Ramai Gadai SK Anggota Dewan: Mahar Politik Tinggi, Rakyat Dirugikan?




vieDihardjo (Alumnus Hubungan Internasional) 


No free lunch” tidak ada makan siang gratis, adagium populer dalam khasanah politik transaksional. Terjadi fenomena yang dapat menjelaskan adagium tersebut, belakangan ramai para anggota dewan menggadaikan SK (Surat Keputusan) pelantikan bahkan hanya dalam hitungan hari mereka dilantik. Menurut berbagai pengamat politik, fenomena ramainya anggota DPRD menggadaikan SK karena mereka harus membayar ongkos politik yang begitu tinggi  yang mereka keluarkan selama proses pemilu. Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan maraknya gadai SK ini karena para calon yang terpilih itu harus memulihkan kondisi ekonomi mereka pasca pemilu yang menguras banyak biaya. Fenomena ini terpotret di Kota Serang, Sekretaris Dewan Kota Serang, Ahmad Nuri , menyatakan ada 10 anggota dewan yang telah menggadaikan SK mereka ke bank dengan pinjaman berkisar 500 juta hingga 1 milliar. Di Bangkalan terdapat 20 anggota dewan mengajukan pinjaman dengan agunan SK Pengangkatan. Di Malang 17 dari 45 anggota dewan yang dilantik menggadaikan SKnya. Sekretaris Dewan DPRD  kota Malang, Zulkifli Amrizal menyatakan bahwa fenomena ini biasa terjadi setiap pelantikan anggota dewan. Pernyataan senada disampaikan Ketua sementara DPRD Kabupaten Pasuruan, Abdul Karim “itu wajar, karena selama pileg 2024 kemarin mengeluarkan biaya yang tidak sedikit”(www.finance.detik.com 8/9/2024)


Demokrasi transaksional melahirkan biaya politik tinggi. Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Prof.Hotman Siahaan mengatakan “ini problem demokrasi kita, ketika sistem pemilu prosedural orang tidak melihat program dari para calon. Yang terpenting kan isi tas piro? Entek (isi tas berapa? Habis sudah). Jadi begitu terpilih, dilantik, apalagi yang bisa digunakan? Kan SK itu. Apalagi bank juga mau terima, Orang mau memilih bukan karena program yang dibawa oleh calon. Tidak akan pernah ada caleg promosi kebijakan/rancangan yang didengarkan. Sing penting kan oleh opo, dipilih (yang penting kan dapet apa, itu yang dipilih). Sembako atau apa." (www.detik.com 13/9/2024)


Gadai SK pengangkatan anggota dewan kemungkinan digunakan membayar hutang untuk keperluan pileg 2024. Pengamat Politik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Anang Sujoko menyatakan, “Mayoritas biaya politik dalam rangka untuk menjadi anggota legislatif di daerah itu tidak murah” Anang melanjutkan “banyak komponen yang menjadikan biaya politik seorang calon legislatif itu sangat mahal. Pertama, pengadaan alat-alat kampanye, biaya yang dibutuhkan oleh tim sukses untuk masing-masing bacaleg, biaya untuk merawat konstituen atau program-program yang bisa meningkatkan loyalitas konstituen” (www.detik.com 7/9/2024)


Sumber pembiayaan mahar politik yang tinggi itu bisa berasal dari pribadi dan dari orang lain sebagai sponsor misalnya. Dan biaya itu harus dikembalikan setelah proses pileg selesai. Jika dana telah habis maka, gadai SK pengangkatan menjadi solusi yang dipilih. 


Rakyat Dirugikan!


Bukan hanya anggota dewan yang dirugikan oleh demokrasi transaksional yang melahirkan mahar (biaya) politik tinggi, rakyat pun dirugikan! Mahar politik tinggi membuka peluang hadirnya para sponsor (cukong/ pemilik modal) yang ikut serta membiayai para calon wakil rakyat. Pengembalian biaya tersebut dilakukan saat mereka telah duduk sebagai wakil rakyat  berupa proyek-proyek  atau izin pengelolaan sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang dikelola oleh sekelompok orang atau para pemilik modal hanya akan memberi keuntungan pada segelintir orang saja, bukan untuk kepentingan rakyat. Terjadi kolaborasi antara penguasa dan pengusaha. Peluang koruptif makin terbuka karena adanya politik balas budi. Anggota dewan yang telah diangkat meloloskan aturan yang memudahkan para sponsor yang dulu membiayainya menduduki kursi anggota dewan. 


