(Benarkah) Indonesia Tak Lagi Miskin?



Oleh : Ratnawati, M.Si  


Akhir-akhir ini penurunan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia semakin sering diberitakan oleh penguasa kepada publik. Dinyatakan bahwa penduduk miskin pada Maret 2024 adalah sebanyak 25,22 juta orang, menurun sebesar 0.68 juta orang dari Maret 2023. Lebih lanjut dikatakan bahwa angka kemiskinan tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Penurunan ini dinyatakan sebagai keberhasilan berbagai program bantuan sosial dari pemerintah, khususnya dalam merespon kenaikan inflasi pangan pada awal 2024 (menpan.go.id, 05/07/2024).

 

 Angka Bukanlah Tolok Ukur Sesungguhnya

 

Persentase penurunan kemiskinan disimpulkan berdasarkan standar garis kemiskinan yang mengacu pada angka nominal aspek pengeluaran individu saja dalam  hal pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi (kompas.com, 06/07/2024). Tentu saja kriteria kemiskinan berdasarkan hitungan angka atau peredaran uang tersebut tidak akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya, bahkan justru membuat bias definisi dan kriteria kemiskinan itu sendiri. Sebab faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan sangat kompleks dan harus dilihat secara menyeluruh.  


Ketika pemerintah mengklaim terjadinya penurunan kemiskinan dan ketimpangan, fakta yang terjadi di negeri ini justru menggambarkan kondisi yang sebaliknya. Banyak orang dan keluarga yang mendadak jatuh miskin sebagai dampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang melanda negeri ini di rentang waktu Januari – Mei 2024 yang disinyalir kuat akibat banjir produk impor dari Cina sebagai konsekuensi kebijakan pasar global yang diikuti negeri ini (nasional.kontan.co.id, 17/06/2024). 


Fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka. Sehingga sangatlah tidak layak ketika permainan angka tersebut hendak dijadikan tolok ukur keberhasilan rezim dalam mengelola negara ini. 


 *Islam Menjamin Pengentasan Kemiskinan Hakiki* 


Ketika Sistem kapitalisme dengan segala cacat bawaannya semakin menunjukkan kemunduran dan kematiannya menjelang usia 250 tahun setelah kemunculannya, tinta emas sejarah justru menunjukkan bahwa selama 1400 tahun Islam terbukti mampu menaungi 2/3 dunia dan mewujudkan kehidupan yang adil, sejahtera dan berkah untuk rakyatnya. 


Islam adalah aturan hidup paripurna dari Sang Penjaga Aalam Semesta ini. Islam mempunyai tolok ukur kemiskinan baku dan standar.  Dalam pandangan Islam, kemiskinan adalah kondisi ketika semua kebutuhan primer tidak terpenuhi secara menyeluruh. Kebutuhan primer yang ditetapkan syariah meliputi tiga hal yaitu sandang, pangan, dan papan. 


Ketika penguasa dalam paradigma kapitalisme mengupayakan pengentasan kemiskinan secara pragmatis, instan dan temporer lewat berbagai bantuan sosial, Islam sebagai sistem kehidupan paripurna memiliki solusi menyeluruh dalam mengatasi kemiskinan ekstrem sekaligus menjaga generasi dari dampak kemiskinan ini yaitu : 


Pertama, pembagian kepemilikan secara benar, menjadi kepemilikan individu, umum, dan negara. Negara mencegah dominasi ekonomi atau hegemoni pihak yang kuat terhadap yang lemah, yang dapat terjadi karena regulasi yang membolehkan sektor kepemilikan umum dimiliki perseorangan atau perusahaan swasta. Beberapa contoh sektor kepemilikan umum adalah barang tambang, gas, minyak bumi, kehutanan, sumber daya air, jalan umum, pelabuhan, bandara, dan sebagainya. 


Kedua, pengaturan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil, bukan non riil. 


Ketiga, jaminan distribusi harta kekayaan terhadap individu, masyarakat, dan negara sehingga seluruh rakyat akan terpenuhi semua kebutuhan asasinya (primer). Sistem ekonomi Islam juga menjamin terpenuhinya kebutuhan sekunder maupun tersier bagi seluruh rakyatnya. 


Keempat, negara (Khilafah) menjalankan amanahnya memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara memudahkan masyarakat untuk mendapatkannya, semisal dengan harga terjangkau, kemudahan bekerja, serta kemudahan mengakses kebutuhan tersebut. 


Terkait pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara menyediakan secara gratis karena tidak dibolehkannya komersialisasi dan kapitalisasi dalam tiga kebutuhan ini. Jaminan keamanan setiap warga juga sangat dijaga sebagai tanggung jawab negara sebagai pemelihara urusan rakyat, sebagaimana Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad bahwa Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.  


Ketika semua bukti kesejahteraan dan kemuliaan penerapan Islam nyata di hadapan kita, pantaskah jika kita masih belum semangat berjuang mencampakkan sistem demokrasi sekuler kapitalis yang batil dan menyengsarakan ini? Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, laa hawlaa walaa quwwata illaa billah, wallahu a’lam bishshawab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama