By: Ummu Faaza
Lagi dan lagi kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa terjadi di negeri ini. Mengutip dari portal detik.com, mahasiswi semester 5 Universitas Ciputra (UC) Surabaya, SN nekat bunuh diri dengan melompat dari lantai 22 kampus di kawasan Citraland, Sambikerep, Surabaya. Sebelum mengakhiri hidup, ia sempat menuliskan pesan terakhir pada sahabat hingga kekasihnya. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 05.50 WIB. Warga Menganti, Gresik ini menaiki motor sebelum menuju gedung lokasi bunuh diri.
Kapolsek Lakarsantri Kompol M Akhyar mengatakan sebelum melakukan bunuh diri, korban sempat mengirim pesan WhatsApp kepada sahabat dan kekasihnya. Chat tersebut berisi pesan terakhir korban."Ada pesan terakhir yang dikirim korban kepada sahabatnya. Hal itu menguatkan bahwa korban memang melakukan bunuh diri dengan lompat dari lantai 22 Gedung Universitas Ciputra," jelas Akhyar, Rabu (18/9/2024).
Krisis Mental di Kalangan Mahasiswa
Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa dan remaja di Indonesia semakin mendesak. Bunuh diri di kalangan mahasiswa bukan hanya merupakan tragedi individu, tetapi juga mencerminkan kekurangan dalam dukungan kesehatan mental di lingkungan pendidikan. Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa sering kali dipicu oleh berbagai faktor, termasuk tekanan akademik, kesulitan finansial, masalah pribadi, dan kurangnya dukungan sosial. Studi menunjukkan bahwa mahasiswa yang menghadapi stres berat cenderung mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan, yang dapat berujung pada bunuh diri jika tidak ditangani dengan baik.
Mahasiswa seringkali menghadapi berbagai tekanan yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Menurut Handbook of Psychiatric Classification” yang ditulis oleh Michael B. First dan Allan Tasman adalah buku yang mendalam mengenai klasifikasi gangguan mental diantaranya: Gangguan Mood: Menjelaskan detail tentang gangguan seperti gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar, termasuk kriteria diagnostik dan perbedaan antara gangguan. Gangguan Kecemasan: Menjelaskan gangguan kecemasan umum, gangguan panik, dan fobia, serta kriteria diagnostik dan pendekatan perawatan. Gangguan Obsesif-Kompulsif dan Relatif: Menyajikan klasifikasi OCD, gangguan stres pascatrauma, dan gangguan terkait. Gangguan Psikotik: Diskusi mengenai skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya, termasuk kriteria dan terapi. Gangguan Makan: Menjelaskan anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan lainnya dengan fokus pada klasifikasi dan perawatan. Gangguan Kepribadian: Menguraikan berbagai gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian borderline dan antisosial.
Menilik dari ahlinya kita pahami bersama bahwa Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa dapat berupa :1. Depresi: Gangguan mood yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya menyenangkan, dan gangguan tidur atau nafsu makan. Depresi dapat membuat mahasiswa merasa terasing dan tidak berdaya. 2. Kecemasan: Perasaan cemas berlebihan atau kekhawatiran yang tidak proporsional terhadap situasi tertentu, seperti ujian atau presentasi, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkonsentrasi dan berfungsi sehari-hari. 3. Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD): Terjadi setelah mengalami peristiwa traumatis. Mahasiswa yang mengalami trauma, seperti kekerasan atau kecelakaan, mungkin mengalami kilas balik atau mimpi buruk. 4. Gangguan Makan: Kondisi seperti anoreksia, bulimia, atau gangguan makan berlebihan yang sering terkait dengan tekanan untuk mencapai standar tubuh tertentu atau stres. 5. Gangguan Tidur: Masalah tidur seperti insomnia atau gangguan tidur lainnya dapat memperburuk kondisi mental dan fisik mahasiswa.
Banyaknya masalah kesehatan mental Mahasiswa ini, secara spesifik para ahli Berat pun menulis berbagai buku yang oleh sebagian kalangan dijadikan sebagai rujukan, diantaranya “Mental Health and Well-Being in Higher Education: A Practical Guide” David G. P. Mulder dan Chris H. R. Cameron yang memberikan panduan praktis tentang kesehatan mental dan kesejahteraan di pendidikan tinggi, termasuk strategi untuk mengatasi krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Selain itu Darlene Lancer juga menulis panduan lengkap untuk mahasiswa tentang bagaimana mengelola emosi dan kesehatan mental mereka selama masa kuliah dalam bukunya “The College Student’s Guide to Mental Health: Managing Your Emotions and Your Life”
Edmund J. Bourne dalam bukunya “The Anxiety and Phobia Workbook” menuliskan buku meskipun bukan khusus untuk mahasiswa, buku ini memberikan wawasan dan teknik untuk mengelola kecemasan dan fobia yang sering dialami oleh mahasiswa.
Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa dan Pelajar di Indonesia
Menurut data dari Kementerian Kesehatan dan beberapa sumber penelitian, berikut adalah angka bunuh diri di kalangan mahasiswa, remaja, dan anak-anak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir: Tahun 2020: Jumlah Bunuh Diri Mahasiswa: Sekitar 50 kasus dilaporkan. Jumlah Bunuh Diri Remaja dan Anak: Data menunjukkan bahwa sekitar 500 kasus bunuh diri terjadi di kalangan remaja dan anak-anak. Tahun 2021 meningkat menjadi sekitar 60 kasus. Sedangkan Jumlah Bunuh Diri Remaja dan Anak sekitar 550 kasus. Tahun 2022 Jumlah Bunuh Diri Mahasiswa: Sekitar 65 kasus. Jumlah Bunuh Diri Remaja dan Anak: Meningkat menjadi sekitar 600 kasus. Tahun 2023 Jumlah Bunuh Diri Mahasiswa Diperkirakan mencapai 70 kasus. Jumlah Bunuh Diri Remaja dan Anak: Sekitar 650 kasus.
Data tersebut menunjukkan adanya tren peningkatan jumlah kasus bunuh diri, baik di kalangan mahasiswa maupun remaja dan anak-anak. Peningkatan ini mengindikasikan perlunya perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan mental di kalangan kelompok ini.
Faktor-Faktor Penyebab
Beberapa faktor penyebab bunuh diri di kalangan mahasiswa antara lain:
Tekanan Akademik
Beban akademik yang berat seringkali menjadi faktor utama. Mahasiswa yang menghadapi tekanan untuk mencapai hasil akademik tinggi tanpa dukungan yang memadai dapat mengalami stres berat.
Masalah Finansial
Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan finansial untuk pendidikan dan kehidupan sehari-hari dapat menambah beban mental mahasiswa.
Kurangnya Dukungan Sosial
Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan teman, keluarga, atau dosen dapat memperburuk keadaan mental mahasiswa.
Gangguan Kesehatan Mental
Gangguan seperti depresi dan kecemasan seringkali tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan yang memadai. Tidak terdeteksinya depresi itu bisa di akibatkan juga adanya bullying yang semakin tidak terselesaikan di negeri ini. Sehingga gangguan kesehatan mental terus meningkat.
Layanan Kesehatan Mental Dalam Islam
Pada masa kekhilafan Islam, layanan kesehatan mental telah ada dalam bentuk yang sesuai dengan pemahaman dan praktik medis pada masa itu. Berikut adalah beberapa aspek layanan kesehatan mental yang diterapkan selama masa kekhilafan Islam:
1. Pengobatan dan Konsultasi oleh Dokter
Pada masa kekhilafan Islam, terutama pada era Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, dokter Islam sangat memperhatikan aspek kesehatan mental. Banyak dokter pada masa itu, seperti Ibnu Sina (Avicenna) dan Ar-Razi (Rhazes), menulis tentang kesehatan mental dalam karya-karya mereka. Mereka membahas berbagai gangguan mental dan memberikan metode pengobatan yang mencakup pendekatan medis dan psikologis.
Ibnu Sina dalam buku terkenalnya, “Al-Qanun fi al-Tibb”, menjelaskan berbagai kondisi mental dan metode perawatan yang mencakup penggunaan obat-obatan serta teknik psikoterapi.
Ar-Razi juga menulis tentang gangguan mental dalam karyanya, “Al-Hawi” yang mencakup panduan untuk diagnosis dan pengobatan masalah psikologis.
2. Penggunaan Metode Terapi
Dokter Muslim pada masa itu menggunakan berbagai metode terapi untuk mengatasi masalah kesehatan mental, termasuk:
Konseling dan Pengajaran. Dokter memberikan nasihat dan konseling untuk mengatasi stres dan kecemasan.
Terapi Lingkungan: Pengaturan lingkungan yang tenang dan kondusif, seperti taman-taman di rumah sakit, digunakan untuk membantu pemulihan pasien mental.
Pengobatan Herbal, Penggunaan ramuan herbal yang dianggap memiliki efek menenangkan dan membantu mengatasi gangguan mental.
3. Pendekatan Spiritual
Pendekatan spiritual juga dianggap penting dalam perawatan kesehatan mental, dengan keyakinan bahwa berzikir dan berdoa dapat membantu menenangkan jiwa dan mengatasi kecemasan.
sebagaimana Allah berfirman:
"أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"Ingatlah, hanya dengan berdzikr kepada Allah-lah hati menjadi tenteram."( Ar-Ra'd: 28). 4. Terlibat dalam aktivitas sosial , seperti shalat berjamaah dan sibuk di majelis ilmu, dianggap sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional.
Menegakkan keadilan dalam kesempatan pendidikan, pekerjaan, dan layanan sosial untuk memastikan semua individu mendapatkan hak dan dukungan yang sama.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ”
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak hukum karena Allah, sebagai saksi yang adil." (An-Nisa: 135)
Rumah Sakit dan Institusi
Beberapa rumah sakit pada masa kekhilafan Islam, terutama pada era Abbasiyah, memiliki bagian khusus untuk perawatan pasien dengan gangguan mental.
Catatan Sejarah Rumah Sakit Islam
Rumah sakit Bimaristan adalah contoh institusi yang menyediakan perawatan bagi orang-orang dengan masalah kesehatan mental. Secara detail Bimaristan adalah istilah yang berasal dari bahasa Persia, yaitu “bimar" yang berarti "penyakit" atau "sakit" dan “stan"yang berarti "tempat" atau "lokasi". Jadi, Bimaristan secara harfiah berarti "tempat untuk orang sakit" atau “rumah sakit"
Dalam konteks sejarah Islam, Bimaristan merujuk pada institusi medis yang menyediakan layanan perawatan kesehatan, baik untuk penyakit fisik maupun gangguan mental. Ini merupakan pusat kesehatan yang menggabungkan pengobatan medis dan aspek sosial dalam perawatan pasien. Institusi ini berfungsi tidak hanya sebagai tempat perawatan medis tetapi juga sebagai pusat untuk penelitian dan pendidikan dalam ilmu kesehatan.
Fungsi dan Pelayanan Bimaristan
- Perawatan Medis, Bimaristan menyediakan perawatan untuk berbagai jenis penyakit, termasuk penyakit fisik dan gangguan mental. Ini melibatkan penggunaan obat-obatan, terapi, dan teknik pengobatan yang canggih pada masa itu.
- Perawatan Kesehatan Mental, Beberapa Bimaristan memiliki bagian khusus untuk perawatan gangguan mental. Mereka menggunakan pendekatan terapeutik yang mencakup konseling, terapi lingkungan, dan perawatan medis.
- Pendidikan dan Penelitian, Bimaristan seringkali berfungsi sebagai pusat pendidikan untuk dokter dan praktisi medis. Mereka juga melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang kedokteran.
- Kegiatan Sosial dan Spiritual, Bimaristan menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman, seringkali dikelilingi taman dan area rekreasi, untuk membantu proses penyembuhan. Mereka juga menyelenggarakan kegiatan keagamaan dan sosial.
Penutup
Selama masa kekhilafan Islam, layanan kesehatan mental sudah ada dan berkembang dengan menggabungkan pendekatan medis dan spiritual. Para ilmuwan dan dokter Islam pada masa itu memberikan perhatian serius terhadap kesehatan mental dengan menggunakan metode terapi, pengobatan herbal, dan konseling. Institusi seperti Bimaristan juga berperan penting dalam merawat pasien dengan gangguan mental, menegaskan bahwa perhatian terhadap kesehatan mental merupakan bagian integral dari sistem kesehatan Islam pada masa itu.[]