Pada politik berbiaya tinggi membuat para calon wakil rakyat fokus pada penyediaan uang ketimbang mempersiapkan gagasan atau  ‘belanja masalah’ yang dihadapi rakyat, alih-alih merancang dan mempersiapkan alternatif solusi justru seolah-olah ‘membeli’ rakyat. Sistem politik yang mengutamakan uang daripada gagasan akan membiasakan perilaku politik rakyat juga demikian, tidak memperhatikan gagasan caleg tapi berapa atau apa yang bisa diberikan, semakin banyak diberi maka itulah yang dipilih.


Kerugian rakyat selanjutnya adalah, hasil dari demokrasi transaksional, mahar politik tinggi adalah orang-orang yang terpilih adalah orang-orang yang memiliki beban balas budi, mengembalikan biaya  kepada para sponsornya atau justru memulihkan kondisi ekonominya yang ‘habis-habisan’ selama berlangsung pileg 2024. 


Data juga menyebut bahwa ramai-ramai gadai SK pengangkatan anggota dewan untuk memenuhi tuntutan gaya hidup sebagai anggota dewan. Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan “pejabat politik atau legislator biasa dilengkapi fasilitas mewah, sehingga anggota dewan juga harus menyesuaikan, apalagi stigma di masyarakat, anggota parlemen identik dengan pejabat yang banyak uang (www.tirto.id 9/9/2024)


Bertubi-tubi kerugian yang dialami rakyat akibat demokrasi transaksional yang melahirkan mahar politik tinggi, meskipun dikatakan sebagai wakil rakyat yang diharapkan menyuarakan suara rakyat agar kebijakan yang diambil akan mengutamakan kepentingan rakyat. Sayangnya sistem politik kapitalistik membuat uang menjadi alat meraih kursi kekuasaan, lalu bagaimana mereka memikirkan rakyat ketika telah menjabat? Mereka justru berfikir bagaimana mengembalikan modal yang terpakai agar terpilih. Kekhawatiran senada juga disampaikan oleh Lucius Karus,  Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Foemappi) menyatakan “ Jabatan sebagai DPRD sangat dekat dengan sumber keuangan daerah, tidak tertutup peluang para anggota DPRD ini untuk mendapatkan uang dari sumber-sumber illegal dengan memanfaatkan fungsi dan kewennangan sebagai anggota DPRD” Lucius melanjutkan “Bagaimana mereka bisa bicara tentang politik anggaran ketika mereka justru dituntut oleh kebutuhan diri sendiri akan uang?” (www.tirto.id 9/9/2024)


Jabatan dalam Islam adalah amanah 


Suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR Muslim).


Jabatan didalam islam bukan sesuatu yang dicari apalagi harus mengeluarkan biaya yang sangat besar, apalagi sebagai wakil rakyat maka keterpilihannya seharusnya berdasarkan kapasitas dan integritasnya yang dinilai masyarakat baik sehingga dipilih menjadi wakil rakyat. Ada parameter-parameter terukur bagi seseorang yang diberi amanah jabatan. Sebagaimana Allah berfirman, 


إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ


”sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (Qs. Al Qashash ayat 26). 


Kuat dan amanah menjadi kriteria seorang pejabat publik diantara kriteria yang lain. Kuat dalam hal mampu atau profesional. Gagasan yang diperbincangkan bukan uang yang digelontorkan. 


Dalam Islam seorang pejabat publik dituntut amanah, bisa dipercaya. Sebagaimana Allah berfirman, 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ


“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (Q.S Al-Anfal ayat 27)


Seorang pejabat publik yang kuat dan amanah sangat ditentukan oleh bagaimana keimanan mereka kepada Allah. Keimanan yang kuat akan membuat para pejabat senantiasa menjalankan amanah jabatan sesuai dengan perintah Allah. 


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Qs.An Nisaa ayat 59)


Oleh karena itu menciptakan situasi keimanan yang kuat mutlak diperlukan, untuk menghilangkan semua pemikiran yang melemahkan dan merusak aqidah. Ini adalah tugas negara. Negara yang mampu menciptakan dan menjaga suasana keimanan dan ketaqwaan pejabat publik dan rakyat adalah negara yang menerapkan aturan islam secara menyeluruh dalam institusi khilafah’ala min hajin nubuwwah. 

Wallahu’alam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama