Oleh: Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)
Lemahnya rupiah saat ini sangat memprihatinkan. Rupiah kembali menunjukkan keterpurukannya atas dolar yang semakin menggila. Rupiah merosot melewati batas ambang psikologis. Dilansir dari Liputan6.com (22/4/2024), Nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS masih di atas Rp 16.000. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 22 April 2024 pukul 17.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.245 per dolar AS).
Melemahnya rupiah atas nilai tukar dolar AS adalah bentuk pengakuan jika dunia saat ini sedang berada dalam genggaman imperialisme Amerika Serikat. Penyebab pertama rupiah melemah karena inflasi di AS yang belum menurun. Inflasi AS meningkat hingga 3,48%. The Fed juga tidak menurunkan suku bunganya. Mulanya pada kuartal dua atau tiga akan menurunkan suku bunga.
Dolar AS mendominasi transaksi global yang berdampak pada ekonomi dunia. Hal ini menjadikan AS mempunyai wewenang untuk memberikan sanksi secara ekonomi dan kepada negara yang dibidik. Selain itu, AS juga mempunyai wewenang menepikan negara-negara lain dari perdagangan dengan negara yang dibidik. Eksistensi AS sebagai pembawa ideologi kapitalisme dan dominasi dolarnya sangat memengaruhi kondisi ekonomi global.
Melemahnya nilai tukar rupiah sangat berdampak terhadap harga berbagai jenis barang. Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam kurun waktu yang panjang, maka harga barang impor akan meningkat. Di sisi lain, sebagian besar industri Tanah Air masih ketergantungan terhadap bahan baku impor. Dengan begitu, harga barang-barang ke tangan konsumen dipastikan juga mengalami kenaikan.
Dengan tak berharganya rupiah terhadap dolar saat ini bukan tidak mungkin Indonesia akan mengulangi krisis moneter seperti tahun 1998. Jika ini terjadi rakyatlah yang akan terkena dampak dari krisis tersebut. Biaya hidup melambung tinggi, pabrik-pabrik terpaksa gulung tikar akibatnya PHK terpaksa dilakukan yang berujung meningkatnya angka pengangguran dan kriminal semakin meningkat.
Sistem kapitalis yang menyebabkan krisis ekonomi Indonesia karena menggunakan mata uang kertas yang tidak stabil. Secara intrinsik dan nominal memiliki perbedaan menjadikan uang tersebut tak terjaga nilainya. Banyaknya uang yang dicetak tak seimbang dengan pertambahan jumlah barang. Inflasi pun tak dapat ditekan.
Dalam sistem ekonomi Islam, mata uang bertumpu kepada emas dan perak yang bernilai stabil sehingga akan membatasi pemerintah dalam mencetak uang yang berujung kepada inflasi dan menghilangkan dominasi asing terhadap mata uang negara lain karena setiap transaksi disandarkan kepada emas dan perak yang berakibat kurs akan relatif stabil.
Kondisi rupiah yang semakin anjlok akan terus berulang selama negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme, dimana sistem ekonominya berbasis ribawi dan penggunaan fiat money. Sedangkan jika menerapkan sistem Islam, kondisi perekonomian akan lebih stabil dan kuat karena ditopang sistem ekonomi Islam yang menggunakan emas dan perak untuk transaksi dan yang telah terbukti memiliki beragam keunggulan, baik dari bahannya, jangka waktu penggunaannya, dan nilainya.[]