Angka Perceraian di Kabupaten Garut Tinggi, Bagaimana Menekannya?

 


Oleh: Imas Nuraini, S.Pt

(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Komunitas Peduli Perempuan dan Generasi)


“Keluarga adalah unit terkecil suatu bangsa. Jika semua keluarga Indonesia beres, maka Indonesia beres, tercipta ketahanan keluarga”. dr. Dewi Inong Irana, Sp.KK., FINSDV, FAADV.  


Kasus  perceraian yang terjadi di Garut sangat tinggi. Menurut kepala Pengadilan Garut, Ayip, selama 5 bulan tahun 2024 ini, total ada lebih dari 2 ribu kasus perceraian yang telah ditangani oleh PA Garut. “Hingga bulan Mei 2024 ini, total 2.241 kasus yang sudah di tangani,” kata Ayip kepada detikJabar, Rabu (15/5/2024). Ayip mengatakan, mayoritas atau sekitar 80 kasus perceraian terjadi, dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Mulai dari tidak terpenuhinya nafkah, hingga beberapa masalah perjudian dan piutang. Selain faktor ekonomi, ada juga beragam masalah yang melatarbelakangi kasus perceraian di Garut. Mulai dari kekerasan rumah tangga, hingga hadirnya orang ketiga. (detikJabar, 15/5/2024).


Sungguh sangat memprihatinkan jika angka perceraian tinggi. Kondisi seperti ini bukan hanya yang sudah tertangani oleh pengadilan agama saja, bahkan yang masih di ujung tanduk juga realitanya banyak terjadi. Perceraian merupakan salah satu indikator rapuhnya rumah tangga yang dibangun oleh pasangan yang menikah. Ketahanan keluarga sebagaimana dikatakan oleh dr. Dewi inong bisa menggambarkan ketahanan nasional. Jika faktanya angka perceraian tinggi, Bagaimana nasib anak-anak mereka? 


Dampak Buruk Perceraian bagi Anak


Dampak perceraian bagi anak bisa memunculkan permasalahan psikologisnya. Anak akan merasa keluarganya sudah tidak lagi sempurna, sehingga muncul rasa iri terhadap teman-teman sepermainannya yang seringkali menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya. Anak-anak korban perceraian biasanya cenderung merasa tidak memiliki arah tujuan hidup dan tidak memiliki pendukung dalam hidupnya. Mereka akan menjadi anak yang di luar kendali dan lebih agresif. Mereka juga cenderung lebih mudah terlibat dalam perilaku di luar jalur agama dan hukum. Seharusnya setiap keluarga memikirkan baik-baik efek dari perceraian ini. Jangan sampai hanya karena egoisme, anak-anak yang jadi korban. Generasi yang akan mengisi peradaban membutuhkan generasi tangguh dan mampu menaklukan kehidupan ini. Jika realitanya mereka cenderung bertabiat buruk, tentu peradaban yang terjadi juga kualitasnya tidak baik-baik saja.


Tren angka perceraian saat ini terus mengalami peningkatan. Faktor penyebabnya tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup yang semakin bebas dan jauh dari nilai-nilai agama. Penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik baik dalam sistem pendidikan, sistem ekonomi, serta sistem sosial berkontribusi terhadapnya rapuhnya ketahanan keluarga. Lunturnya komitmen pernikahan, tidak tercukupinya nafkah merupakan efek dari pergeseran orientasi hidup.  Sistem ini telah menggeser life style pasangan suami istri. Konsumerisme yang menggejala, perselingkuhan, LGBT, hingga penyalahgunaan sosial media seakan menjadi bahan bakar yang mengobarkan prahara rumah tangga.


Upaya Menekan Tingginya Perceraian


Upaya untuk menekan tingginya angka perceraian sudah dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah melalui Kementrian agama dan KUA telah mengadakan program unggulan bimbingan calon pengantin selama dua hari. Tujuan kegiatan kursus calon pengantin ini dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan kepada calon pengantin. Materi yang disampaikan meliputi: Mempersiapkan keluarga sakinah, menjaga kesehatan reproduksi, mengelola psikologi dan dinamika keluarga, mempersiapkan generasi berkualitas, dan memenuhi kebutuhan dan mengelola keuangan keluarga.

 

Pihak Pengadilan Agama Garut juga berupaya mencegah terjadinya perceraian dengan menggandeng komunitas swasta para pengusaha muslim dari Lariba Islamic Indonesia. Mereka hadir untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bagaimana ekonomi syariah bisa menyelamatkan ekonomi keluarga yang menjadi masalah perceraian. Meskipun program kementrian agama dan KUA telah berjalan, ternyata angka perceraian terus meningkat. Apa sebenarnya yang harus kita upayakan?


Penerapan Syariat Islam Solusi Tuntas Perceraian


Sumber penyebab utama tingginya angka perceraian adalah penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik. Pemikiran sekuler ini telah banyak mempengaruhi pola pikir pasangan suami istri, sehingga menjalani kehidupan rumah tangga mengikuti pola pikir yang cenderung bebas mengikuti akal dan hawa nafsunya. Maka, upaya yang harus dilakukan adalah masing-masing pasangan baik laki-laki maupun perempuan keduanya wajib memahami konsekuensi dari amanah yang Allah tetapkan di pundak masing-masing. Tidak sibuk menuntut hak karena kewajiban keduanya telah dipahami satu sama lain. Edukasi semacam ini tidak cukup hanya berupa program kursus yang singkat, melainkan harus menjadi program berkelanjutan yang tentunya didukung oleh peran aktif dan tanggung jawab negara. 


Dalam Islam, suami dan Istri memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Seorang suami sebagai Pemimpin keluarga (Qawwam) harus memiliki bekal pemahaman yang baik agar tujuan pernikahan terealisasi. Kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah bukan hanya dalam doa. Melainkan diprogramkan secara sungguh-sungguh oleh pemimpinnya serta dijalankan bersama seluruh anggota keluarga. Para istri dipahamkan dengan pemikiran Islam agar menjadi istri yang kanaah, yaitu sikap rida menerima, merasa cukup atas hasil yang diusahakan, serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Kaum perempuan akan diberikan pemahaman bahwa menjadi istri dan ibu bagi generasi merupakan amal saleh yang mendatangkan pahala serta surga.


Ketahanan keluarga tidak bertumpu pada hak dan kewajiban suami istri saja. Peran dan tanggung jawab negara harus hadir dalam kehidupan masyarakat. Dalam islam, Khilafah akan aktif melakukan edukasi mengenai pernikahan. Didalamnya tentu meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan aspek rumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dll.


Semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Dengan pemasukan yang besar, bukan hal yang mustahil bagi negara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas dan menjamin kebutuhan individu warga negaranya. Para istri tidak didorong untuk menjadi pencari nafkah tambahan karena kebutuhan pokok semisal pendidikan, transportasi, kesehatan sudah disubsidi oleh pemasukan negara. Jadi beban nafkah suami berkurang tidak seperti dalam sistem kapitalis hari ini.


Negara juga berperan menjaga suasana keimanan dan ketakwaan dalam segala kondisi. Sistem pergaulan yang diterapkan jauh dari godaan syahwat. Sehingga profesionalisme dalam pekerjaan pun tercipta. Media massa diberikan kebebasan menyebarkan berita yang memberikan pendidikan bagi umat. Menjaga akidah dan kemuliaan akhlak, serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. 


Demikianlah melalui penerapan syariat Islam secara utuh, ketahanan keluarga yang hakiki akan terwujud. Kebahagiaan dan kesejahteraan bukan hal yang sulit untuk diraih setiap keluarga. Efeknya generasi yang lahir dari keluarga yang harmonis akan mampu mewujudkan generasi emas  di masa yang akan datang. Wallahu'alam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama