Moderasi: Perubahan Yang Mendegradasi -Menghancurkan Islam




Oleh: Etik Pibriani 

Pemerintah melalui kementerian agama meluncurkan sebuah program baru dalam rangka optimalisasi peran pemuda, khususnya remaja masjid dan takmir masjid. Program yang diberi nama ARMI -Apresia(k)si Remaja Masjid Indonesia, akan menjadi ajang tahunan untuk memberikan penghargaan kepada para remaja yang mendedikasikan dirinya dalam memakmurkan masjid. Peserta yang terpilih akan mempresentasikan program unggulan mereka agar bisa menginspirasi kegiatan di masjid-masjid lain yang ada di Indonesia. Tahun ini ARMI telah dilaksanakan pada 7 - 9 November 2024 di Jakarta, dengan dihadiri oleh peserta dari berbagai wilayah di Indonesia.

Ahmad Zayadi, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama, menyatakan bahwa ARMI tidak hanya bertujuan sebagai ajang penghargaan, tetapi juga sebagai forum silaturahmi nasional yang mendorong remaja masjid untuk berbagi pengalaman, saling belajar, dan menginspirasi satu sama lain.
“Kami berupaya menjadikan ARMI sebagai wadah yang mendorong remaja masjid agar lebih aktif dan produktif dalam berkontribusi bagi masyarakat," ungkap Zayadi dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (30/10/2024).

Pada kesempatan yang lain Kasubdit Kemasjidan, Akmal Salim Ruhana, mengatakan bahwa ARMI adalah program pembinaan remaja masjid yang unik, yakni peer training (saling belajar di antara remaja masjid). Tidak hanya di ruangan, namun akan dipublikasikan lebih luas melalui media sosial.
“Ini bukan lomba-lombaan, apalagi sekadar lomba foto atau video. Ini justru dalam rangka memfasilitasi remaja-remaja masjid terpilih, memberi panggung yang keren untuk bisa menularkan kebaikannya ke yang lain,” ujarnya.
“Kami sudah punya regulasi terkait remaja masjid, Kepdirjen 948/2018 tentang Pedoman Pembinaan Remaja dan Pemuda Masjid,” sambung Akmal pada pembukaan ARMI di Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Sebelum ARMI, ada juga program penguatan untuk para takmir masjid yaitu program MPMB (Masjid Profesional Moderat Berdaya), pembinaan imam masjid, khatib, penceramah agama, serta memberi bantuan stimulan untuk masjid dan mushala. Semuanya dilakukan dengan semangat moderasi beragama.

Beberapa kegiatan ARMI yang diharapkan bisa terwujud diantaranya adalah pengelolaan air limbah bekas wudhu, pendaurulangan sampah di lingkungan masjid, tatalaksana lingkungan masjid, pembinaan SDM masjid, dan kegiatan lain yang bisa menggandeng pemerintah, swasta, maupun organisasi sosial diluar masjid. Tentunya dengan mengedepankan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi, dan saling menghargai. 

“Remaja masjid kita telah sangat terbuka, moderat, dan inklusif berdampak bagi masyarakat luas. Hal ini perlu terus didorong, difasilitasi, dan disemangati. Syukur-syukur bisa dilakukan secara lebih masif dan menyasar lebih luas lagi,” sambung Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Prof Kamaruddin Amin.


Moderasi Beragama Di Segala Lini


Tidak dipungkiri bahwa berbagai program telah diluncurkan pemerintah dalam rangka mensukseskan agenda moderasi beragama di Indonesia. Salah satu yang memperkuat hal ini adalah apa yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Intelijen Negara (BIN) melalui penandatanganan Memorandum of Agreement (MOA) terkait pencegahan intoleransi. Penandatanganan MOA diadakan di Kantor Pusat Kementerian Agama, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Momen itu dihadiri oleh pejabat tinggi kedua lembaga, pada November 2024.
“Kerja sama ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan amanat konstitusi berjalan baik, bebas dari indikasi maupun implementasi hal-hal yang dapat merongrong keamanan negara,” ujar Sekjen Kemenag Muhammad Ali Ramdhani.

Maka tidak heran jika moderasi beragama telah sangat masif dimasukkan dalam segala lini kehidupan di negeri ini. Dari level pendidikan terendah yaitu taman kanak-kanak sampai level pendidikan tinggi di universitas. Sejak usia dini anak-anak sudah ditanamkan tentang moderasi beragama dan toleransi dengan cara mengunjungi tempat-tempat ibadah agama lain, menyaksikan peribadatan mereka, bahkan sampai berpartisipasi dalam acara peribadatan tersebut. 

Dilevel yang lebih tinggi, dipilihlah duta-duta moderasi yang akan menjadi corong ide-ide moderasi beragama. Menurut mereka, ini adalah cara untuk mempromosikan Islam 'Rahmatan Lil Alamiin', sebagai agama yang damai, toleran, peka perkembangan zaman, menghargai keberagaman dan menjaga persatuan. Sekilas tampak ide moderasi beragama adalah ide yang sangat baik. Setidaknya ini tampak dari antusias masyarakat dalam menyambut ide ini. 

Bila dilihat dari kacamata Islam ide moderasi beragama ini tak ubahnya racun berbalut madu. Terasa enak dan manis namun sesungguhnya mengandung racun yang sangat berbahaya bagi umat. Hal ini bisa dilihat dari empat indikator penguatan moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan (dalam agama.pent), dan penerimaan terhadap tradisi. Dengan bahasa yang lebih sederhana, yaitu melaksanakan agama -dalam hal ini Islam, secara moderat, atau sedang-sedang saja. Tidak perlu terlalu fundamental, serta mau menerima pemikiran-pemikiran barat dan mentolerir ide-ide sesat yang berasal dari Barat. 

Indikator yang pertama dari moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan. Ini menunjukkan bahwa kebangsaan menjadi sesuatu yang sangat diagung-agungkan melebihi apapun. Bahkan sampai ada jargon NKRI harga mati. Ini tentu bertentangan dengan spirit persatuan dalam  Islam. Umat Islam di seluruh dunia adalah satu kesatuan dalam sebuah sistem Islam yaitu kekhilafahan.

Indikator kedua yaitu toleransi. Salah satu 'entry point'nya adalah menganggap semua agama sama, boleh beraktifitas bersama, berpartisipasi, bahkan mentoleransi untuk tidak beragama sekalipun. Ini juga sangat bertentangan dengan konsep ketuhanan dalam Islam.

Indikator ketiga yaitu anti kekerasan -terutama bagi kaum muslimin. Ini tentu saja tidak relevan dengan realita yang terjadi saat ini. Pembantaian yang terjadi di Palestina mengharuskan kaum muslimin melakukan perlawanan dengan senjata, yaitu jihad. Jika jihad dipandang sebagai sebuah kekerasan dalam agama, maka tentu tidak akan ada lagi jihad. Konsep ini juga bertentangan dengan Islam. 

Islam memiliki konsep yang jelas dalam jihad. Adil dan jauh dari kezaliman. Tidak seperti kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel dan sekutunya terhadap kaum muslimin di Palestina. Mereka membantai kaum muslimin, tidak peduli tua muda, laki-laki atau perempuan, bahkan anak-anak sekalian.  Belum lagi kekerasan yang dilakukan Amerika terhadap rakyat Irak yang mengakibatkan jutaan warga Irak harus  meregang nyawa. Tentu saja, konsep jihad tidak seperti itu.

Indikator keempat yaitu penerimaan terhadap tradisi. Ini harus dilihat dulu apakah tradisi yang dimaksud bertentangan dengan Islam atau tidak. Jika bertentangan maka pasti akan ditolak. Misalnya tradisi melarung sesajen atau tumbal,  ke tengah lautan. Itu jelas merupakan bentuk persembahan kepada selain Allah subhanahu wa ta'ala,  dan kaum muslimin dilarang untuk mengikutinya.


Potensi Remaja Dalam Perspektif Islam


Moderasi beragama telah menggeser peran pemuda dari fungsi dasarnya sebagai agen perubahan menuju Islam, beralih menjadi fungsi degradasi Islam. Hal ini dikarenakan lemahnya pemahaman Islam dan sedikitnya dakwah politik di tengah masyarakat. Pemahaman yang buruk menyebabkan pemuda sulit membedakan mana ide yang benar-benar berasal dari Islam dan ide-ide yang sejatinya menghancurkan Islam. Pemuda bertindak tanpa filter Islam. Sehingga mereka mudah diperalat, diarahkan oleh orang-orang yang ingin menghancurkan Islam, tanpa mereka sadari.

Potensi yang besar pada pemuda harus dikelola dengan Islam. Merujuk data BPS, jumlah pemuda di Indonesia pada 2023 mencapai 64,16 juta jiwa. Sekitar 23,18% atau hampir seperempat dari jumlah total penduduk Indonesia. Jumlah ini adalah jumlah yang sangat besar dan harus dipersiapkan dengan baik. Yakni melalui pembinaan yang benar dan pembentukan karakter Islam yang kaffah. Dakwah yang disampaikan kepada para pemuda juga harus meliputi aspek politik. Bukan hanya dakwah yang menyeru kepada akhlak atau nasihat yang diulang-ulang. 

Aspek politik yang dimaksud salah satunya adalah menyampaikan kepada para pemuda tentang solusi-solusi Islam dalam semua problematika kehidupan. Para pemuda dilatih untuk memecahkan semua masalahnya sesuai perintah Allah SWT. Misalnya dalam hal pergaulan, pemuda dilatih untuk selalu menjaga pergaulannya agar tidak campur baur, tidak free sex, tidak LGBTQ+, menjaga diri, tidak mabuk-mabukan, dan lain sebagainya. Dalam hal pekerjaan, pemuda dilatih untuk berkarya dan mencari nafkah saat dia baliq, disiapkan untuk menikah dan memikul kewajiban sebagai qowam - pemimpin rumah tangga. Dan sebagai anggota masyarakat pemuda disiapkan untuk menjadi seorang pemimpin yang adil dan menegakkan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Lalu apakah program-program semisal ARMI dan yang lainnya, akan mampu mengembalikan peran pemuda sebagai agen perubahan menuju Islam? 
Tentu saja tidak. Selama masih memakai moderasi beragama sebagai dasarnya maka tidak akan mampu menjadikan generasi muda sebagai agen perubahan menuju Islam. Karena untuk bisa menjadi agen perubahan pemuda harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Bukan malah mengambil nilai - nilai moderasi untuk diterapkan. Perubahan yang hakiki tidak bisa didapatkan dari pemikiran yang lain selain pemikiran Islam. Hanya bersama Islam yang kaffah pemuda akan mampu menjadi agen perubahan yang hakiki.
Waallahu'alam bi showab.



Referensi :
- Apresiasi Remaja Masjid, Kemenag Inisiasi ARMI 2024 untuk Belajar Bersama. www. Kementerian Agama Republik Indonesia. 
2024
- www.kemenag.go.id
- www.dataindonesia.id
- www.ekon.go.id

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama