Bencana Banjir Terus Menerjang; Bagaimana Sebenarnya Hukum Alih Fungsi Lahan?



Penulis: Ummu Sunti


Buntut banjir bandang yang terjadi dikawasan Puncak Bogor pada hari Minggu tanggal 02 Maret 2025 lalu, Gubernur Jawa Barat beserta instansi terkait membongkar salah satu tempat wisata di Bogor.


Hal ini dikarenakan tempat wisata tersebut dianggap menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang. Hal ini sesuai dengan berita yang dimuat oleh Tempo.Co tanggal 06 Maret 2025 bahwa Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama anomali pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak pada Kamis, 6 Maret 2025. Tempat wisata yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat itu diduga telah beralih fungsi lahan, yang menyebabkan banjir bandang di wilayah Jabodetabek pada 2 Maret lalu. Kini, Hibisc Fantasy Puncak telah ditutup karena diduga melanggar izin lahan yang berdampak pada lingkungan.


Jaswita selaku perusahan yang mengelola tempat wisata Hibisc Fantasy Puncak mulanya mengajukan lahan seluas 4.800 meter persegi. Namun lahan yang dikembangkan mencapai 15.000 meter persegi. Artinya, sekitar 11.000 meter persegi tidak memiliki izin.


Potensi Bogor yang sering dikunjungi wisatawan domestik maupun asing dan peningkatan dampak ekonomi menyebabkan dampak terhadap kawasan atau lahan hijau disana. Eksistensi lahan hijau seperti perkebunan, sawah dan hutan mulai dialih fungsikan menjadi bangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata di Bogor.


Hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Eksploitasi alam melalui alih fungsi lahan menjadi bangunan wisata hanya memberikan keuntungan bagi segelintir orang yaitu para pemilik modal (kapitalis).


Pandangan Islam Tentang Alih Fungsi Lahan


Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Tidak ada satu hal pun yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Tak terkecuali tentang alih fungsi lahan ini.


Islam memandang tanah memiliki tiga status kepemilikan, yaitu:


-Tanah milik individu yaitu tanah yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian, tanah waris, dll.


-Tanah milik umum yaitu harta yang setiap orang memiliki hak dan andil di dalamnya. Harta-harta seperti ini tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu atau sekelompok individu (perusahaan atau swasta) seperti tanah hutan, tanah yang mengandung tambang dengan jumlah yang sangat besar, tanah yang diatasnya terdapat fasilitas umum seperti jalan, rel kereta.


-Tanah milik negara yaitu setiap harta yang hak pemanfaatannya berada ditangan negara seperti tanah kharaj, tanah yang ditelantarkan pemiliknya dan tanah hak milik negara.


Berdasarkan konsep kepemilikan ini, maka tidak diperbolehkan tanah hutan diberikan izin konsesi kepada swasta/individu baik untuk perkebunan, pertambangan, maupun kawasan wisata. Apalagi jika kawasan hutan tersebut diketahui memiliki fungsi ekologi dan hidrologi yang apabila dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi, bisa menimbulkan mudarat yang luas bagi masyarakat.


Pemerintahan Islam yaitu Khilafah hadir untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah, sekaligus mengurusi seluruh urusan umat. Oleh karena itu, Khalifah tidak boleh mengalihkan peran ini kepada pihak lain apalagi korporasi. Dan untuk merealisasikannya akan mengacu pada syariat Islam yang berlandaskan Alquran dan Sunah Rasulullah Saw. Wallohu'alam bishawab.[]



*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama