnya dipangkas namun malah tidak dipangkas, misalnya anggaran kemenhan untuk alutsista.
Sedangkan efisiensi ini juga digadang-gadang untuk biayai program MBG. Efisiensi anggaran dilakukan untuk menutup kebutuhan anggaran beberapa program khususnya MBG. Sayangnya realitanya MBG banyak masalah, maka tujuan efisiensi berpotensi tidak menyelesaikan masalah.
Pemangkasan anggaran demi MBG justru menyebabkan terjadinya ketimpangan anggaran. Ini juga sekaligus menegaskan bahwa MBG adalah program populis yang seolah-olah menunjukkan keberpihakan penguasa kepada rakyat, padahal di sisi lain membuahkan kedzaliman. Inilah bukti kegagalan sistem kapitalisme sekular dalam mensolusi masalah tidak dapat menyentuh akar permasalahan. sehingga yang terjadi adalah kekacauan.
Kebijakan efisiensi karena keuangan negara menipis, disebabkan gagal menerapkan kebijakan sebelumnya yakni kenaikan PPN 12% untuk menambah pemasukan. Namun, disisi lain presiden Prabowo di saat yang sama melantik beberapa kabinet dan stafsus dengan gaji fantastis. sedangkan rakyat banyak menjadi korban akibat kebijakan pemangkasan tersebut. Bukannya berhemat malah menambah daftar anggaran baru. Pastinya juga akan membuka peluang untuk menambah hutang baru. Sebab pemasukan negara bertumpu pada hutang dan pajak. Hal ini sudah biasa terjadi dalam sistem kapitalis sekular, sebab penguasa dalam menjalankan pemerintahan berlandaskan asas manfaat dan untung rugi, atau bahkan demi menguntungkan para oligarki yang kini telah mencengkram negeri ini. Penguasa sebagai regulator dan fasilitator, jauh sekali dari peran untuk mengurus urusan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam penguasa menjadikan landasan ketakwaan kepada Alla SWT. Maka setiap kebijakan yang digulirkan senantiasa berpatokan pada al-qur'an dan As-sunah bukan hanya mengatas namakan kepentingan rakyat nanum justru merugikan, bahkan mengorbankan banyak rakyat.
Penguasa dalam islam betul-betul hati-hati dalam memutuskan atau membuat kebijakan. Ketika kebijakan tersebut mendzolimi rakyat, maka kelak akan ditanya oleh Allah. Sesungguhnya jabatan dan kekuasaan kelak akan dimintai pertangung jawaban.
Postur Anggaran Negara Pelayan Umat
Islam telah mengharuskan negara Islam (Khilafah) menyelenggarakan seluruh urusan umat dan melaksanakan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke negara, termasuk juga cara penggunaannya, sehingga memungkinkan bagi negara untuk memelihara urusan umat dan mengemban dakwah.
Dalil-dalil syarak telah menjelaskan sumber-sumber pendapatan harta negara, jenis-jenisnya, cara perolehannya, pihak-pihak yang berhak menerimanya, serta pos-pos pembelanjaannya. Aspek keuangan mempunyai kepentingan yang khusus pada harta dalam Khilafah karena keberadaannya harus terikat dengan hukum syarak. Semuanya direalisasikan dalam rangka mengakomodasi peran negara sebagai pengurus (raa’in) dan pelindung (junnah) bagi rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari). Juga dalam hadis, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu junnah (perisai), (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Bukhari dan Muslim
Jadi penguasa dalam Islam benar-benar berhati-hati dalam memberi instruksi dengan mengutamakan kemaslahatan umat.
Di dalam kitab Ajhizah fii Daulah al-Khilafah (Struktur Negara Khilafah) disebutkan bahwa salah satu wewenang khalifah adalah mengadopsi hukum-hukum syariat yang menjadi pegangan dalam menyusun APBN. Khalifah memiliki wewenang menetapkan rincian APBN, berupa besaran anggaran untuk masing-masing pos, baik yang berkaitan dengan pemasukan maupun pengeluaran. Tidak boleh dipungut satu dinar pun kecuali harus sesuai dengan hukum syariat, juga tidak boleh dibelanjakan satu dinar pun kecuali harus sesuai dengan hukum syariat.
Di dalam Khilafah, tempat atau lembaga yang bertugas menerima pemasukan negara dan membelanjakan harta kaum muslim adalah baitulmal. Penetapan rincian belanja atau pos-pos anggaran itu berdasarkan pada pendapat dan ijtihad khalifah. Dalam hal ini khalifah harus terikat dengan hukum-hukum syariat dalam men-tabanni (mengadopsi) hukum. Khalifah haram mengadopsi suatu hukum pun yang tidak diistinbat (digali) dari dalil-dalil syariat dengan istinbat yang sahih. Khalifah juga terikat dengan hukum-hukum yang diadopsinya, termasuk dengan metode istinbat yang menjadi pegangannya.
Dalam Islam, sumber anggaran banyak dan beragam, tidak tergantung pada utang dan pajak. Begitu juga alokasi anggaran akan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dengan perencanaan yang matang. Karena Islam menetapkan jabatan adalah amanah.
Waallahu a'lam bishshowab.[]