Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Setelah hati kita mantap untuk menerima tropi kemenangan bernama hidayah, maka pada detik itu juga kita harus siap melesat. Mulai melangkah meninggalkan masa lalu dan menyongsong masa depan. Wuih, dasyat ya!
Agar perubahan kita ini atau biasanya khalayak menyebutnya hijrah, berjalan sesuai dengan relnya, tidak mudah meleyot ke lain hati, ataupun tersesat di tengah jalan. Maka ada baiknya kita mulai mengenali diri sendiri. Sama teman aja kita mau mengenal mereka lebih dekat, masa dengan diri sendiri enggak? Ye, kan!
Mengenali diri sendiri itu sangat penting sekali bagi diri para redears yang masih usia-usia abg, ataupun yang mulai menginjak remaja, meski tidak memungkiri yang menginjak dewasa dan matang pun harus mampu mengenali diri sendiri. Btw, di buku ini karena kita fokus pada pembahasan usia remaja, yang kata WHO (World Health Organization) usia remaja itu antara 12 – 24 tahun.
Sebenarnya, kalau kita merujuk pada Islam, seperti yang disebut di bab sebelumnya, maka ketika anak-anak sudah baligh mereka sudah diperlakukan sebagaimana orang dewasa terkait kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Artinya kita ini sudah dipercaya oleh Allah untuk mengemban amanah di muka bumi ini. Waah!
Kita kembali dulu ke poin utama dalam bab ini, yaitu mengenali diri sendiri. Dimulai dari pertanyaan siapa sih kita ini? Mengapa Allah menciptakan kita? Untuk apa kita hidup di dunia ini? Kemudian setiap makhluk yang bernyawa akan mati, setelah kematian bagaimana dengan kita. Katanya manusia diciptakan dari tanah, masa iya, setelah mati kita hanya jadi tanah begitu saja?
Mengenali Diri Kita
Mari coba kita kupas satu per satu. Siapa sih kita ini atau siapa sih saya? Sering pula kita mendengar para motivator menyebut “Who am I?”.
Sebagai seorang muslim posisi “kita” ini adalah sebagai makhluk. Makhluk yang diciptakan oleh Dzat yang kita sebut dengan Sang Pencipta. Sehingga tidak salah jika kita ditanya siapa sih kamu? “Yaaa, aku ini adalah makhluk ciptaan Allah!”
Setelah menyadari bahwa diri kita sebagai makhluk, maka tentu kita harusnya tunduk patuh pada Dzat yang menciptakan kita. Namun sayangnya, banyak yang masih bertanya, mengapa Allah harus menciptakan manusia kalau ujung-ujungnya manusia harus susah-susah beramal. Ada pahala dan dosa yang ujung-ujungnya manusia akan disiksa di neraka.
Bagi individu yang masih mempertanyakan hal tersebut, biasanya ada permasalahan akidah yang belum selesai dalam dirinya. Karena dalam Al-Quran sendiri Allah mengajarkan “Allah tak bisa ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, merekalah yang dimintai pertanggungjawaban.” (TQS. Al Anbiya 23)
Sehingga manusia tidak perlu tahu mengapa dia diciptakan. Karena semua yang diperbuat oleh Allah adalah hak mutlak bagi-Nya tanpa persetujuan siapa pun. Dalam ayat lain Allah berfirman “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melakukan apa yang Ia kehendaki” (TQS. Hud 107).
Sehingga dalam berbagai ayat-ayat yang membicarakan tentang penciptaan, selalu ada pernyataan “apa yang dikehendaki Allah”. Seperti ayat berikut, “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (TQS. Al Qashash 68).
Gimana? Masih ada yang mengganjal nggak? Insya Allah sudah clear ya!
Kalau sudah ok, kita bahas pertanyaan selanjutnya, untuk apa kita hidup di dunia ini? Untuk apa ya? Senang-senang, foya-foya, beramal, berbuat baik, atau apa nih?
Tujuan Manusia Diciptakan
Redears pernah dengar slogan “muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga!”? Kalau penulis pernah sih dengar, bahkan waktu diminta nuliskan motto, ataupun pesan kesan di buku kelulusan sekolah ada beberapa teman yang menuliskan slogan di atas sebagai motto hidup. Waah, wah, wah.
Tapi coba kita pikirkan, jika masa muda hanya kenal dengan foya-foya, senang-senang tanpa batas, apakah bisa menjadi kaya raya dan masuk surga? Okelah, misal kaya raya karena mendapatkan warisan yang cukup banyak dari orang tua. Tapi yang namanya amal kan tidak bisa diwariskan atau dihadiahkan, sehingga siapa yang menjamin orang kaya masuk surga, yang beribadah siang dan malam saja, belum tentu langsung masuk surga, bisa jadi masih harus mampir di neraka dulu. Astagfirullah.
Punya “orang dalem”, kali? Halah! Kaya orang Indonesia saja, yang sudah jadi rahasia umum, kalau mau melamar kerja dan punya kenalan “orang dalem”, mudah masuknya. Hehehe.
Redears ingat sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdurahman bin Auf, Rasulullah SAW bersabda: “Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, Abdurahman bin Auf di surga, Sa’ad bin Abi waqqas di surga, Sa’id bin Zaid di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan An-Nasai).
Sepuluh sahabat Rasulullah tersebut mendapat jaminan surga dari Allah. Namun, mereka tetap beramal saleh, berjuang dan berdakwah bersama Rasulullah. Tidak ada dikisahkan mereka hidup berfoya-foya. Meskipun banyak kisah yang menceritakan kekayaan sahabat seperti Ustman bin Afan dan juga Abdurahman bin Auf, mereka bahkan berlomba-lomba menghabiskan hartanya untuk disedekahkan dijalan dakwah Islam. Banyaknya harta tidak membuat para sahabat hidup berfoya-foya, justru sebaliknya, mereka menggunakan harta mereka untuk membantu Rasulullah dalam mendakwahkan Islam.
Bagaimana redears? Para sahabat yang dijamin surga saja tetap beramal baik tanpa lelah. Lha kita? Siapa yang menjamin kita, bahkan apakah besok kita masih hidup atau mati tidak ada jaminan untuk kita. Masa iya, mau menghabiskan masa muda dengan hal yang unfaedah? Tidak bukan!
Sehingga tujuan utama manusia diciptakan itu adalah beribadah kepada Allah, hal itu pun sudah Allah dalam surat Adz Dzariat ayat 56, yang artinya:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
Sehingga jelaskan bahwa manusia hidup itu diperintahkan oleh Allah untuk beribadah. Bukan bersenang-senang atau berdiam diri saja. So saatnya ber-fasatbiqul khairat (berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan).
Readers tahu, karena kehidupan sesungguhnya adalah di akhirat kelak. Dunia adalah ladang amal untuk bekal di kehidupan abadi. Karena setiap manusia ketika dia sudah meninggal akan kembali kepada Sang Pencipta. Jangan sampai kita menyesal nanti, jika berat amal kita jauh lebih ringan dari dosa kita. Astagfirullah. Auto mampir dulu ke neraka. Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini.[]