Saat Naluri Ibu Tersayat-sayat

 



Oleh: Maya Issama F (Aktivis Dakwah)


Tak terhitung lagi kasus ibu membuang bayinya, membunuh, ataupun menjualnya. Tidak hanya bayi, bahkan tidak sedikit remaja pun menjadi korban dari perlakuan ibunya. Pada tanggal 26 Agustus 2024 dilaporkan ke polisi seorang remaja putri berinisial T telah dicabuli oleh kepala sekolahnya yang berinisial J. Mirisnya ternyata pencabulan itu sudah dilakukan berkali-kali. Lebih parah lagi bahwa Ibu remaja T itu lah yang mengantarkan putrinya ke rumah kepala sekolah atau ke hotel tempat pencabulan. (kumparan.com, 01/09/2024)


Sungguh tragis bagaimana bisa ibu yang seharusnya menjadi naungan ternyaman bagi anaknya, sosok yang selalu mengguyur cinta pada anaknya, justru yang terjadi sebaliknya.


Tanpa bermaksud membela para pelaku, namun jika dilihat dengan lebih jeli kasus demi kasus, tidak hanya satu dua namun sudah jamak terjadi kasus seperti itu, maka akan nampak jelas bahwa ini bukan kejahatan personal semata.


Kejahatan ibu tidak bisa dilepaskan dari kejahatan negara yang telah abai dalam membentuk ketaqwaan rakyatnya sehingga banyak yang terjerumus melakukan kejahatan-kejahatan baik secara sadar maupun tidak. Selain itu negara juga lalai dalam memenuhi kebutuhan warga negara sehingga tidak sedikit yang kemudian depresi menghadapi tuntutan kebutuhan hidup. Negara cenderung membiarkan kesenjangan sosial tumbuh subur dan  keegoisan merebak. Hal ini lumrah terjadi dalam negara yang berasaskan sekuler kapitalisme, dimana ekonomi dijadikan bebas layaknya hukum hutan rimba, yang kuat yang bertahan. Lebih dari itu negara juga tidak menjaga jiwa dan kehormatan dengan sungguh-sungguh. Hal itu nampak salah satunya dari sanksi yang diberikan kepada para pelaku pencabulan, pembunuh, dan lain-lain. Sanksi yang diberikan tidak membuat jera calon-calon pelaku lainnya. Sanksi itu juga sangat tidak sepadan dengan dampak yang ditanggung oleh korban dan keluarganya.


Jauh sebelum terjadi perdebatan tentang bagaimana menyelesaikan masalah generasi dan keluarga seperti yang dialami remaja berinisial T ini, Islam telah datang memberikan solusi yang mampu menyelesaikan masalah ini dengan tuntas.


Islam memposisikan ibu sebagai kemuliaan. Dari para ibu lahir generasi harapan umat yang akan mewujudkan peradaban yang agung. Dari tangan para ibu juga lah generasi itu terjaga dari segala hal yang merusak fisik, akal, maupun naluri mereka.


Maka dengan peran besar dan mulia itu Islam menetapkan supra sistem yang mendukung agar ibu bisa optimal membangun generasi. Tidak seperti hari ini, di tengah kungkungan sekuler kapitalisme, ibu seakan harus berjuang sendiri menghadapi badai ekonomi, hantaman tugas mendidik anak, serta ancaman pergaulan sosial.


Dalam supra sistem yang dipimpin oleh seorang Khalifah, ibu tidak boleh dibebani mencari nafkah untuk kebutuhan dirinya maupun keluarganya. Melainkan diserahkan tanggung jawab itu kepada ayah yang didukung oleh negara dengan jaminan lapangan pekerjaan dan kemudahan-kemudahan lainnya. Dalam hal pendidikan maka negara akan mempersiapkan ibu dengan ketaqwaan beserta segala pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan perannya. Demikian juga dalam mendidik anak-anaknya, ibu tidak berdiri sendiri, tapi negara juga mensupport dengan penyediaan sekolah dan guru-guru terbaik. Selain itu lingkungan dan pergaulan sosial akan senantiasa dijaga oleh negara agar tetap dalam koridor terbaik untuk tumbuh kembang anak.


Walhasil menuntaskan masalah generasi tidak cukup dengan menangani oknum-oknumnya, melainkan dibutuhkan supra sistem yang mampu membentuk, menjaga, dan mengembangkan semua aspek kehidupan senantiasa dalam rel kebaikan. Dan tentunya supr a sistem terbaik itu hanya berasal dari pencipta manusia yaitu Allah SWT yang Maha Mengetahui mana yang baik dan yang tidak baik bagi manusia.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama