Benarkah Intoleransi Di Indonesia, Merusak Hak Umat Beragama Lain?




 Oleh: Khusnul 

Pelaksana harian (Plh) Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menilai, penolakan pendirian Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, oleh sekelompok masyarakat di Parepare, Sulawesi Selatan, mencederai semangat toleransi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. (beritasatu.com, 29/9/24) 

Alasannya, kata dia, setiap warga negara Indonesia seharusnya bebas mendirikan lembaga pendidikan berbasis agama yang telah diakui, selama memenuhi persyaratan administratif yang berlaku. “Peristiwa ini merupakan tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia,” kata Siti dalam keterangan tertulis resmi di Jakarta, Kamis. (barometer.co.id, 26/9/24) 

Video seorang perempuan mengamuk di sebuah kompleks perumahan di Kota Bekasi, Jawa Barat viral di media sosial. Perempuan itu tidak terima dengan tetangganya umat Kristiani yang beribadah di salah satu rumah. Tampak, perempuan berjilbab kuning yang diduga Aparatur Sipil Negara (ASN) itu marah-marah kepada sekelompok orang. (inews.id, 26/924) 

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menyatakan insiden penolakan sekolah Kristen di Parepare tersebut menandakan bahwa level toleransi paling rendah sekalipun belum terpenuhi di wilayah itu dan semestinya tidak dibiarkan oleh pemerintah setempat. Aksi demo penolakan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare terjadi pada Jumat (06/10). Massa yang datang berdemo berasal dari sekelompok warga dan ormas Islam. (bbc.com, 13/10/23) 

Dari berita yang ada di atas kita bisa melihat bahwa saat ini Istilah intoleransi terus digaungkan di negeri ini. Seolah-olah negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini sedang diancam oleh penyakit intoleransi. Padahal kondisinya tidak seekstrim itu, yang nampak itu hanyalah segelintir permasalahan yg sedang terjadi. Dengan adanya gaung yang besar serasa masalah itu terjadi disetiap wilayah Indonesia saat ini. Parahnya, sering kali label intoleran ini disematkan hanya pada umat Islam. Sementara di sisi lain, perilaku intoleran yang nyata-nyata menghalangi umat Islam melaksanakan ajaran agamanya, para pelakunya tidak disebut intoleran. Ini adalah kondisi yang sengaja diputar balikkan agar memberikan citra negatif pada umat Islam. 

Sedangkan untuk pelaku yang sesungguhnya, melakukan tindakan intoleransi malah dilindungi dan dibiarkan begitu saja. Kalau kita mau telusuri lebih dalam lagi sebenarnya ada intoleransi yg itu menimpa umat Islam dan malah tidak ditangani. Misalnya, Pelarangan kerudung di Bali, atau pengrusakan masjid di Papua. Apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini, kenapa bisa demikian? Nah ini yang harusnya kita cermati, jangan hanya termakan isu langsung memberikan label intoleransi padahal itu bukan akar masalahnya. 
 
Hal ini terjadi karena definisi toleransi mengacu kepada definisi global, padahal dalam Islam jelas ada definisi sendiri, yang itu berbeda dengan definisi global. Dalam definisi global toleransi sendiri seringkali menuju pada sinkretisme agama yang mencampuradukkan semua ajaran agama, atau menganggap semua agama sama. Dan yang diharapkan adalah seorang muslim yang mereka sangat toleran dengan nilai-nilai ajaran barat, yaitu sekularisme, pluralisme, demokrasi, feminim, liberal dan lain sebagainya. Sedang dalam Islam yang di maksud toleransi adalah membiarkan orang yang beragama lain untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya, bukan mencampur adukkan semua ajaran agama. 

Dan ini sudah dipraktekkan dengan baik ketika Daulah Islamiyyah tegak berdiri, dan dilanjutkan pada kekhilafahan berikutnya. Ternyata ini membawa kesejahteraan yang sudah terbukti pada masa dulu umat Islam hidup berdampingan dengan masyarakat non muslim dan tidak ada kesenjangan bahkan sangat harmonis. Bahkan tidak ada pula istilahnya terjadi kesenjangan karena kasus intoleransi dengan umat agama lain.

Persoalan ini terjadi ketika negara tidak hadir sebagai pelindung (ro'in) bagi rakyatnya. Negara justru membuka kran liberalisasi akidah dan membiarkan terjadinya pemurtadan secara massif. Apalagi negara justru mengacu kepada definisi yang digunakan global, yaitu menganggap semua agama sama, hingga sampai tataran mencampur adukkan semua ajaran agama. 

Akibatnya Banyak organisasi, sekolah juga individu muslim yang taat justru dituduh radikal. Ini yang terjadi dalam beberapa kasus di negri ini, bahkan negara sendiri juga bersikap intoleran terhadap umat Islam. Inilah ironi di negeri berpenduduk mayoritas muslim yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis sekuler. Dimana mereka lebih mengagung-agungkan ajaran demokrasi kapitalisme dibandingkan ajaran Islam yang kaffah. Sehingga kasus toleransi yang harusnya tidak ada masalah, dijadikan masalah dan akhirnya menyudutkan kaum Muslim. Sampai-sampai orang Islam yang dicap intoleran. 

Padahal Islam memiliki definisi toleransi sesuai tuntunan Allah dan RasulNya, dan inilah yang harus diamalkan. Tapi kenyataannya orang Islam justru tidak menggunakan definisi toleransi yg berasal dari Islam, mereka memilih menggunakan definisi global yang sarat dengan kepentingan kapitalis sekuler. Masalah ini semakin parah dengan ketiadaan negara yang menerapkan syariat Islam yang akan berperan sebagai junnah atau pelindung bagi kaum muslimin. 

Walhasil hal ini menjadikan umat Islam menjadi sasaran musuh-musuh Islam, dan disaat yang sama mereka tidak merasa bangga dengan Islam sehingga mereka merasa jadi pihak yang tersalah. Selain itu umat Islam pun banyak yang tidak memahami tuntunan Islam ini, dan ketika mereka di ingatkan oleh saudaranya pun menolak karena merasa saudaranya ikut campur dalam masalah pribadinya yaitu berkaitan dengan keyakinannya. Inilah kondisi parah yang dihadapi umat islam ketika tidak ada negara yang menerapkan hukum syara'. 

Oleh karena itu saat ini menjadi kebutuhan untuk menyadarkan umat akan kebutuhan tegaknya Khilafah sebagai junnah. Dan negara itulah yang nantinya akan melindungi umat Islam secara keseluruhan dan secara sistematis. Umat Islam akan kembali menjadi umat terbaik dan menjadi umat yang satu. 

Dan untuk memahamkan umat dibutuhkan adanya kelompok dakwah ideologis yang akan terus menerus mengawal umat dan berjuang bersama menegakkan khilafah Islamiyyah. Sehingga kondisi umat yang merosot dan jauh dari pemahaman islam kaffah bisa diperbaiki. Dari situlah maka saatnya umat bersatu dalam satu barisan bersama kelompok ini untuk menyadarkan umat akan pentingnya keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama