Oleh: Desi Dwi A., SP (Aktivis Dakwah)
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah resmi dilantik, Minggu (20/10/2024). Tia Subekti, S.IP., M.A., dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) menyampaikan sejumlah harapan dan perhatian khususnya terkait dengan kebijakan ibu dan anak.
Dari beberapa riset yang telah dilakukan, Tia menekankan pentingnya perhatian serius dari pemerintah terhadap masalah gizi dan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Tia menyoroti program makan siang gratis sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki gizi anak-anak di Indonesia. Menurutnya, program ini baik namun ada aspek lain yang lebih mendesak.
“Pemerintah harus bisa lebih menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok yang bernilai gizi tinggi. Misalnya, menjaga kestabilan harga dan ketersediaan stok bahan pokok, sehingga tidak terjadi kelangkaan,” ujarnya.
Dia menekankan bagaimana Indonesia sebagai negara agraris seharusnya memiliki pasokan bahan pokok yang melimpah. Namun faktanya, masih sering terjadi kelangkaan bahan pokok, yang berakibat pada sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan gizi, terutama bagi anak-anak.
Selain isu gizi, Tia juga menyoroti meningkatnya kekerasan terhadap anak, yang marak dibicarakan di media sosial.
“Pemerintah perlu memiliki komitmen tinggi dalam menyediakan ruang publik yang aman dan ramah untuk perempuan dan anak,” ujarnya.
Tia menyayangkan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lembaga pendidikan, seperti sekolah, pondok pesantren, hingga di panti asuhan dan rumah. Karena itulah, perempuan alumni magister UGM ini menegaskan pemerintah harus memiliki instrumen untuk menangani masalah ini, baik melalui kebijakan tegas, pengawasan ketat hingga pemberian sanksi berat terhadap pelaku kekerasan.
Namun, hasil penelitian lapangan yang pernah dilakukan menunjukkan masih banyak lembaga yang belum memiliki mekanisme pengendalian atau pengaduan yang memadai jika terjadi kekerasan terhadap anak. Dari pemasalahan itu, Tia Subekti menekankan pentingnya langkah-langkah perihal gizi dan kekerasan pada anak untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Kesejahteraan Ibu dan Anak Tanggung Jawab Negara
Keluarga sebagai tempat bernaung ibu dan anak adalah institusi terkecil dalam sebuah masyarakat. Tercukupinya kebutuhan mereka sepintas adalah tugas suami sebagai pemimpin dan pencari nafkah. Namun tak bisa kita pungkiri sulitnya lapangan pekerjaan, gelombang PHK dan beratnya biaya hidup akibat tingginya harga barang kebutuhan, kesehatan dan pendidikan membuat para ayah kelimpungan dalam menafkahi keluarga.
Kondisi di atas menyebabkan para ayah mengalami stres tinggi di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Tak jarang imbasnya para anak tak lagi mendapat figur ayah secara utuh, para ibu juga kehilangan sosok suami penyayang dan pelindung.
Makin berat lagi jika ibu dipaksa harus turun tangan mencari nafkah karena tidak cukupnya penghasilan ayah. Dampaknya mereka harus meluangkan waktunya baik diluar maupun dalam rumah untuk bekerja sehingga menambah beban pikiran para ibu dan berdampak pada perhatianndan perawatan kepada anak.
Mungkin ada pernyataan bahwa banyak ibu bekerja, namun anak tetap mendapatkan haknya dari ibu. Memang bisa jadi demikian, namun pastinya beban para Ibu akan semakin berat baik secara fisik maupun psikologis.
Dalam hal ini saya sepakat dengan pernyataan akademisi dari UB tersebut bahwa pemerintah harus turun tangan dalam mewujudkan aksesibilitas terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Kesejahteraan ibu dan anak bukan hanya tanggung suami, namun justru negara. Karena kesejahteraan masyarakat erat kaitannya dengan politik ekonomi sebuah negara. Sedangkan politik ekonomi sebuah negara ditentukan oleh ideologi yang dianut oleh negara tersebut.
Negara seharusnya bertanggung jawab kepada kesejahteraan masyarakat dengan cara menjamin pemenuhan kebutuhan mendasar mereka. Memenuhi kebutuhan mendasar bukan dengan cara memberi makan siang gratis atau kredit perumahan rakyat dengan bunga ringan.
Pemenuhannya adalah dengan penyusunan berbagai regulasi yang mengatur pengelolaan kekayaan negara. Kemudahan akses kepada barang dan sarana pemuas kebutuhan masyarakat, termasuk tersedianya fasilitas kesehatan dan pendidikan secara cuma-cuma dan kemudahan akses kepada bahan pokok.
Tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai bagi para suami, juga pembangunan sarana transportasi yang murah dan lancar merupakan tugas negara pula demi mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak, bahkan keluarga.
Regulasi Islam dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga
Islam sebagai syariah yang paripurna tidak hanya mengatur amal seorang individu, namun juga mengharuskan negara membuat regulasi berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab memastikan terpenuhinya kebutuhan asasi masyarakat, menyelesaikan persengketaan yang terjadi di antara mereka, juga melindungi mereka dari serangan musuh. Kepala negaranya bertugas sebagai raain, yakni pelayan bagi masyarakat.
Syariah Islam menempatkan kewajiban menafkahi keluarga ada pada kaum laki-laki. Maka negara akan memberikan jenjang pendidikan yang memadai secara murah bahkan gratis sehingga para penanggung nafkah mampu memiliki kapasitas yang diperlukan dalam dunia kerja.
Dunia pendidikan juga disediakan bagi kaum wanita agar mereka memahami tugasnya sebagai seorang muslimah dan memiliki keahlian sesuai minat masing-masing. Apabila mereka ingin terjun ke dunia kerja tentu boleh asalkan mereka tetap melaksanakannya sesuai syariah Islam dan siapapun tidak diperkenankan mengeksploitasi kinerja mereka.
Dalam sistem ekonomi, Islam mengatur bahwa tidak semua kekayaan boleh dimiliki.individu. Ada harta milik negara yang diperuntukkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Juga ada harta milik umum yang dikelola oleh negara seperti barang tambang yang hasil pengelolaannya bisa dipergunakan untuk pembangunan fasilitas umum yang memadai seperti rumah sakit, jalan raya, universitas, sekolah dan sebagainya.
Sejarah mencatat bahwa dalam pemerintahan Islam, rumah-rumah sakit dibangun dan dibuka secara cuma-cuma bagi masyarakat. Awal abad VIII pada masa Dinasti Umayyah telah dibangun rumah sakit islam pertama yang disebut bimaristan. Disana diisolasi masyarakat yang terkena penyakit lepra untuk dirawat.
Masyarakat yang lemah karena kekurangan fisik ataupun tidak memiliki penanggung nafkah akan ditanggung oleh negara. Telah masyhur kisah Khalifah Umar yang memasak makanan untuk seorang ibu dan anak-anaknya karena kemiskinan yang menimpa mereka. Sistem pertanian dan peternakan juga akan dikembangkan sedemikian rupa dengan teknologi mutakhir sehingga negara bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri tanpa harus mengandalkan impor dari negara lain.
Apabila masih terjadi tindak pidana oleh atau kepada anak, maka Islam telah memiliki sistem.sanksi yang tegas dan tidak pandang bulu. Selama seseorang telah baligh, berapapun usianya, maka dia akan dikenakan sanksi yang tegas apabila telah terbukti bersalah. Khalifah Umar bin Khathab juga membatasi perjalanan jihad kaum laki-laki dalam meninggalkan keluarganya adalah 4 bulan. Kebijakan ini memungkinkan bagi para istri dan anak untuk tetap merasakan kehadiran suami dan ayah mereka di tengah kesibukan kaum lelaki berjihad dan menjaga negara.
Khatimah
Demikianlah gambaran regulasi dalam Islam yang terintegrasi dalam sebuah sistem ketatanegaraan yang khusus dan berlandaskan syariah Islam kafah. Regulasi ini tentu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, melainkan satu kesatuan dalam penerapan sistem politik dalam negeri dan politik luar negeri Islam.
Menjadi tugas kita sebagai muslimah dan kaum intelektual untuk memberikan pemahaman utuh tentang Islam kepada masyarakat. Agar mereka memahami Islam secara utuh dan benar. Menanamkan kerinduan umat kepada penerapan syariat Islam, serta mengajak mereka untuk berjuang bersama mewujudkannya.
Allahu a'lam