KESEHATAN UNTUK SEMUA HANYA BISA TERWUJUD DALAM KEPEMIMPINAN ISLAM



Oleh: Cita Rida (Aktivis Dakwah)

Minimnya jumlah dokter spesialis menjadi salah satu persoalan utama yang dihadapi Indonesia. Bila mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio ketersediaan dokter spesialis di Indonesia masih di bawah satu per seribu penduduk.

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT, pemenuhan tenaga dokter perlu dilihat secara lebih spesifik. Penambahan jumlah dokter dalam hal ini juga perlu dibarengi dengan ketersediaan tenaga kesehatan pendukung lain termasuk perawat, bidan, sampai tenaga laboratorium. (health.detik.com, 24/10/2024)

KESEHATAN MENJADI KOMODITAS DALAM SISTEM SEKULERISME-KAPITALISME

Problem kurangnya tenaga kesehatan, minimnya kesejahteraan nakes, serta fenomena kelangkaan jumlah dokter di Indonesia seolah sudah menjadi permasalahan yang sudah sangat mengakar di Indonesia. Alih-alih mendapat layanan kesehatan terbaik, rakyat justru tersiksa akibat dari mahalnya biaya kesehatan ditambah dengan langkanya jumlah dokter yang tersedia.

Mengapa hal demikian bisa terjadi? Sebenarnya semua aspek kehidupan (termasuk kesehatan) tidak luput dari campur tangan sistem yang tegak di suatu negara yang berakar dari penerapan ideologi yang diterapkan di suatu negara.

Untuk di Indonesia, saat ini Indonesia menerapkan sistem kapitalisme yang berbasis dari ideologi sekulerisme (asas pemisahan aturan agama dari urusan publik). Dengan diterapkan ideologi sekulerisme, maka agama tidak boleh ikut campur urusan kehidupan, sementara kedaulatan membuat hukum diserahkan kepada akal manusia. Sedangkan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa akal manusia itu terbatas dan tidak bisa mengetahui hakikat baik dan buruk.

Dalam sistem kapitalisme yang berasas dari sekulerisme, pelayanan kesehatan dipandang sebagai jasa komersial. Lahir dari perjanjian GATS WTO tahun 1995 yang menetapkan bahwa kesehatan masuk ke dalam sektor perdagangan jasa, sehingga lebih mengutamakan keuntungan dan mengabaikan kebutuhan publik dan menganulir peran negara. Negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator saja, sementara yang memproduksi obat-obatan, alat-alat kesehatan sekaligus yang menetapkan harganya adalah korporat/perusahaan kesehatan. Akibatnya, banyak rakyat menderita akibat fasilitas kesehatan yang tidak memadai sebab rakyat Indonesia banyak yang memiliki daya ekonomi yang rendah.

KESEHATAN = HAK SETIAP WARGA NEGARA DI DALAM SISTEM ISLAM

Akses dan pelayanan kesehatan yang baik merupakan hak dasar bagi setiap manusia. Masyarakat berhak memperoleh akses pencegahan dan pengobatan suatu penyakit dalam dirinya, baik dengan cara mengobati secara mandiri, rawat jalan, dan rawat inap. Namun di dalam kapitalisme, kesehatan justru dijadikan komoditas yang diperjualbelikan. Penguasa dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini, telah gagal melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa para tenaga medis, serta masyarakat secara umum. Karena cara pandang kapitalisme menjadikan bidang kesehatan sebagai ajang bisnis untuk mengeruk keuntungan. Keselamatan jiwa rakyat dan tenaga medis yang menjadi ujung tombak dalam penanganan penyakit yang diderita masyarakat, tidak menjadi prioritas utama.

Akan berbeda jika dalam suatu negara diterapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) yang sering kita kenal bernama Khilafah. Menjaga kesehatan masyarakat menjadi fokus utama Khilafah. Kepentingan rakyat dan tenaga medis menjadi prioritas.  Bukan hanya pada aspek kuratif tapi juga preventif. Khilafah memegang peran utama dan kendali penuh pada seluruh penanganan masalah kesehatan, bukan sebatas regulator/wasit saja.

Kebijakan Khilafah akan memastikan tersedianya fasilitas kesehatan, sarana prasarananya secara memadai. Semua dipenuhi Khilafah dengan prinsip pelayanan pada rakyat, bukan untuk bisnis. Sehingga rakyat dapat menikmati layanan kesehatan secara gratis, tanpa membedakan antara si kaya dan si miskin karena Islam mengharamkan komersialisasi di bidang kesehatan. Khilafah akan menjaga agar SDM kesehatan memiliki profesionalitas tinggi dan berkepribadian Islam. Hal ini yang akan mendorong mereka memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Mereka memahami bahwa pekerjaan yang dijalankan adalah wujud ketakwaan, yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, sekaligus wujud ketaatan pada Khalifah (pemimpin Khilafah), yang berbuah pahala.

Dana layanan kesehatan Khilafah akan diambil dari kas Baitul Mal yang bersumber dari harta kepemilikan umum. Jumlahnya tak terbatas. Contohnya sumber daya alam emas di Papua. Jika total angka yang dihasilkan Freeport hingga sekarang dibagi merata ke seluruh rakyat Indonesia, maka kemungkinan akan mendapatkan kurang lebih Rp1,8 miliar per kepala. Jumlah itu tentu sangat melimpah dan bisa digunakan untuk menggratiskan seluruh pelayanan kesehatan. Maka sungguh pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas baru dapat terwujud dalam pemerintahan yang menerapkan Islam secara total dan menyeluruh. Wallahu a’lam bish-showab

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama