Endah Sulistiowati (Direktur Muslimah Voice)
Membuat tulisan ini bukan berarti karena "saya" adalah penulis. Bukan sama sekali? Tulisan ini terinspirasi oleh seorang ustadzah setiap beliau menyampaikan pesan yang dirasa penting beliau meminta kami untuk menulisnya: "tulislah", "catat di buku", atau "jangan lupa dicatat". Terakhir beliau menyampaikan bahwa "buku adalah pengikat ilmu".
Akhirnya penulis penasaran dengan apa yang beliau sampaikan, hingga penulis membaca sebuah hadits Rasulullah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr (RA) dan Anas bin Malik (RA), Rasulullah (SAW) bersabda:
“Ikatlah ilmu dengan dengan menulisnya” (dalam redaksi yang lain: “jagalah ilmu dengan menulisnya”). Qayyidul ‘ilma berarti kuatkan, hafalkan dan jaga jangan sampai lepas.
Hadist ini penting untuk kita amalkan dalam majelis ilmu, sebab di antara adab majelis imu adalah mencatat ilmu yang didapat. Mengapa mencatat penting dan bermanfat?
Ada dua alasan kuat kenapa kita perlu mencatat:
Pertama, Allah mengajarkan ilmu kepada kita dengan membaca dan menulis.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِقْرَأْ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,"
(QS. Al-'Alaq 96: Ayat 1)
الَّذِيْ عَلَّمَ بِا لْقَلَمِ
"Yang mengajar (manusia) dengan pena."
(QS. Al-'Alaq 96: Ayat 4)
Dalam surat Al Alaq ayat 1 dan 4, Allah memerintahkan agar kita “membaca” tanda-tanda kebesaran-Nya, Allah juga mengajarkan manusia menulis dengan perantaraan pena atau alat tulis lain. Dengan dijadikan dua hal ini sebagai perintah dalam ayat-ayat pertama yang diturunkan, Islam menekankan pentingnya aktivitas membaca dan menulis bagi umatnya.
Kedua, terbatasnya akal manusia. Sejenius apa pun, atau setinggi mungkin IQ yang dimiliki manusia, dia akan memiliki keterbatasan. Einstein ilmuwan fisikawan terkemuka abad 20, pencipta bom atom, pun tetap memiliki keterbatasan
Dalam Islam, akal mendapatkan posisi yang istimewa. Manusia dengan ketinggian akalnya akan mampu menjadi manusia yang mulia, tapi jika salah menggunakan akalnya bisa juga menjadi manusia yang hina.
Allah mengaruniakan akal agar manusia mampus memilih dan memilah mana perbuatan yang sesuai syariat mana yang maksiat. Manusia juga diperintahkan dengan akalnya untuk mengamati tanda-tanda yang ada di langit dan di bumi agar keimanannya semakin kuat.
Namun tidak dipungkiri akal manusia itu terbatas. Pada batas-batas tertentu akal manusia tidak mampu menjangkaunya. Manusia tidak bisa menjangkau bagaimana surga dan neraka, tidak bisa menjangkau hal-hal gaib, kecuali kabar dari Al Qur'an dan As Sunnah.
Ada pula ungkapan "al-insaanu mahallu al-khatha' wa al-nisyaan" yang artinya "manusia itu tempatnya salah dan lupa" menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang luput dari kesalahan atau dosa.
Mulai dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga anak cucu dan keturunannya sampai saat sekarang, manusia akan tetap menjadi tempatnya salah dan lupa (al-insân makânul khatha’ wan nisyân), namun sebaik-baik manusia adalah mereka yang mau dan berani untuk bertaubat.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ (رواه الترميذي)
Artinya: Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat (HR. At-Tirmidzi).
Sehingga sangat perlu sekali bagi kita menulis kembali atau mencatat setiap ilmu yang kita dapatkan. Selain untuk mengingat juga agar mudah bagi kita untuk menyampaikan lagi ke yang lainnya.
Bahkan para ulama besar di masa kejayaan Islam senantiasa mencatat setiap ilmu yang di peroleh. Hingga masa sekarang kita masih bisa menikmati hasil catatan atau tulisan beliau - beliau dalam berbagai kitab-kitab.
Imam madzhab merupakan pioner pembangunan peradaban Islam terutama dalam pengembangan hukum dan pemikiran Islam. Selain itu, mereka pun dikenal sebagai imam besar dalam bidang ilmu Fiqh dan Hadits hingga ilmunya masih menjadi rujukan di masa kini. Imam madzhab tersebut adalah Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad ibn Hambal. Di Balik kebesaran ilmu yang mereka miliki, tersimpan sejumlah rahasia kesusksesan dalam memperoleh ilmu yang bisa Kita jadikan hari ini sebagai metode atau strategi dalam belajar.
Di antara rahasia cara belajar yang dilalui oleh para imam madzhab dalam menuntut ilmu yaitu memurnikan niat, menentukan spesifikasi ilmu, memilih guru yang tepat, mencatat dan menghafal materi ilmu, belajar terus menerus dan berulang-ulang, mengoptimalkan waktu malam, belajar dalam waktu yang lama, melakukan pengembaraan ilmu/ perjalanan ilmiah, berbuat baik pada guru, mendatangi majelis ilmu, bermusyawarah dan berdiskusi, melakukan penelitian, dan mengamalkan ilmu.
Yuk menulis![]