Tiga Hal yang Tidak Boleh Dilakukan dalam Toleransi

 



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


Diketahui bahwa Uskup Roma Paus Fransiskus sedang berada di Indonesia untuk kunjungan apostoliknya pada Rabu-Jumat, 3-6 September 2024. Pimpinan Gereja Katolik Dunia itu melakukan rangkaian perjalanan religinya ke Asia dan Pasifik.


Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menyebutkan kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi bukti bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dengan Vatikan terjalin erat. Yaqut menyebutkan bahwa kunjungan ini mengandung arti yang mendalam. Kehadiran Paus di Indonesia mencerminkan pesan kebersamaan dalam perbedaan. 


Toleransi di Indonesia 


Mengutip dari laman kemenag.go.id, Kementerian Agama mencanangkan Tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi. Jajak Pendapat Litbang “Kompas” dalam rangka Hari Toleransi Internasional 16 November 2022 dapat kita jadikan acuan, jawaban  72,6 persen responden menilai masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi. Namun tantangannya, untuk menjaganya juga dinilai tidak ringan, terutama toleransi beragama dan toleransi politik yang senantiasa berpotensi menggerus kohesi kebangsaan kita.


Sebanyak 47,6 persen responden menyampaikan pendapatnya bahwa toleransi beragama perlu ditingkatkan kembali sikap tenggang rasa dan toleransinya. Tiga perempat respondens (77,8 persen) pesimis toleransi politik kita akan membaik dalam tahun politik ini. Kekhawatiran terbesar (22 persen) dipicu oleh maraknya perilaku politisi yang menggunakan isu identitas sebagai obyek politik (Kompas, 14/11/2022).


Sebenarnya sebagai umat Islam bagaimana sikap kita dalam memandang toleransi ini?


Ada dua hal yang salah kaprah di masyarakat dalam memahami toleransi, yaitu 


1)  Kita masih sering memahami toleransi sebagai sikap memberikan kelonggaran terhadap orang lain untuk melaksanakan tugas/pekerjaannya, walaupun sebenarnya tidak boleh lagi. Toleran berarti bertindak di luar ketentuan demi orang lain.


Contohnya, masih sering kita temui para karyawan memakai pakaian Santa Claus di bulan Desember. Umat Islam ikut merayakan hari besar agama lain demi bisa dibilang toleransi. 


2) Kita juga menemukan toleransi dalam pengertian menerima dan membiarkan sesuatu ada, selama kita tidak berdaya meniadakan atau mengubahnya. Dasarnya sama, yakni bahwa sesuatu itu semestinya tidak boleh ada. Namun, selama kita tidak berdaya meniadakannya, kita mentolerirnya.


Contohnya, yang paling sering kita temui adalah pacaran, bahkan toleransi kebablasan menyebabkan banyak yang hamil di luar nikah. Dsb - dsb.


Ustadz Ismail Yusanto dalam vlognya menjelaskan kepada kita, bahwa ada tiga hal yang tidak boleh dilakukan dalam toleransi, yaitu: 


Pertama, tidak boleh menyatakan semua agama sama. 


Ada netizen yang berkomentar disebuah sosial media, jangan sok bucin terhadap agama. Lhoh lhoh, bagaimana kita tidak bucin terhadap agama kita. Karena agama inilah yang akan menyelamatkan kita di yaumil hisab nanti. Apalagi jelas-jelas Allah firmankan bahwa hanya Islam agama yang diridai, seperti dalam QS. Al Maidah ayat 3, yang berbunyi: 


اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ 


Artinya: Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. 


Kedua, toleransi bukan partisipasi. Kita tidak usah ikut-ikutan heboh hingga berurai airmata seperti ketika Paus Fransiskus hadir. Ataupun dalam perayaan hari raya agama lain. Karena kita dilarang bertasyabuh/menyerupai agama lain. 


Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)


Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا


“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).


Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,


أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ


“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).


Ketiga, toleransi jangan kebablasan. Toleransi yang salah kaprah hingga berkasih sayang dengan orang kafir, bergandengan mesra bahkan saling mencium. Sebaliknya, memusuhi sebagian umat Islam sendiri, bahkan mengusir dan membubarkan pengajian. Allah sudah banyak memperingatkan kita dalam ayat-ayat Alquran.


Allah Ta’ala berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia” (QS. Al Mumtahanah : 1)


Allah Ta’ala berfirman tentang bapak para nabi, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,


دْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ


“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami ingkar kepadamu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah semata” (QS. Al Mumtahanah : 4).[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama