Anak Palestina Semakin Menderita, Butuh Pembebas yang Nyata




Oleh: Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)

Konflik antara Israel dan Palestina adalah salah satu konflik paling kompleks dan tragis dalam sejarah modern. Selama lebih dari tujuh dekade, kebrutalan yang ditujukan terhadap rakyat Palestina telah menjadi bagian integral dari perjuangan mereka untuk hak-hak dasar, pengakuan negara, dan kehidupan yang lebih baik. Meskipun banyak upaya diplomatik telah dilakukan untuk mencari solusi damai, kenyataannya kebrutalan yang dialami oleh rakyat Palestina justru semakin meningkat.

Banyak sekali korban, baik korban materi ataupun jiwa. Anak-anak tidak berdosa juga menjadi korban kebrutalan tentara zionis Israel. Dilansir dari Beritasatu.com (25/12/24), Menurut Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Selasa (24/12/2024), setiap jam, satu anak tewas di Jalur Gaza akibat serangan brutal Israel. Setidaknya 14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serangan entitas Zion*s Yahudi yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak 2023

Anak-anak Palestina hidup di bawah bayang-bayang kekerasan yang terus-menerus. Serangan udara, penembakan, dan serangan darat telah merusak infrastruktur dasar seperti rumah, sekolah, dan rumah sakit, membuat banyak anak kehilangan tempat tinggal dan pendidikan mereka. Selain itu, anak-anak seringkali menjadi saksi atau korban langsung dari serangan militer yang menewaskan atau melukai anggota keluarga mereka.

Kekerasan ini menciptakan dampak psikologis yang mendalam. Banyak anak-anak yang menderita trauma berat, mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan, dan depresi. Mereka sering merasa ketakutan dan cemas, bahkan dalam aktivitas sehari-hari seperti pergi ke sekolah atau bermain dengan teman-teman. Dalam banyak kasus, mereka kehilangan rasa aman yang seharusnya menjadi hak dasar setiap anak.

Sejatinya, banyak seruan negara yang mengecam kebrutalan tentara zionis Israel. Namun, kecaman tersebut belum dapat menghentikan kebengisan Zionis Israel. Resolusi PBB juga tidak mampu menghentikan kekejian Zionis Israel. Jika Genosida ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin rakyat Palestina habis tak bersisa.

Kaum muslim tidak bisa berharap pada dunia internasional, termasuk para pemimpin mereka yang kerap menjadikan isu Palestina hanya untuk pencitraan dan justru mengambil solusi 2 negara arahan Barat yang jelas tidak bisa menyelesaikan perang ideologi ini. Tidak ada keadilan dalam sistem Kapitalisme, bahkan system inilah yang telah memberikan jalan pada penjajah Zionis untuk membantai anak-anak Gaza.

Seharusnya, pemimpin-pemimpin negeri muslim dapat berbuat lebih banyak dari sekadar mengecam dan mengutuk kebrutalan Israel. Selain mengirimkan militer sebagai langkah strategis, langkah lain yang bisa diambil oleh para penguasa muslim adalah melahirkan kebijakan pemboikotan terhadap produk-produk Israel beserta negara-negara pendukungnya. Namun, langkah-langkah itu tidak diambil. Ini menjadi bukti nyata bahwa kepemimpinan para penguasa negeri muslim telah rusak. 

Penerapan ideologi Kapitalisme telah membunuh jutaan jiwa diseluruh dunia dengan berbagai cara. Hal ini menjadi bukti sistem dunia hari ini sistem yang jahat. Para pemimpin muslim tidak peduli, bahkan menjadi antek musuh Islam. Ini mencerminkan rusaknya kepemimpinan dunia Islam. Genosida di Gaza adalah perang ideologi. Sayangnya ideologi Islam  baru diemban oleh individu dan belum diemban oleh negara. Karena itu yang melawan adalah muslim Palestina dan individu yang berideologi Islam. 

Perang ini adalah perang melawan negara, dengan demikian, membutuhkan tegaknya negara berideologi Islam, yaitu khilafah yang akan mendorong adanya jihad. Tegaknya Khilafah membutuhkan kesadaran yang sama, di tengah umat. Keberadaan kelompok dakwah ideologis sangat dibutuhkan.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama