Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Hajatan besar demokrasi yaitu pemilu di negeri ini sudah berlalu, kini presiden dan wakil presiden terpilih sudah dilantik dan mulai berkuasa. Langkah awal yang dilakukan oleh Prabowo sebagai presiden yaitu melakukan retreat kabinet merah putih yang dilaksanakan di Akmil Magelang. Pelaksanaan retreat itu bukan tanpa alasan, namun benarkah retreat tersebut memberikan manfaat untuk rakyat?
Dilansir dari Liputan6.com, (28-10-2024), menurut Prabowo, retreat Kabinet Merah Putih di Akmil Magelang dilakukan karena pentingnya bonding serta team building yang sangat dibutuhkan di setiap usaha. Retreat tersebut dilaksanakan pada tanggal 24-27 Oktober 2024. Retreat juga dilakukan untuk membentuk tim sehat, team work tokoh-tokoh elite, tokoh-tokoh politik, dan tokoh-tokoh kemasyarakatan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, retreat Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Magelang, semakin memperjelas orientasi pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurutnya, acara retreat keren banget, sangat menyenangkan, dan menggembirakan. Retreat ini menambah kejelasan visi, misi, dan tujuan serta orientasi pemerintahan yang dipimpin Pak Prabowo. Orientasi pemerintahan Prabowo-Gibran berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan kemandirian bangsa. (Cnnindonesia.com, 27-10-2024)
Selain retreat yang dilakukan, Kabinet Merah Putih (KMP) dibentuk dengan spirit bagi-bagi kue kekuasaan dan tukar guling jabatan antara parpol (Golkar dan Gerindra). Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang mengakui adanya tukar guling jabatan dengan Partai Gerindra. Dalam Kabinet Merah Putih, kader-kader Partai Golkar mengisi delapan kursi menteri dan tiga kursi wakil menteri. Sebagai gantinya, kader Partai Gerindra bisa menduduki kursi Ketua MPR RI. (Tirto.id, 21-10-2024)
Retreat Pejabat untuk Siapa?
Rakyat bukan hanya butuh pejabat yang disiplin dan sinergi tapi harus punya harus memiliki visi baru untuk perubahan. Bukan hanya sekadar perubahan, tapi perubahan yang hakiki. Pertanyaannya, mungkinkah terwujud perubahan hakiki, terwujud keadilan dan kesejahteraan sepanjang yang diterapkan masih sistem sekuler demokrasi kapitalisme? Apalagi di sistem demokrasi-sekuler dalam mengisi jabatan kursi pemerintahan seperti bagi-bagi kue kekuasaan, bukan berdasarkan integritas dan profesionalitas.
Padahal, jabatan dalam pemerintahan harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas dan profesionalitas agar amanah dan bisa melayani rakyat dengan baik. Akan tetapi, orangnya baik memiliki kredibilitas dan profesionalitas tinggi saja tidak cukup jika sistem yang digunakan cacat bawaan, rusak dan merusak. Maka, yang dibutuhkan bukan hanya pergantian orang setiap lima tahun sekali tapi juga pergantian sistem yang digunakan.
Terbukti, beberapa kali pemilu diselenggarakan di negeri ini dan sudah sering berganti pemimpin nyatanya tak membawa perubahan yang signifikan. Kemiskinan, pengangguran, PHK, dekadensi moral, utang yang tinggi, dan sekelumit masalah lainnya masih menghantui negeri ini. Artinya, sistem yang ada belum mampu mengurai benang kusut permasalahan yang terjadi. Bahkan, sistem kapitalisme itu sendiri biang masalah di negeri ini.
Kesenjangan antara si miskin dan si kaya kian menganga, kesejahteraan jauh panggang dari api padahal Indonesia negara yang memiliki SDA yang melimpah. Sayangnya, SDA yang ada tak bisa dinikmati oleh rakyat melainkan oleh korporat. Emas, nikel, batu bara misalnya dimiliki oleh asing dan aseng. Sementara rakyat, hanya didekati saat ada maunya setiap menjelang pemilu lima tahun sekali.
Pejabat dalam Islam
Berbanding terbalik dengan Islam, pemimpin dekat dengan rakyat bukan hanya sekadar untuk pencitraan semata atau saat pemilu saja. Hubungan antara rakyat dan pejabat atau pemimpin ibarat tuan dengan pelayan. Bukan rakyat yang menjadi pelayan melainkan pejabat yang menjadi pelayan kebutuhan rakyat. Karena sejatinya pemimpin atau pejabat dipilih untuk melayani rakyat.
Pemimpin dalam Islam melayani rakyat atas spirit iman dan takwa, semata ibadah meraih pahala dan rida Allah. Pemimpin dalam Islam sadar betul bahwa apa yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Oleh karena itu, pemimpin akan menjaga amanah dalam melayani rakyat hingga kesejahteraan bisa dirasakan oleh rakyat. Bukan hanya rakyat muslim, rakyat nonmuslim pun dijamin dalam Islam.
Pejabat dalam Islam, dipilih untuk membantu pelaksanaan tugas khalifah. Mereka dipilih berdasarkan integritas yang tinggi yaitu memiliki kepribadian Islam dan kapabilitas yang jauh dari konflik kepentingan. Selain itu, Islam tidak bertumpu pada perubahan atau pergantian orang melainkan sistem yang digunakan. Sistem yang diterapkan harus berdasar wahyu Allah dan pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Sistem ini mengikat semua pihak, baik pejabat, aparat, maupun rakyat. Penerapan aturan Allah akan menjadikan kehidupan sejahtera dan rahmat bagi seluruh alam terwujud. Bukan kesejahteraan bagi segelintir orang, kelompok, elit politik tertentu, atau para korporat. Di mana ada syariat di situ akan ada maslahat. Sudah terbukti di masa keemasan Islam, rakyat sejahtera bukan hanya muslim tapi juga nonmuslim.
Sebagai bukti, sejarah yang ditulis oleh orang nonmuslim. Contoh Will Durant, seorang sejarawan Barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, dinyatakan, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Dr. Musthafa as-Siba’i dalam kitab Min Rawa’i Hadhratina memuat perkataan sejumlah tokoh dalam mengomentari tentang peradaban Islam maupun Barat. Montgomery Watt mengungkapkan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.” Hal yang sama pernah dikatakan oleh Barack Obama, “Peradaban Barat berhutang besar pada Islam.” Allahua'lam bishawab.