LPG Langka, Bagaimana Peran Negara dalam Menjamin Distribusi?

 


Oleh: Dewi Putri, S.Pd

(Aktivis Dakwah Muslimah).


Dilansir dari beritasatu.com,  dalam sepekan terakhir, gas elpiji atau LPG 3 kilogram mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah, termasuk di Kelurahan Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Berdasarkan pantauan Beritasatu.com di salah satu pangkalan elpiji 3 kilogram, stok gas melon subsidi itu sudah langka sejak seminggu terakhir.


Keluhan masyarakat terhadap kelangkaan LPG di berbagai tempat, sangat menyusahkan rakyat termasuk para pedagang kecil. Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon adalah keniscayaan sistem Kapitalisme. 


Kebijakan ini bukan hanya persoalan terhadap pergantian menteri dan pejabat, tetapi sebuah konsekuensi atas sistem ekonomi Kapitalisme yang dipilih negara sebagai landasan berekonomi.


Sistem ekonomi Kapitalisme memudahkan para pemilik modal besar menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi migas yang memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA berlimpah yang sejatinya milik rakyat. Meski negeri ini memiliki  kekayaan gas dan minyak bumi yang melimpah, akan tetapi karena tata kelola Kapitalisme, rakyat tidak bisa memanfaatkannya  dengan mudah dan gratis.  Sebab negara harus melegalkan pengelolaanya dari aspek produksi hingga distribusi segalanya dengan orientasi bisnis.


Oleh karena itu, perubahan kebijakan yang ditempuh pemerintah pada ujungnya tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap migas yang hakikatnya adalah milik rakyat. Mirisnya pada saat yang sama kepemimpinan yang sekuler yang diadopsi negeri ini  telah menjadikan negara berlepas tangan dari tanggungjawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya.


Kepemimpinan ini juga telah menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus umat (raa'in).  Sebaliknya penguasa hanya bertindak sebagai regulator. Demi memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal, meski rakyat harus dikorbankan.


Berbeda dengan pengelolaan migas di bawah sistem  Khilafah Islam yang menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum (harta milik rakyat).

Sebab demikianlah faktanya  Rasulullah Saw bersabda: 

"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api".

(HR.Abu Dawud dan Ahmad).


Perserikatan di sini bermakna perserikatan kemanfaatan, artinya semua rakyat boleh memanfaatkanya dan pada saat yang sama harta-harta yang termasuk ketiganya tidak boleh dikuasai oleh seseorang atau korporasi, sementara sebagian yang lain dihalangi atau dilarang. Minyak dan gas bumi adalah termasuk kategori api sebagai sumber energi yang dibutuhkan oleh semua orang. Karena  itu negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas pada perorangan/perusahan seperti yang ada dalam sistem Kapitalisme.


Islam juga telah mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya migas tersebut. Hasilnya harus dikembalikan atau didistribusikan untuk kepentingan rakyat. Terlebih negara dalam memposisikan pemimpin sebagai (raa'in) atau pengurus rakyat. Siapa pun penguasa (Khalifah) yang menjabat, maka hukum Islam inilah yang diterapkan bukan yang lain. Sehingga kebijakan-kebijakan ekonominya memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhan rakyatnya.


Dalam hal pendistribusian, khalifah berhak membagikan minyak dan gas bumi atau berupa  gas LPG  yang sudah dikelola oleh negara demi  untuk kebutuhan masyarakat dan diberikan secara gratis dan bisa didapatkan oleh masyarakat di berbagai tempat dan tidak menyulitkan rakyat. Justru negara sangat terbantu menjamin pendistribusianya ke wilayah pelosok. Sungguh hanya pengelolaan migas dalam sistem Islam di bawah kepemimpinan Khilafah yang mampu memudahkan segala urusan rakyat.


Wallahua'lam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama