Oleh Hany Handayani Primantara, S.P
Sungguh malang Siti Hawa alias Nenek Awe, lansia 67 tahun. Di usia senjanya malah dijadikan tersangka. Selain nenek awe ada dua tersangka lain yakni Sani Rio berusia 37 tahun dan Abu Bakar alias Pak Aceh yang usianya 54 tahun. Mereka dikenakan Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang karena menahan petugas PT MEG yang merusak spanduk penolakan PSN Rempang Eco City. Tempo.com (07/02/25)
Miris, dunia semakin terbalik. Warga yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City justru dijadikan tersangka. Padahal yang dilakukan oleh mereka adalah mempertahankan tanah yang merupakan hak mereka sendiri. Nampak seakan keadilan hanya memihak para oligarki. Hukum bisa dibeli dengan uang serta kekayaan. Sedangkan masyarakat miskin harus rela masuk bui demi memuaskan nafsu para petinggi.
Merespon fenomena hukum belakangan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga meminta seluruh jajaran baik tingkat pusat dan daerah untuk cepat tanggap dalam berbagai aduan atau permasalahan. Jangan sampai menunggu masalah yang dialami masyarakat viral di media sosial, polisi baru mulai bergerak. Liputan6.com (31/01/25)
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pun merilis survei bertajuk 'Kinerja Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi dalam 100 Hari Pemerintahan Prabowo Subianto'. Walhasil sebanyak 41,6 persen masyarakat merasa puas dengan kinerja aparat penegak hukum di 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto. Inilah.com (09/02/25)
Sistem Keadilan Berbasis Sekuler
Sebanyak 41,6 persen masyarakat menilai penegakan hukum di Indonesia berjalan positif dalam 100 hari masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih banyak masalah. Sebab masih terdapat 25,1 persen masyarakat yang menilai buruk dan menilai sangat buruk 30,9 persen.
Fenomena "no viral no justice" juga semakin marak. Dimana hukum akan berlaku dan aparat kepolisian mulai turun jika sudah di "viral" kan di jagat maya. Fenomena tersebut merupakan bentuk protes dan geramnya masyarakat akan ketentuan hukum di Indonesia. Slogan "jika bisa dipersulit, buat apa dipermudah" menjadi olok-olok masyarakat yang kesal dengan sistem hukum yang semakin terbalik.
Sulitnya masyarakat kecil untuk memperoleh keadilan, padahal itu merupakan haknya sebagai warga negara. Menunjukan performa hukum Indonesia saat ini seperti sebilah pisau. Hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hukum hanya berlaku bagi kaum masyarakat miskin, tapi tidak demikian dengan kaum berduit. Hukum bisa dibeli, hakim bisa disuap. Kondisi ini sudah menjadi rahasia umum dan seakan menjadi pembenaran.
Ketika hukum dilandaskan pada sistem sekuler maka mustahil keadilan bisa diperoleh oleh seluruh strata sosial masyarakat. Ketimpangan pun terus terjadi di setiap lini akibat lemahnya penegakan hukum. Masyarakat yang jenuh dengan kondisi tersebut, akhirnya apatis terhadap hukum. Terutama kepada aparatur negara yang memiliki wewenang untuk melindungi hak warga dan membuat jera pelaku kejahatan.
Nampak hukum buatan manusia pasti akan membawa keburukan bagi manusia karena hukum dibuat oleh manusia yang punya kepentingan, sehingga rawan adanya konflik kepentingan, apalagi jika uang lebih berkuasa dari hukum. Kondisi manusia yang lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain, menunjukkan manusia tidak layak sebagai pembuat hukum.
Keadilan Hukum dalam Sistem Islam
Islam menjadikan hukum syara sebagai sumber hukum, dan menetapkan bahwa kedaulatan ada di tangan syara. Karena bersumber dari Allah Dzat yang Maha benar, maka hukum syariat pasti membawa kemaslahatan, bebas kepentingan dan sudah lengkap. Penegakan hukum sesuai tuntunan Islam akan menjamin keadilan bagi semua pihak.
Islam menutup celah suap terhadap hakim dan aparatur negara. Ada sanksi berat bagi pelanggarnya. Sanksi yang membuat jera dan mampu mencegah terjadinya cacat hukum dan ketidakadilan di tengah masyarakat. Rasulullah fAW bersabda, "Barang siapa yang diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi).
Rasulullah SAW pun pernah menyampaikan bahwa: "Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR. Bukhari Muslim)
Nyatanya praktik penerapan hukum semacam ini sudah ada di zaman rasul. Maka Islam datang untuk menghapus praktik kecurangan dalam hukum dengan menetapkan hukum kepada seluruh kalangan tanpa membedakan kedudukan mereka. Sebab dalam Islam semua muslim memiliki kedudukan yang sama dihadapan syara. Allah menyampaikan bahwa yang membedakan mereka hanya ketakwaannya pada Allah Swt.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
Wallahu'alam bhisshawab.[]