Oleh: Endah Sulistiowati, Tri Widodo & A. M. Pamboedi
Melansir dari detikcom, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mendukung segala inisiatif yang tujuannya membantu mahasiswa membayar biaya kuliah, tak terkecuali menggunakan pinjaman online (pinjol). Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengkritik Pemerintah yang terkesan lepas tangan.
Wasekjen PKB ini menilai harusnya Pemerintah hadir untuk para pemuda yang hendak berkuliah apapun kesulitannya. Dia meminta Pemerintah tidak cepat menyerah dengan keadaan.
Diketahui, banyak mahasiswa mengeluhkan mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi yang naik berkali-kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Presiden BEM UNS Solo, Agung Lucky Pradita mengatakan, UKT Golongan 9 terlalu memberatkan mahasiswa. Sebelumnya, UKT di UNS hanya sampai Golongan 8. Kenaikan UKT baru terjadi tahun ini. Menurutnya, selama beberapa tahun, UKT di UNS tidak mengalami kenaikan. Keluhan yang sama soal UKT mahal juga dilontarkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Riau.
Dilain pihak, Indonesia menargetkan tahun 2045 terlahir generasi emas, satu abad Indonesia. Namun jika cara pandang pimpinan negeri ini dalam memberikan pendidikan kepada generasi, tak ubahnya penjual kepada pembeli, yang harus mendapatkan keuntungan. Maka bisa dibayangkan generasi apa yang akan didapatkan Indonesia nanti.
Sejarah Perusahaan/Bisnis Pinjol Merambah Dalam Dunia Pendidikan
Pada kesempatan diskusi-diskusi terdahulu, telah beberapa kali tema diskusi yang dihadirkan mengulas mengenai dunia pendidikan, khususnya dunia pendidikan di Indonesia. Karena memang pendidikan di Indonesia kembali menjadi sorotan dalam beberapa hari belakangan ini. Dari persoalan biaya, belum adanya "cetak biru" pendidikan di Indonesia, disharmoninya peraturan perundang-undangan pendidikan dengan undang undang yang lainnya, hingga mutu pendidikan di Indonesia yang masih rendah.
Pada tahun 2014 posisi pendidikan Indonesia sangatlah buruk. The Learning Curve Pearson 2014, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia memaparkan bahwa Indonesia menempati peringkat terakhir dalam mutu pendidikan di dunia. Sedangkan di tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia masih saja berada di 10 negara yang memiliki mutu pendidikan yang rendah, peringkat tersebut di dapat dari Global School Ranking. Dilihat dari tahun 2014 berjalan ke tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia dapat dikatakan mengalami peningkatan, meskipun tidak mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Permasalahan atau polemik terkini di dunia pendidikan Indonesia ialah mengenai pelibatan perusahaan/bisnis pinjaman online (pinjol). Pinjol untuk membantu pembiayaan belajar para pelajar.
Dan ternyata, eksistensi bisnis pinjol khusus untuk pembiayaan pendidikan itu sendiri, sudah tersedia beberapa di Indonesia. Dilansir dari berbagai laman tekno tempo, 5 diantaranya: Danacita, Briguna Pendidikan Bank BRI (khusus pendidikan tingkat S2-S3), Pintek, CICIL, Mandiri Kredit Pendidikan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya kuliah di perguruan tinggi semakin mahal. Seringkali menjadi beban yang cukup berat bagi banyak keluarga. Tak jarang, ada yang menjadikan pinjaman dana pendidikan atau pinjol pendidikan menjadi jalan keluar bagi mereka yang ingin mengakses pendidikan berkualitas tanpa harus membebani keuangan keluarga secara langsung.
Sebenarnya masalah pembiayaan kegiatan belajar bagi pelajar yang kurang mampu sudah diatur atau diamanatkan di dalam UU Pendidikan Tinggi di tahun 2012 silam. Pemerintah diberi amanat untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dengan sejumlah cara.
Pada pasal 76 Ayat (2) UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi tersebut, menyatakan bahwa pemerintah dan/atau perguruan tinggi memberikan pemenuhan hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dengan cara memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan, dan/atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Hingga pada awal 2024 lalu, istilah pinjaman pelajar (student loan) kembali mengemuka setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah tengah mengkaji skema tersebut. Kajian itu ia sampaikan setelah melihat fenomena pinjaman online (pinjol) untuk biaya kuliah di Institute Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu sebelumnya.
Sri Mulyani mengatakan fenomena itu menandakan bahwa mahasiswa di Indonesia membutuhkan dana untuk pendidikan. Pemerintah sebenarnya sudah hadir melalui berbagai beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Lantas, apa itu student loan, sejarah, dan bagaimana skema pembiayaannya?
Dilansir dari berbagai sumber, student loan merupakan pemenuhan biaya kuliah dengan skema cicilan. Skema ini umumnya diterapkan di negara maju dan dilakukan oleh bank maupun pemerintah.
Istilah ini pertama kali muncul pada 1840. Saat itu, kredit pendidikan ditawarkan di Universitas Harvard, Amerika serikat (AS).
Namun, pinjaman pelajar itu secara resmi diberlakukan pemerintah AS pada 1958. Kala itu, student loan ditawarkan berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Pertahanan Nasional. Student loan diberikan guna membantu Negeri Paman Sam bersaing dengan negara lain, khususnya Uni Soviet.
Terlepas dari sejarahnya, student loan juga kerap digunakan untuk biaya hidup selama menempuh pendidikan. Tiap-tiap negara punya aturan yang berbeda mengenai student loan.
Yang jelas, biasanya bunga yang diterapkan lebih rendah dari pinjaman lainnya atau malah nol persen. Begitu juga jangka waktu pembayarannya, lebih meringankan. Bahkan ada juga memperbolehkan membayar setelah mahasiswa lulus dan dapat pekerjaan.
Di Indonesia sendiri student loan secara resmi memang belum ada. Bahkan, pada 2018 lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong perbankan segera meracik fasilitas kredit pelajar, seperti di AS.
Ia pun membandingkan kucuran kredit di Indonesia dengan Amerika Serikat. Berdasarkan data yang diperolehnya, kredit pelajar (student loan) di AS, yang menurut dia masuk kategori sektor produktif, mendapat aliran hingga US$1,3 triliun. Sedangkan kredit konsumtif di AS, seperti pinjaman kartu kredit hanya sebesar US$800 miliar.
Sementara itu di Indonesia, untuk transaksi pinjol sendiri, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatnya, total pembiayaan dari pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending mencapai 61,1 triliun pada Februari 2024. Namun, tidak ditemukan penjelasan terkait hal itu secara pasti, apakah nilai kredit daring (pinjol) sebesar itu kategori produktif ataukah konsumtif?
Sebagai akhir dari pembahasan poin ini, terlihat bahwa sikap pemerintah dalam menjalankan amanat pasal 76 ayat (2) huruf c, UU No 12 Tahun 2012, UU yang disahkan 12 tahun lalu, cenderung mengekor pada kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah AS. Yakni melibatkan perbankan baik yang konvensional maupun digital/fintech. Yang notabene, mencari keuntungan.
Dampak-Dampak Yang Ditimbulkan Terhadap Mahasiswa Jika Memanfaatkan Pinjaman Online
Pinjaman online, yang sering disebut sebagai pinjaman berbasis teknologi _(Fintech Lending)_, adalah inovasi terbaru di bidang finansial yang memanfaatkan teknologi untuk memberikan pinjaman secara online. Konsumen dapat melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung. Pinjaman online menyediakan fasilitas peminjaman uang di mana seluruh proses, mulai dari administrasi, pengajuan, persetujuan, hingga pencairan dana, dilakukan melalui konfirmasi wawancara online tanpa tatap muka.
Kemudahan akses, serta efektivitas dan efisiensi dalam persyaratan administrasi yang ditawarkan oleh penyedia pinjaman online menjadikannya dianggap solusi bagi kebutuhan masyarakat. Bahkan di tengah keluhan dan protes mahasiswa terhadap mahalnya uang kuliah tunggal (UKT), Menko PKM mengusulkan supaya mahasiswa yang umumnya belum memiliki penghasilan atau keuangan yang stabil untuk menjadikan pinjaman online sebagai solusi bagi pemenuhan kebutuhan biaya kulliah mereka.
Berikut adalah dampak-dampak yang dapat terjadi pada konsumen pinjaman online, khususnya pinjaman online ilegal:
1. Bunga pinjaman yang dikenakan sering kali sangat tinggi dan tidak sesuai dengan ketentuan yang wajar.
2. Penagihan tidak hanya dilakukan kepada konsumen tetapi juga kepada kontak darurat yang disertakan dalam aplikasi pinjaman.
3. Ancaman yang dilakukan bisa berupa penipuan, fitnah, atau bahkan pelecehan seksual.
4. Data pribadi konsumen dapat disebarluaskan tanpa izin.
5. Kontak yang ada pada perangkat peminjam dapat disebarluaskan bersama dengan informasi pinjaman dan foto peminjam.
6. Akses penuh terhadap perangkat peminjam bisa diambil oleh penyedia pinjaman.
7. Tidak ada informasi yang jelas mengenai kontak dan lokasi kantor penyedia layanan pinjaman online.
8. Biaya administrasi sering kali tidak transparan dan tidak jelas.
9. Bunga pinjaman terus meningkat sementara aplikasi pinjaman dapat berganti nama tanpa pemberitahuan kepada peminjam.
10. Meskipun peminjam sudah membayar, pinjaman tidak terhapus atau hilang karena alasan yang tidak terdaftar dalam sistem.
11. Pada saat jatuh tempo pengembalian pinjaman, aplikasi mungkin tidak bisa diakses atau bahkan hilang dari Appstore/Playstore.
12. Penagihan dilakukan oleh berbagai orang yang berbeda, menambah kebingungan dan stres bagi peminjam.
13. Data dari KTP dapat digunakan oleh pelaku untuk mengajukan pinjaman di aplikasi lain tanpa izin.
Adanya beberapa dampak yang ditimbulkan dari pinjaman online tersebut maka mahasiswa yang memanfaatkan pinjaman online untuk membiayai kuliah dan kebutuhannya juga bisa merasakan dampaknya, antara lain:
_Pertama_, beban keuangan yang meningkat. Mahasiswa yang mengambil pinjaman online untuk membayar biaya kuliah akan menghadapi beban keuangan yang meningkat. Pinjaman ini biasanya memiliki bunga yang tinggi dan persyaratan pembayaran yang ketat, yang dapat membuat mahasiswa terjebak dalam siklus utang yang sulit keluar.
Secara umum, pinjaman online ilegal dan legal memiliki cara kerja yang mirip. Hal ini menyebabkan masyarakat, khususnya mahasiswa yang kurang literasi mengenai teknologi keuangan, sering terjebak dalam pinjaman online ilegal. Pinjaman online ilegal sering menawarkan syarat yang tampaknya menguntungkan di awal, tetapi sebenarnya memiliki bunga dan denda yang sangat tinggi. Selain itu, praktik _predatory lending_ yang dilakukan oleh beberapa perusahaan pinjaman online ilegal dapat menyebabkan mahasiswa terjebak dalam utang yang semakin sulit untuk dilunasi. Mereka mungkin dikenakan bunga yang terus membengkak dan denda yang berlipat ganda jika terlambat membayar, sehingga total utang menjadi jauh lebih besar dari jumlah pinjaman awal.
_Kedua_, stres dan tekanan mental. Ketidakmampuan untuk membayar pinjaman tepat waktu dapat menyebabkan stres dan tekanan mental yang signifikan bagi mahasiswa. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka, mengurangi konsentrasi dan kinerja akademis.
Cara penagihan baik oleh pinjaman online legal maupun ilegal cenderung menggunakan pola yang sama. Bagi konsumen yang telat membayar angsuran, mereka biasanya melakukan penagihan yang mengganggu mental dan psikologis konsumen. Mereka akan terus-menerus menelepon konsumen sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa perusahaan pinjaman online bahkan menggunakan ancaman dan kata-kata kasar dalam proses penagihannya.
Jika penagihan kepada konsumen yang bersangkutan tidak berhasil, penagih yang ditugaskan oleh perusahaan online akan meneror orang-orang terdekat konsumen. Hal ini terjadi karena akses data pribadi konsumen yang ada pada ponsel sesuai IMEI yang didaftarkan. Data yang dapat diakses meliputi data media sosial, foto pribadi di galeri, data akun aplikasi belanja online, aplikasi transportasi, hingga data pada email. Lebih parahnya, pada pinjaman online ilegal, konsumen akan mengalami teror yang sangat tidak wajar (ditelepon terus menerus tanpa henti, diancam baik melalui telepon maupun SMS, hingga cyber bullying dengan cara membuat konsumen resah dengan menyebarluaskan data pribadi dan foto kepada orang-orang di daftar kontak).
_Ketiga_, pengaruh negatif pada prestasi akademik. Stres keuangan dapat mengganggu fokus mahasiswa pada studi mereka. Mahasiswa mungkin terpaksa bekerja paruh waktu untuk memenuhi kewajiban finansial mereka, yang dapat mengurangi waktu dan energi yang mereka miliki untuk belajar.
Pekerjaan paruh waktu ini dapat mengurangi waktu dan energi yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar. Akibatnya, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran, menyelesaikan tugas-tugas akademik, dan mempersiapkan ujian. Hal ini dapat berdampak buruk pada prestasi akademik mereka, menurunkan nilai-nilai, dan memperlambat progres studi mereka. Stres yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, yang semakin memperburuk kemampuan mereka untuk berkonsentrasi dan berprestasi di lingkungan akademik.
_Keempat_, potensi penyalahgunaan dan penipuan. Dunia pinjaman online sering kali penuh dengan penipuan dan penyalahgunaan, yang dapat menjerumuskan mahasiswa ke dalam situasi yang sangat merugikan. Mahasiswa, khususnya yang kurang berpengalaman dalam mengelola keuangan, menjadi target empuk bagi praktik-praktik tidak etis ini. Banyak dari mereka yang tidak memahami sepenuhnya risiko yang terlibat atau tidak menyadari bahwa mereka sedang berurusan dengan lembaga pinjaman ilegal yang tidak memiliki izin resmi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Lebih buruk lagi, penipuan pinjaman online juga sering melibatkan pencurian identitas dan penyalahgunaan data pribadi. Data pribadi yang diakses secara ilegal dapat digunakan untuk tujuan yang merugikan, seperti pembobolan akun atau penyebaran informasi pribadi secara publik. Ini tidak hanya merusak keuangan mahasiswa, tetapi juga mengancam privasi dan keamanan mereka.
Strategi Islam Mengatasi Masalah Pembiayaan Pendidikan
Jika mau ditelaah, demi keadilan yang mana? Kehidupan masyarakat saat ini sudah sangat terbebani dengan biaya hidup dari pangan, sandang, papan, serta kesehatan dan pendidikan. Sedangkan pendidikan—terutama menjadi sarjana—adalah cara masyarakat meningkatkan taraf kehidupan dan modal mencari kerja.
Sungguh bukan keadilan bagi masyarakat jika biaya pendidikan mahal, justru ada saran dari pejabat negeri ini untuk mengakses pinjol. Mesjid memang saat ini jaman digital yang semua bisa diakses dengan jangkauan jari.
Dalam sistem pendidikan kapitalisme, modal pintar saja tidak cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi, yang utama ialah bisa membayar biaya kuliah. Akhirnya, sebagian mahasiswa dan orang tua pontang-panting berusaha untuk menebus biaya yang dijual mahal itu. Masa iya harus melakukan pinjol? Yang notabenenya justru rawan masalah.
Cara pandang kapitalistik ini sungguh berbeda nyata dengan pandangan dan pengaturan syariat Islam terhadap penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan.
Rasulullah saw. bersabda,
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah).
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Juga firman-Nya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11).
Atas dasar itu, Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer rakyat yang disediakan negara dengan biaya murah, bahkan gratis. Semua individu rakyat punya kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Dalam Islam, sumber pembiayaan pendidikan bisa berasal dari sejumlah pihak, yakni dari individu warga secara mandiri, infak/donasi/wakaf umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayaan dari negara. Bagian pembiayaan dari negara inilah yang porsinya terbesar.
Islam juga menetapkan sejumlah pos pemasukan negara di baitulmal untuk memenuhi anggaran pendidikan. Di antaranya dari pendapatan kepemilikan umum, seperti tambang minerba dan migas, juga fai, kharaj, jizyah, dan dharibah. Khusus untuk dharibah, diambil hanya dari rakyat saat kas baitulmal kosong dan dikenakan pada orang kaya laki-laki saja.
Juga ada jaminan dan realisasi pembiayaan pendidikan oleh negara, yakni berupa pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan, anggaran yang menyejahterakan untuk gaji pegawai dan tenaga pengajar, serta asrama dan kebutuhan hidup para pelajar termasuk uang saku mereka.
Keuangan baitulmal tidak bersumber dari pemungutan pajak dan utang luar negeri.
Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hasil implementasi pendidikan di sistem Islam misalnya untuk antisipasi banjir, para penguasa muslim akan membangun bendungan, terusan, dan alat peringatan dini.
Dalam rangka mencapai tujuan perguruan tinggi, terdapat Institusi Teknik Gugus Tugas spesialisasi teknis modern, seperti elektronik, komunikasi, agrikultur, komputer. Terdapat pula Institusi Layanan Sipil yang memiliki gugus layanan yang tidak memerlukan masuk universitas, seperti asisten medis, administrasi, dan lainnya.
Sistem pendidikan ditopang oleh sistem ekonomi dengan pendanaan yang sahih. Terdapat pula riset yang dapat fokus dikembangkan untuk melayani kebutuhan masyarakat luas, bukan melayani dunia bisnis yang memang kental dengan orientasi profit. (https://muslimahnews.net/2024/06/04/29922/)
Tipe pengajaran perguruan tinggi dalam Islam adalah study by teaching (mengajar lebih banyak dibandingkan penelitian) dan study by reseach (pendidikan yang risetnya lebih banyak dibandingkan mengajar). Visi dan tujuan perguruan tinggi adalah memperdalam kepribadian Islam untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani umat, serta memperjuangkan penegakannya dan menerapkannya di tengah umat, serta menjaga dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Dengan jaminan pembiayaan pendidikan, maka mahasiswa tidak perlu cemas dengan masalah ini. Mereka bisa dengan tenang dan fokus dalam belajar. Mengembangkan IPTEK dan menguatkan IMTAQ sehingga harapan terlahir generasi emas bukan hanya utopia belaka, tapi akan terwujud nyata.[]