Mewujudkan Generasi Emas di tengah Krisis Moral Pemuda



Oleh : Neni Moerdia

Bulan November identik dengan hari pahlawan dan diperingati secara meriah oleh banyak masyarakat. Tujuan diadakan berbagai kegiatan dalam merakayan momen ini, adalah untuk menumbuhkan semangat juang, kreativitas, serta motivasi kepada masyarakat terutama para pemuda. Harapannya agar para pemuda lebih aktif dalam kegiatan social,seperti pengabdian masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan. Mereka sering kali lebih terbuka terhadap pengetahuan dan teknologi, hal ini diharapkan mampu Pendidikan dan kesadaran yang ada Tengah masyarakat. Kontribusi ini sangat berperan dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan berkelanjutan. Harapannya para pemuda mampu membawa ide baru dan Solusi kreatif, membawa visi misi untuk masa depan, sehingga mampu membentuk arah Pembangunan. 

Jika kita mengharapkan seperti poin-poin diatas tetapi melihat fakta yang terjadi saat ini, bagaikan mimpi disiang bolong. Bagaimanan tidak? Melihat rusak nya para pemuda saat ini seaolah semua itu hanya wacana. Sejumlah unggahan viral ditiktok menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam berhitung, membaca, atau bahkan singkatan jenjang sekolah mereka (bbc.com/27/09/24) . 60% remaja usia 16-17 tahun di Indonesia lakoni s*sk pranikah (esposnews/25/08/24). Begitupula kekerasan seksual sebanyak 1.915 kasus, meningkat 54% dibanding tahun lalu. Data sampai bulan Mei 2024 yang dikutip dari sindonews.com 30/07/24 sekitar1.481 anak ditetapkan sebagai tersangka atas kejahatan criminal. Survei yang dilakukan Indonesia- national Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS)  pada tahun lalu sebanyak 15,5 juta atau 1 diantara 3 remaja mengalami masalah Kesehatan mental, hal semakin bertambah seiring tekakanan yang dialami setiap tahunnya. 

Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kerusakan ini diantaranya menambahkan Pendidikan karekter di sekolah, memperdalam Pelajaran Pancasila mulai dari taman kanak-kanak hingga di perguruan tinggi, dibeberapa kabupaten diwajibkan belajar mengaji huruf hijaiyah di pagi hari. Memperpanjang jam sekolah hingga pulang sore. Mewajib setiap anak mengikuti ektrakulikuler. Hal ini sudah diterapkan dari tahun 2017 (kemendikbud.go.id). namun faktanya hal itu tidak mampu memperbaiki, bahkan kerusakan moral  cenderung meningkat setiap tahunnya  (esposnews/25/08/24).

Hingga pemerintah seolah menutup mata dengan maraknya kerusakan moral pemuda hari ini. Padahal pemerintah punya andil besar dalam mengontrol perilaku masyarakatnya. Memang sepertinya permasalahan moral pemuda ini bukanlah prioritas utama, hingga perihal nasib bangsa  diserahkan langsung kepada para pendidik yang kesehateraan hidupnya pun tidak dipikirkan.

Upaya dan Solusi saat ini sebenanya hanyalah mengarah pada perubahan menuju Indonesia emas yang semu. Dalam sistem kapitalisme saat ini kesuksesan seseorang individu hanya diukur dari banyaknya materi yang dihasilkan, tanpa memperhatikan aspek moral dan agama yang selama ini dijunjung ditengah masyarakat generasi tua. Seperti halnya kejujuran, kesopanan, apalagi menimbang halal dan haram sebagai standar perbuatan. Di perbolehkan mencari materi dengan cara apapun asalkan tidak mengganggu dan merugikan orang lain, ataupun jika itu mengganggu dan merugikan selama tidak ada pelapor hal tersebut dianggap sah-sah saja. Menyedihkan memang sukses secara finansial tetapi disisi lain bobrok secara moral. 

Hal ini amat sangat berbeda dengan pemuda pada masa peradaban Islam. Pendidikan yang berlandasakan akidah yang ada pada sistem Islam mampu menjadikan setiap individu takwa dan memiliki keilmuaan yang tinggi. Sehingga bisa dapat dipastikan kesuksesan berbanding lurus dengan ketakwaannya. 

Semasa hidupnya Rosulullah menaruh perhatian lebih kepada para pemuda. Hal ini juga terjadi pada masa-masa pemerintahan islam setelahnya. Menyadari kekuatan pemuda sebagai 'backbone' yaitu seseorang yang mampu menanggung beban, Amanah perjuangan, dengan semangat dan keberaniannya yang tak tertandingi. Sehingga muncullah tokoh-tokoh pemuda seperti Usamah bin Zaid (18 tahun) yang mampu memimpin pasukan. Zaid bin Tsabit (13 tahun) Penulis wahyu dan dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani. Para ilmuan pada masa abbasyah seperti Ibnu Sina, Alkharizmi, Abbas Bin Firnas, Albatani, dan yang lainnya. Begitu pula pada masa umayyah seperti Muhammad Al Fatih yang mampu membobol benteng konstatinipel. Tentunya masih banyak lagi yang tak sempat disebutkan. 

Orientasi Pendidikan dalam islam adalah ridho Allah, sesuatu yang lebih besar dari pada dunia dan seisinya, sehingga setiap perbuatan dikaitkan dengan standar halal dan haram. Dalam aspek sosial terutama keluarga dilakukan pembinaan intensif kepada setiap individu yang akan mengarahkan pikiran, hati, dan kecenderungan hanya kepada Islam.

Dengan demikian seseorang tersebut akan berperilaku dan bersikap benar sesuai syariat islam sehingga mendapatkan rido Allah Ta’ala. Kemudian kondisi masyarakat yang akan saling mengingatkan dalam kebaikan karena telah tersirami oleh nilai-nilai islam juga menjadikan setiap individu dalam masyarakat saling menjaga agar terciptanya lingkungan yang aman dan tentram jauh dari kriminal. 

Setiap individu akan menjadikan islam sebagai bagian kehidupannya. Akidah islam akan menjadi landasan pemikiran dan perasaanya. Untuk menjadikan islam sebagai way of life dibutuhkan dukungan  semua pihak yaitu kondisi keluarga, masyarakat dan lingkungan yang Islami. Semua ini tidak akan terwujud kecuali penerapan aturan islam di segala aspek dalam bingkai Khilafah Islamiyah ala min hajj nubuwah.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama