Oleh: Ummu Faiz (Praktisi Pendidikan)
Proyek Food estate atau lumbung pangan skala besar dinilai gagal mewujudkan ketahanan pangan. Beberapa daerah harus babak belur karena terjadi perampasan lahan dan kerusakan lingkungan akibat proyek ini, namun proyek ini tetap saja dilanjutkan.
Proyek Strategis Nasional (PSN) kini juga menyerbu Merauke Papua Selatan dengan dalih untuk mengatasi krisis pangan. Ada proyek tebu dan bioethanol 2 juta hectare, lalu menyusul pengembangan pangan skala besar atau food estate cetak sawah baru satu juta hektar.
Koordinator FIAN Indonesia Marthin Hadiwinata mengatakan sistem pertanian dengan model food estate hanya menguntungkan korporasi, dan akan memberikan dampak buruk terhadap sistem pertanian pangan lokal. Petani dan masyarakat adat akan kehilangan tugas dan fungsinya sebagai produsen pangan lokal dan akan digantikan dengan korporasi.
Sekretaris Jenderal konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Sartika mengatakan pemerintah tidak kapok-kapok dalam membangun kembali sistem pertanian menggunakan model food estate Yang sudah terbukti berulang kali mengalami kegagalan.Sartika mengatakan food estate Merauke akan mengulang kesalahan yang sama.
Pada tahun 2010, program food estate dengan nama Integrated food ang Energy Estate (MIFEE) dibuat di Merauke dengan memanfaatkan lahan seluas 1,2 juta hectare, mengalami kegagalan karena Sebagian wilayah merupakan lahan gambut.
Tahun 2011, proyek food estate dengan nama Delta Kayan Food Estate (DeKaVe) dengan memanfaatkan lahan seluas 50.000 hektar di Bulungan Kalimantan Utara untuk menanam kedelai, jagung, kopi, sawit, cabe, cokelat, kelapa juga mengalami kegagalan karena sering terjadi banjir.
Tahun 2021 pemerintah kembali membuka food estate di Gunung Mas Kalimantan Tengah dengan menggunakan tanah seluas 31.000 hektar untuk menanam gandum dan singkong. Proyek ini juga mengalami kegagalan karena karena tidak memiliki kajian lingkungan yang maksimal dan berkobflk dengan masayarakat (www.mongabay.co.id 16/10/24)
Pembangunan dalam sistem kapitalisme bukan untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan korporasi dan oligarki. Maka wajar jika muncul berbagai macam masalah akibat deforestasi atau penebangan hutan secara besar-besaran dan cepat untuk membuka lahan pertanian, terjadi pembakaran hutan dan lahan, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan dan mendatangkan berbagai bencana dan merampas ruang hidup masyarakat, akibatnya proyek ini sering memunculkan konflik dengan masyarakat setempat.
Dalam sistem kapitalis, negara hanya berperan sebagai regulator untuk memuluskan bisnis dan kepentingan kapitalis korporasi. Korporasi diberi ruang atau kebebasan untuk menguasai dan merampas Sumber Daya Alam termasuk lahan. Lahan food estet yang sudah dibuka dan gagal dibangun akan digunakan oleh para korporat untuk memperluas usaha perkebunan sawit sawit.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki konsep bahwa pembangunan dilakukan untuk kepentingan rakyat, dalam pengurusan negara memiliki konsep mafhum ra’awiyah (mengurus rakyat), sebagai amanah yang kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah swt.
Pembangunan dalam Islam termasuk pembangunan ketahan pangan akan memperhatikan berbagai aspek seperti kelestarian lingkungan hidup, keseimbangn alam, kestabilan kehidupan social dan sebaginya. Proyek pembangunan lumbung pangan berhubungan dengan penyediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat yang menjadi tanggung jawab negara untuk mewujudkannya.
Dalam sistem Islam negara memiliki kemandirian dalam mewujudkan ketahan pangan. Tidak tergantung pada pihak swasta apalagi asing. Untuk meningkatkan produksi pertanian negara boleh melakukan ekstensifikasi pertanian, namun akan tetap memperhatikan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sehingga tidak berdampak kepada terjadinya kerusakan lingkungan dan terjadinya bencana alam.
Syariat Islam menetapkan bahwa tanah memiliki tiga status kepemilikan yaitu tanah individu, yaitu tanah yang boleh dimiliki individu seperti tanah pertanian, tanga milik negara, dan tanah milik umum yaitu tanah yang mengandung harta milik umum (seluruh rakyat). Hutan termasuk tanah milik umum sehingga negara tidak boleh memberikan izin konsesi kepada pihak swasta.
Untuk mewujudkan ketahan pangan negara akan memberikan berbagai hal yang dibutuhkan oleh petani seperti modal, sarana prasarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan juga infrastruktur pendukung secara murah bahkan gratis sehingga petani akan produktif dan tidak terbebani biaya produksi pertanian yang sangat mahal seperti dalam sistem kapitalis saat ini.
Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam Daulah Khilafah Islamiyah akan terwujud ketahanan dan lumbung pangan. Seluruh individu rakyat akan hidup sejahtera. Wallahu a’lam bi ash-shawab.