Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Sektor Pariwisata, Jaminan Sejahtera?

 




Oleh Ade Aisyah A.Md (Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah Islam Kaffah)


Miris, ketika perempuan dikatakan berdaya hanya jika menghasilkan secara materi. Padahal di pundak perempuanlah pendidikan generasi dipertaruhkan.


Sektor pariwisata menjadi target pemberdayaan ekonomi perempuan atas nama memuluskan kesetaraan gender. Seperti halnya dikutip dari suara.com (02/5/2024) Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengenalkan tokoh kesetaraan gender Tanah Air, Ibu Kartini. Selain itu,  dia menyatakan pentingnya peran kaum Hawa dalam bisnis pariwisata. Angela menyampaikannya sebagai pengantar di hadapan wakil sekira 40 negara partisipan dalam The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific di Kabupaten Badung, Bali. 


Pada kesempatan yang sama, Harry Hwang, Director of the Regional Department for Asia and the Pacific UN Tourism juga menyampaikan berdasarkan agenda 2030 PBB untuk tujuan pembangunan berkelanjutan dan kode etik pariwisata global, kami memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa pariwisata memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan lelaki berkontribusi terhadap pencapaian kelima, yaitu mencapai kesetaraan gender. Namun demikian, akankah kesejahteraan perempuan terjamin dengan pemberdayaan tersebut? Padahal, justeru eksploitasi lah yang pada faktanya terjadi pada perempuan, apalagi sektor pariwisata yang mengedepankan penampilan menarik dibanding skill.


Demikianlah, penghargaan sistem kapitalis sekuler terhadap perempuan jika kaum hawa ini menghasilkan uang. Mereka menjadi tumbal kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tak segan melibatkan perempuan sebagai penggerak ekonomi negara.


Dunia hari ini diarahkan untuk mengembangkan sektor non strategi termasuk pariwisata. Sementara itu, sektor strategis seperti  penguasaan SDA justeru dikuasai negara penjajah. Padahal pendapatan negara dari SDA yang melimpah jika benar-benar dikuasai dan dikelola negara serta hasilnya untuk mengurus rakyat dan menjalankan pembangunan, niscaya sangat cukup dan kesejahteraan bisa terwujud. Hal ini hanya mimpi di siang bolong saja jika sistem ekonomi kapitalis masih bercokol di negeri ini.


Upaya menggiring dan "menumbalkan" perempuan dalam sektor ekonomi sejatinya merusak fitrah perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Hal ini akan membahayakan nasib anak-anak. Bahaya tersebut muncul baik disebabkan ibu bekerja maupun dampak buruk pariwisata yang berpotensi menimbulkan perang budaya. 


Anak-anak dari ibu yang mencurahkan sebagian besar waktunya untuk bekerja akan merasa kurang perhatian dan kasih sayang. Mereka merasa diabaikan dan membuka peluang terjerumus kedalam pergaulan bebas. Apalagi ditambah dampak buruk pariwisata berupa perang budaya. Budaya liberal dan permisif merangsek membudaya di tengah-tengah masyarakat. Seks bebas pun tak bisa dibendung, moral hancur dan agama pun tidak lagi disakralkan.


Dalam Islam, ibu dan perempuan tetap dijaga ada dalam fitrahnya. Fitrah seorang ibu dalam Islam memiliki peran yang sangat mulia. Pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu mengalir dalam jiwa dan raganya begitu besarnya. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, hingga mendidik dan menjaga anak-anaknya. Begitulah kemuliaan seorang ibu yang akan berkontribusi melahirkan dari rahimnya para insan cemerlang.


Ibu adalah guru pertama, sebelum anak belajar dengan guru mana pun. Oleh karenanya, kecerdasan, keuletan, dan perangai sang ibu adalah faktor dominan bagi pendidikan dan masa depan anak. Itulah fitrah seorang ibu. Fitrah ini akan tergerus apabila ibu justeru sibuk bekerja.


Islam juga memandang bahwa perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Dalam Islam, perempuan mendapatkan jaminan nafkah seumur hidupnya. Ketika perempuan belum menikah, nafkah mereka ditanggung ayahnya dan setelah menikah, suamilah yang berkewajiban menanggung nafkahnya. 


Dalam Islam, perempuan tidak diwajibkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja hukumnya _mubah_ /boleh bagi perempuan. Mereka bekerja untuk memberikan kemanfaatan kepada masyarakat dengan keterampilan dan ilmu yang dimilikinya. Akan tetapi, perempuan tetap harus menjaga kehormatan dan menjalankan berbagai hukum syara ketika mereka bekerja diantaranya menutup aurat dan berjilbab, tidak tabaruj, tidak berkhalwat dan tidak melakukan perjalanan sehari semalam tanpa mahram.


Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan, keberkahan dan keadilan. Keadaan ini tidak pernah bisa terwujud dalam sistem selain Islam. 


Ada tiga hal penyebab Islam mampu menciptakan kehidupan yang berkah dan sejahtera. Pertama, setiap muslim, termasuk penguasanya, menjalankan aturan Islam didorong oleh ketakwaan kepada Allah Swt., bukan semata karena motif ekonomi untuk mendapatkan keuntungan. Nabi saw. bersabda:


التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ


“Pedagang yang senantiasa jujur dan amanah (akan dibangkitkan pada Hari Kiamat) bersama para nabi, shiddîqîn dan para syuhada.” (HR At-Tirmidzi)


Para penguasa juga diperintahkan oleh Allah Swt. untuk mengelola harta umat sebagai amanah dengan sebaik-baiknya. Demi menjaga kehati-hatian, Khalifah Umar bin Al-Khaththab ra., misalnya, sampai memperlakukan harta rakyat seperti harta anak yatim, yang tentu besar dosanya jika harta tersebut diambil secara zalim.


Kedua, syariat Islam mencegah menumpuknya kekayaan hanya pada segelintir orang. Dengan demikian, kesenjangan sosial tidak akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sebagai kepala negara, Rasulullah Saw., misalnya, pernah membagikan harta rampasan Perang Badar hanya kepada kaum Muhajirin; bukan kepada kaum Ansar, kecuali dua orang saja di antara mereka yang memang duafa. Hal ini dilakukan sebagai pelaksanaan perintah Allah Swt.,


كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ


“…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (QS Al-Hasyr [59]: 7)


Ketiga, Islam telah mengharamkan memakan harta orang lain secara zalim. Allah Swt. berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara batil (zalim), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar keridhaan di antara kalian.” (QS An-Nisa’ [4]: 29)


Demikianlah, Islam mampu mewujudkan kesejahteraan baik untuk laki-laki atau perempuan. Kesejahteraan ini hanya ada dalam naungan negara yang menjalankan Islam secara kaffah bukan sistem selain Islam. Semoga segera terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi. Wallaahu'alam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama