Sudahkah Kau Korbankan "Ismail"mu?

 


Oleh: Niken Lestari


Bulan Dzulhijah adalah bulan terakhir penanggalan dalam bulan Hijriyah. Di dalam bulan ini ada momen penting bagi kaum muslimin.  Tidak hanya dikenal sebagai bulan yang menjadi waktu ibadah haji, tetapi juga menjadi momen istimewa bagi kaum muslimin untuk berkurban ibadah korban. Ibadah Haji dan berkurban ini sudah ada sejak Nabi Ibrahim a.s diutus sebagai nabi.


Beliau bermimpi bahwa Allah SWT memerintah agar menyembelih Putra kesayangan yaitu Ismail a.s. Putra yang teramat sangat dinanti kehadirannya, putra yang berbakti harus disembelih semata-mata karena perintah Allah SWT. Perasaan berat hati Nabi Ibrahim a.s pada saat akan melaksanakan perintah Allah tersebut iman Nabi Ibrahim terus digoda oleh setan agar goyah dan mengurungkan niatnya untuk menyembelih putra kesayangannya tersebut.


Namun, Nabi Ibrahim menguatkan hatinya bahwa niatnya untuk taat pada Allah SWT. Begitupun dengan sang anak kesayangan, Ismail. Dengan kesalehan Ismail dia terus menguatkan hati ayahnya untuk yakin dengan apa yang telah menjadi perintah Allah SWT. Setelah membulatkan keyakinan Nabi Ibrahim dengan mengucap Basmallah mulai mengangkatkan pisau ke leher Ismail. Tapi, sebelum pisau itu melukai Ismail, Allah telah menggantinya dengan seekor kambing. 


Pengorbanan Nabi Ibrahim menjadi kisah yang membuktikan bahwa perintah yang datang dari Allah SWT akan berakhir dengan hikmah serta kebahagiaan yang lebih baik. Sebagai seorang ayah yang mencintai anaknya yang berbakti serta soleh tentu berat bagi Ibrahim untuk mengurbankan Ismail. Dalam kisah tersebut jika saja ego duniawi yang dimiliki Nabi Ibrahim yakni kecintaanya terhadap Ismail ia pertahankan dan meminta kepada Allah SWT untuk membatalkan perintahnya maka ia tidak akan melihat kekuasaan dan keagungan Allah SWT.


Bila Ismailnya Nabi Ibrahim a.s adalah putranya sendiri, lantas apa "Ismail" kita? Ismail kita ialah sesuatu yang kita cintai, Ismail kita mungkin harta kita, jabatan kita, gelar kita atau bahkan ego kita. Di dunia yang dipimpin oleh sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan membuat orang-orang berlebih kaum muslimin terjangkit penyakit Wahn (cinta dunia dan takut mati). 


Kerakusan dan ketamakan manusia membuat kerusakan dari berbagai aspek hingga alam pun mulai enggan bersahabat dengan manusia terbukti dengan banyaknya bencana alam yang merenggut banyak korban pun tak cukup untuk menyadarkan akal manusia untuk kembali bersandar kepada sang pemilik alam semesta yaitu Allah SWT. Terlebih dengan kondisi Palestina yang belum juga ada solusi tuntas dari negeri-negeri kaum muslimin mereka hanya bisa mengutuk , menyaksikan , memboikot barang-barang yang berafiliasi Israel. Sedangkan korban genosida terus berjatuhan. 


Di bulan Dzulhijjah ini momen kaum muslimin melaksanakan Haji dan berkurban harusnya menjadi momen pembuka bagi kita untuk melakukan perintah Allah SWT sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s, membulatkan Iman untuk mengorbankan "Ismail" kita yaitu perintah untuk bersatunya umat Islam baik perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama. 


Momen persatuan umat ini menguji sejauh mana pengorbanan kita ,maka sebagaimana ibadah haji yang mereka bersatu dalam berbagai suku ,ras bahkan ,mereka menanggalkan harta benda yang mereka miliki ,mereka mengenakan baju yang sama tanpa memandang jabatan dan gelar yang mereka punya. Itulah makna persatuan umat yang sebenarnya. Persatuan umat inilah yang akan menyatukan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia dan akan membawa rahmatan lil alamin sehingga tidak hanya persoalan dalam negeri yang akan selesai melainkan persoalan umat muslim yang terzalimi akan selesai dengan menjalankan syariat Islam secara Kaffah tanpa ragu dan tanpa takut. Syariat Islam inilah yang akan menjadi perisai kaum muslim yaitu dalam naungan Khilafah Islamiyyah.Wallahu'alam bishshawab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama