Kisruh Pilkada, Rakyat Korbannya



Oleh: Dhevi Firdausi, ST.

Pesta demokrasi mulai digelar lagi. Disebut pesta, karena membutuhkan banyak biaya. Seharusnya, rakyat bersuka cita menyambut sebuah pesta. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Kekisruhan terjadi di berbagai kota di negara kita. Hal ini seperti dikutip dari laman detikjatim, bahwa di Bojonegoro misalnya, puluhan warga Bojonegoro yang tergabung dalam Forum Pembela Demokrasi Bojonegoro (FPBD) demo di depan kantor KPU Bojonegoro. Dengan menggunakan kostum serba hitam dan membawa belasan poster dan satu spanduk tuntutan, mereka bergantian orasi menuntut KPU Bojonegoro terbuka dan fair dalam pilkada kali ini. Dalam spanduk yang dibentangkan para pengunjuk rasa ini terdapat tiga poin tuntutan yakni KPU Bojonegoro harus meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Bojonegoro atas kelalaian dan ketidakmampuannya dalam melaksanakan debat publik.

Ada banyak kekisruhan mengiringi proses pilkada di berbagai daerah. Diantaranya mobilisasi kades untuk memilih paslon tertentu, praktek suap, janji-janji surga, dll. Istilah serangan fajar sudah sangat sering kita dengar. Serangan fajar ini tidak hanya terjadi di kota besar. Bahkan, di pelosok desa pun sudah sangat familiar dilakukan. Disebut serangan fajar karena biasanya dilakukan pada pagi hari, sebelum waktu pemilihan. Kisaran uangnya bermacam-macam, minimal 50.000 rupiah. Serangan fajar ini termasuk proses suap, agar masyarakat memilih paslon yang sudah memberikan sejumlah uang. Tentu saja, uang tersebut bukan infaq sukarela. Balik modal harus dilakukan ketika berhasil meraih jabatan.

Rakyat menjadi korban dari proses pemilihan kepala daerah dalam sistem demokrasi, yang sejatinya hanya menguntungkan oligarki. Oligarki ini adalah para pejabat dan pengusaha. Mereka merupakan orang kaya yang menguasai berbagai sumber daya alam di negara kita. Aneka SDA yang seharusnya dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat, justru dikelola oleh perusahaan swasta. Akhirnya, pihak yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Ditambah dengan terjadinya deflasi beruntun pada beberapa bulan terakhir. Deflasi ini terjadi karena daya beli masyarakat turun, akibat maraknya PHK.

Padahal dana yang digunakan adalah uang rakyat. Rakyat justru mendapatkan banyak persoalan dari proses tersebut, mulai dari terpecah-belah, konflik horizontal, hingga jauhnya kesejahteraan. Salah satu pendapatan terbesar negara berasal dari pajak. Segala macam barang, mulai harga jutaan sampai ribuan, terkena beban pajak. Dana pajak yang besar tersebut salah satunya dipakai untuk keperluan pilkada. Namun, rakyat belum juga sejahtera. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, semakin tak terjangkau. 

Kita sebagai seorang muslim, tentu sudah seharusnya untuk selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman kehidupan sehari-hari. Aturan Islam sangat sempurna, tidak hanya mengatur ibadah ritual semata, tapi juga hubungan sosial masyarakat. Rasulullah Saw telah memberikan contoh nyata tentang hal tersebut. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau tidak hanya memimpin ibadah sholat saja. Beliau mengatur bidang pendidikan, perdagangan, politik, dan lainnya. Karena datang dari Allah SWT, aturan Islam tidak akan pernah lekang oleh waktu. Syari'atnya selalu bisa menjawab setiap persoalan manusia, di setiap tempat dan setiap zaman.

Dalam bidang politik, kepemimpinan umat Islam ada di tangan satu orang, yang disebut dengan Khalifah. Khalifah ini yang akan menerapkan sistem Islam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah di dalam negeri, dan menyebarkan Islam ke luar negeri. Dalam kepemimpinannya, Khalifah menunjuk orang yang membantunya menerapkan aturan, yaitu mu'awin. Kemudian dilanjutkan dengan menunjukkan struktur dibawahnya, mulai dari wali, amil, dan seterusnya. Inilah yang kita temukan ketika membaca kitab Sirah Nabawiyah. 

Islam memiliki mekanisme yang praktis dan hemat biaya, karena kepala daerah yang berupa wali dan amil, ditetapkan oleh penunjukan khalifah. Hal ini karena posisi mereka adalah sebagai pembantu Khalifah. Khalifah akan memilih individu yang amanah, berintegrasi, dan mempunyai kapabilitas. Dengan kepemimpinan yang tepat dan menerapkan hukum syari'at, maka rakyat akan diurus dengan baik, dan bisa hidup sejahtera.

Dunia telah mencatat dengan tinta emas, bahwa khilafah Islam telah menjadi negara adidaya selama lebih dari 13 abad lamanya. Tanpa pesta demokrasi yang mahal, namun rakyat berhasil disejahterakan dengan Islam. Kisah teladan yang terkenal adalah tentang Khalifah Umar bin Khattab, beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk memenuhi kebutuhan sebuah keluarga yang kelaparan. Rasa takut yang luar biasa pada Sang Pencipta menghadirkan bentuk amanah pada diri seorang pejabat negara. Demikianlah Islam, rahmatan lil'alamiinnya akan mampu dirasakan ketika aturannya diterapkan secara sempurna.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama