Oleh: Etik Pibriani
Lebih dari 450 hari agresi Israel terhadap Palestina terus berlangsung. Ribuan nyawa menjadi korban, dan kerugian harta benda tidak terhitung jumlahnya. Jumlah korban jiwa yang tercatat mencapai 186 ribu jiwa ¹. Mayoritasnya adalah warga sipil, anak-anak, dan perempuan. Tak hanya nyawa yang menjadi korban, rumah-rumah pun hancur, fasilitas kesehatan lumpuh, tidak ada supply listrik dan air bersih, kekurangan logistik serta bahan makanan, menjadi pemandangan sehari-hari rakyat Palestina. Selain karena perang, banyak anak Palestina yang meninggal dunia karena gizi buruk dan kelaparan. Sungguh kondisi kemanusiaan yang sangat miris, ditengah-tengah megahnya peradaban modern yang katanya menyuarakan dan membela hak asasi manusia. Itulah kondisi Palestina saat ini.
Korban juga jatuh dari kalangan pers/jurnalis dan tenaga medis. Sejak Oktober 2023 tercatat sebanyak 183 jurnalis telah menjadi korban perang di Palestina ². Banyak dari mereka yang dibunuh, ditangkap dan tidak diketahui kabarnya hingga saat ini. Kita juga menyaksikan kegigihan para jurnalis dalam meliput berita dan menyiarkannya kepada dunia secara 'real time'. Banyak dari mereka bahkan harus mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan sebuah berita.
Namun apa reaksi dunia ?
Dunia, yakni manusia dan para pemimpin negara-negara di seluruh dunia menjadikan peristiwa di Palestina hanya sebagai tontonan belaka. Memalukan, miris, dan memilukan. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan minimnya kontribusi dari para pemimpin dunia, penguasa negeri-negeri muslim terhadap kejadian yang menimpa saudara mereka di Palestina. Disini kita belum bicara soal konflik agama. Hanya dari sisi kemanusiaan saja. Nyatanya, penguasa di seluruh dunia abai ketika yang mengalaminya adalah kaum muslimin di Palestina.
Harapan Palsu Organisasi Perdamaian Dunia
Dikabarkan bahwa pada pertengahan Januari ini telah tercapai kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik di Palestina ³. Kesepakatan itu dimediatori oleh beberapa negara diantaranya Qatar dan AS. Banyak pihak yang masih tetap berharap pada PBB, OKI, ICC dan organisasi sejenisnya, untuk berperan aktif menghentikan agresi Israel di Palestina. Konon katanya, semua negara yang ada di dunia harus tunduk di bawah ketetapan PBB.
Namun faktanya, telah banyak resolusi PBB yang dikeluarkan, namun tetap tidak mampu menghentikan agresi Israel terhadap Palestina. Israel tidak akan tunduk kepada PBB, jika hal itu merugikan dirinya. Entitas satu ini bahkan ingin menjadikan PBB sebagai alat legitimasinya untuk mencaplok Palestina dan berharap mendapatkan dukungan dari negara lain.
Pada 21 November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC), mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang."
Namun apa hasilnya?
Resolusi perdamaian PBB, dan keputusan yang dikeluarkan ICC untuk menangkap Netanyahu hanya isapan jempol belaka dan terbukti gagal. Nyatanya sampai hari ini pemimpin zionis itu tetap bebas berkeliaran dan meneruskan aksi brutalnya terhadap Palestina. Bahkan Netanyahu semakin sombong dengan menantang negara-negara yang ada di sekitarnya untuk berperang.
Sungguh berharap pada pemimpin sekuler, organisasi-organisasi dunia, dan sistem kapitalis yang ada saat ini adalah seperti menyandarkan diri kita pada pohon yang rapuh, pada harapan palsu dan omong kosong belaka. Berapa puluh perjanjian dan upaya perdamaian yang dilakukan untuk menghentikan invansi zionis terhadap Palestina, nyatanya tidak ada yang berhasil sampai hari ini. Zionis terus saja membantai dan melakukan pengusiran besar-besaran terhadap rakyat Palestina. Penghancuran rumah dan sarana-sarana umum seperti rumah sakit dan sekolah semakin masif dilakukan.
Jihad, Solusi Satu-satunya.
Dalam suatu pertarungan atau pertempuran, jika lawan yang dihadapi sebanding maka akan menjadikan pemenang meraih kemenangan secara terhormat dan berwibawa. Namun tidak dengan peperangan yang terjadi di Palestina, sangat tidak berimbang. Israel dengan tentara dan senjatanya yang lengkap memerangi rakyat Palestina yang tidak bersenjata. Perempuan dan anak-anak dibunuh tanpa bekas kasihan, fasilitas umum diledakkan, sekolah dan rumah sakit di bom. Tentu saja ini bukan pertarungan yang sebanding.
Terlebih lagi bantuan dari negara lain yang terus mengalir berupa persenjataan, dana, sumber daya manusia, dan teknologi, banyak diberikan secara langsung kepada Israel. Sedangkan bantuan untuk rakyat Palestina, senantiasa dihalangi dan dihambat, meskipun itu hanya berupa bantuan makanan, obat-obatan, dan air. Palestina seakan sendirian, meskipun dikelilingi oleh banyak negeri-negeri muslim disekitarnya. Sebegitu lemahkah negeri-negeri muslim saat ini? Bahkan untuk mengantar makanan pada saudaranya pun mereka tidak mampu.
Jika dilihat dari besarnya kekuatan sumber daya manusia, sumber daya alam, dan tentara yang dimiliki negeri-negeri muslim, sesungguhnya jumlahnya jauh lebih besar dari yang dimiliki oleh Israel. Secara hitungan matematika, seharusnya negeri-negeri kaum muslimin berani bersikap tegas dan mencegah pembunuhan sadis yang dilakukan Israel terhadap saudara-saudaranya di Palestina.
Namun apa kenyataannya?
Pemimpin negeri-negeri muslim hanya diam seribu bahasa , layaknya setan bisu. Mereka hanya melakukan negosiasi - negosiasi kosong , sambil mengirimkan bantuan berupa kain kafan. Mana tentaranya?
Mana pasukan yang akan mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina ?
Sejatinya organisasi-organisasi buatan barat seperti PBB, ICC, UNHCR, dan yang semisalnya, bukanlah pihak yang mampu menyelesaikan masalah di Palestina. Tidak cukup pula diselesaikan dengan perjanjian damai dan gencatan senjata. Palestina harus dibebaskan dengan jihad. Karena begitulah Islam memandang dalam masalah ini.
Kita tentu masih ingat dengan peristiwa pembebasan Baitul Maqdis yang dilakukan oleh Shalahuddin Al Ayyubi pada 27 Rajab 583 H/1187 M, dari tangan Tentara Salib. Yakni dengan jihad, tidak dengan cara yang lain. Satu - satunya cara adalah dengan jihad fi sabilillah. Betapa banyak resolusi damai atau gencatan senjata yang sudah dilanggar oleh zionis Israel. Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya musuh atau zionis Israel tidak paham bahasa tulisan, mereka hanya paham bahasa pedang. Perang.
Namun Shalahuddin Al Ayyubi tidak lahir begitu saja. Panglima besar ini lahir dari sebuah sistem pemerintahan Islam yang kuat dan berwibawa. Sebuah sistem bernegara dan bermasyarakat yang menggunakan Islam sebagai aturannya, dalam bentuk kehilafahan Islam. Khalifah akan mengirimkan tentara di perbatasan-perbatasan negeri kaum muslimin dan tidak mentolerir sedikitpun pencaplokan wilayah oleh musuh. Khalifah akan menghimpun pasukan dan mengirimkan tentara untuk berjihad membebaskan wilayah kaum muslimin yang diduduki oleh penjajah.
Hal itu tentu saja bertolak belakang dengan kondisi sekarang. Saat ini negeri-negeri kaum muslimin meninggalkan aturan Islam dalam bernegara dan bermasyarakat. Mereka meninggalkan bentuk kekhilafahan, dan malah mengadopsi sistem diluar islam yaitu demokrasi kapitalis. Terbukti, kaum muslimin menjadi terpuruk tanpa Islam, terpecah-pecah tanpa khilafah, menjadi wilayah-wilayah yang sangat kecil, dengan kekuatan tentara yang lemah, dan sumber daya alam yang dikuras oleh kapitalis. Penghimpunan pasukan untuk pergi berjihad terhalang oleh nasionalisme yang muncul di masing-masing wilayah.
Bahkan ada pula narasi kebencian yang mendiskreditkan sistem Islam dan kekhilafahan. Narasi sesat ini sengaja diciptakan oleh pembenci Islam agar umat jauh dari Islam, dan lupa bahwa Islam adalah pemersatu umat.
Bagaimana mungkin akan membentuk pasukan dan menghimpun tentara sebagaimana yang dilakukan oleh Shalahuddin Al Ayyubi, bila tanpa tegaknya sistem Islam yakni Daulah Khilafah? Tentu saja itu sulit bahkan mustahil.
Maka tepatlah sebuah kaidah syara' yang mengatakan bahwa "tidak terlaksananya suatu kewajiban tanpa sesuatu, maka hukum mengadakan sesuatu itu menjadi wajib" ⁴. Artinya jika tanpa khilafah tidak terlaksana jihad-untuk membebaskan Palestina, maka hukum menegakkan khilafah menjadi wajib untuk bisa melaksanakan jihad.
مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib.”
Wallahualam bishowab.
Referensi:
¹ Metrotvnews.com//14 Jan 2025
² tempo.co//Nov 2024
³ CNN indonesia.com // 16 Jan 2025
⁴ Taqiyuddin an Nabhani. Takatul Hizb.