PERPANJANGAN KONTRAK FREEPORT, KEBIJAKAN PRO-KAPITALIS?

 


Oleh Khusnul Khotimah, S.P. (Pemerhati Masalah Umat dan Generasi)


Publik kembali dikejutkan dengan kabar diperpanjangnya kontrak PT Freeport. Sebagaimana sebelum-sebelumnya, ternyata pemerintah kembali membuat kebijakan yang sangat merugikan rakyat Indonesia. Ditengah keterpurukan ekonomi rakyat, tentu kebijakan yang ditetapkan pemerintah ini sangat disayangkan.


Sebagaimana yang diberitakan  Sindo. News. 31 Mei 2024, Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Melalui aturan tersebut, Jokowi resmi memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan. Namun demikian, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada Pemerintah Indonesia, sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51%


Pemerintah menyetujui perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda PT Freeport Indonesia dan perusahaan tembaga lainnya hingga 31 Desember 2024. Hal ini tertuang dalam aturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 tahun 2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri. Ditetapkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 29 Mei 2024, aturan ini berlaku efektif per 1 Juni 2024. (CNBC Indonesia -31 Mei 2024)


Kebijakan Pro-Kapitalis


Penetapan kebijakan perpanjangan kontrak PT Freeport ini banyak menuai kritik dari masyarakat. Terlihat jelas bahwa pemerintah memang ingin memberikan kekayaan alam Indonesia agar dikeruk sampai habis oleh asing. Seolah rakyat tidak perlu untuk diberikan sedikitpun agar bisa menikmati kekayaan alam yang sebenarnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia.


Meskipun dengan perpanjangan kontrak ini, menjadikan saham pemerintah bertambah menjadi 61 %, apakah hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat?


Perlu diketahui, sejak akhir 2018 lalu mayoritas saham PTFI memang sudah dimiliki Indonesia melalui Holding BUMN Pertambangan MIND ID sebesar 51,23% dan selebihnya dimiliki Freeport McMoran (FCX). Adapun nilai akuisisi untuk menjadi pemegang saham mayoritas Freeport ini mencapai US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun saat itu. Akuisisi ini menandai peningkatan kepemilikan Indonesia di PTFI dari semula hanya 9,36% menjadi 51,23%.


Namun demikian, ternyata untuk dapat memiliki penambahan saham ini, tidaklah gratis. Pemerintah RI untuk mengakuisisi 41,87% saham Freeport McMoran (FCX) di PT Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar pada 2018 lalu diperkirakan akan balik modal pada 2024. Dengan bertambah lagi saham 10% menjadi 61 % tentu ada biaya akuisisi lagi yang harus dibayarkan oleh pemerintahan Indonesia. Entah sampai kapan baru akan balik modal ?


Penguasaan sumberdaya alam oleh asing sudah sangat mengkhawatirkan. Semua ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang selalu pro-kapitalis. Negara menyerahkan seluruh pengelolaan sumberdaya alam ini kepada perusahaan asing  dan cukup hanya dengan menerima kepemilikan saham yang itupun tidak diterima dengan cuma-cuma. Sementara hasil sumberdaya alam yang melimpah yang seharusnya menjadi hak rakyat untuk dinikmati dan meningkatkan kesejahteraan rakyat justru diberikan kepada asing.


Berbagai data menyebutkan bahwa sumber daya Freeport Indonesia saat ini tercatat sebesar 3 miliar ton dan diperkirakan cukup hingga 2050. Produksi bijih (ore) saat ini sekitar 220.000 ton per hari dari tambang bawah tanah. Sejak 2020 lalu PTFI telah menghentikan aktivitas produksi di tambang terbuka (open pit) Grasberg, dan bertahap meningkatkan produksi di tambang bawah tanahnya. Adapun area produksi tambang Freeport ini berada di lahan seluas 9.946 Hektare (Ha) dan luas area penunjang sebesar 116.783 Ha di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.


Kekayaan yang luar biasa banyak tersebut ternyata tidak menetes sedikitpun kepada rakyat. Terbukti beberapa kasus kelaparan terjadi di Papua, padahal tambang emas Freeport berada di Papua. Seharusnya rakyat sejahtera dengan kekayaan alam yang mereka miliki. Tetapi karena kekayaan alam mereka dirampok oleh asing yang dilegalkan oleh undang-undang, sehingga rakyat hanya bisa gigit jari. 


Selama ini dengan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun justru menimbulkan masalah bagi rakyat. Pengelolaan SDA yang rakus terus dijalankan,  tanpa memperhatikan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Rakyat dipaksa menanggung dampak kerusakan lingkungan, pencemaran air, bencana banjir bandang dan longsor serta dampak kerusakan lingkungan yang lainnya 


Pemerintah seolah buta dengan fakta yang terjadi ditengah-tengah rakyat. Rakyat yang terus mengalami kesulitan ekonomi dengan meroketnya harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup lainnya, tidak mendapat perhatian untuk bisa terbebas dari kesulitan ini dan agar dapat menikmati hidup sejahtera. Justru kebijakan memperpanjang penyerahan pengelolaan SDA kepada asing ini menunjukkan semakin jelas keberpihakan pemerintah terhadap kapitalis daripada rakyatnya sendiri.


Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Pandangan Islam


Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan. Pengelolaan sumber daya alam juga ada aturannya dalam Islam.  Hukum / syariat Islam memandang bahwa barang tambang (sumberdaya alam) yang jumlahnya melimpah dan jumlahnya tak terbatas termasuk harta kepemilikan umum. Barang tambang ini menjadi harta bersama kaum muslimin dan individu- individu boleh mengambil manfaat dari harta tersebut, tetapi mereka dilarang untuk memilikinya secara pribadi. Tidak boleh diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu. Demikian juga tidak boleh memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya.


Dalil yang menjadi dasar barang tambang adalah kepemilikan umum, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abish bin Hamal al-Mazaniy : "Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada didalam majlis, " Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya ? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir". Akhirnya beliau bersabda, " (Kalau begitu) tarik kembali darinya". (HR. Tirmidzi).


Dari hadits tersebut jelas menunjukkan bahwa barang tambang yang tidak terbatas dan melimpah tidak boleh dimiliki individu, karena barang tambang tersebut adalah milik seluruh kaum muslimin 


Negara dalam hal ini wajib melakukan eksploitasi barang tambang (sumberdaya alam) tersebut mewakili kaum muslimin. Harta dari barang tambang yang dikelola oleh negara merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal kaum muslimin. Dari harta tersebut, didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, baik untuk fasilitas umum, seperti sekolah, RS, masjid-masjid dan juga pembiayaan pendidikan, kesehatan dan kemaslahatan Islam dan kaum muslimin lainnya.


Dengan demikian seluruh kaum muslimin akan merasakan manfaat dan kemaslahatan dari hasil tambang milik mereka yang dikelola oleh negara. Dengan sumber pendapatan yang melimpah dari barang tambang ini maka rakyat akan mendapatkan kesejahteraan hidup sebagaimana yang didambakan oleh setiap orang  Terpenuhinya kebutuhan primer, sekunder dan tersier akan terwujud ditengah-tengah rakyat jika pengelolaan sumberdaya alam mengikuti syariat Alloh SWT dan Rasulullah SAW. Wallahu'alam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama