Oleh: Hanisa Aryana, S.Pd (Pemerhati Pendidikan & Remaja)
Sampah sering kita temukan di berbagai tempat. Kadang kala dipinggir jalan raya, di sungai, atau ditempat-tempat ramai wisata dan lain-lain. Tak hanya mengganggu keindahan dalam pandangan tapi jua dalam hal penciuman. Selain itu efek dari sampah khususnya sampah plastik juga dapat merusak lingkungan.
Faktanya bahwa di Indonesia telah menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik pada 2023. Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Beliau juga mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari (Katadata.co.id,7/2/2024)
Selain itu, terdapat berbagai jenis kelomang atau kepiting pertapa di seluruh dunia, yang mencari cangkang untuk digunakan demi melindungi tubuh mereka, mulai beralih menggunakan sampah plastik sebagai alternatif. Para peneliti sampai menghasilkan kesimpulan ini berdasarkan analisis beberapa foto, yang diambil oleh penggemar satwa liar dan dipublikasikan secara daring. Para ilmuwan pun mengatakan bahwa mereka "patah hati" setelah melihat seberapa sering hewan itu hidup dengan sampah kita. Para ilmuwan juga mengatakan dua pertiga jenis kelomang hidup dalam "cangkang buatan" – yakni berupa barang-barang yang dibuang manusia (Bbc.com,11/2/2024)
Tumpukan sampah adalah bukti kelalaian negara dan rendahnya kesadaran rakyatnya akan bahaya plastik. Padahal, apabila kita biarkan saja tumpukan sampah tersebut, kerugiannya sangat besar terutama untuk makhluk hidup di sekitarnya. Rakyat dengan mudah menggunakan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah. Karena bahan atau wadah plastik pun juga tersedia secara mudah dan cepat.
Selain itu, fakta tersebut menunjukkan lemahnya inovasi di negeri ini. Inovasi sangat penting untuk dilakukan agar membuat segala sesuatu untuk menjadi lebih baik. Dengan memiliki kemampuan mumpuni lewat akses yang dipermudah dan fasilitas mendukung, maka beberapa orang yang ingin melakukan inovasi akan semangat untuk mengerjakannya terhadap pengelolaan limbah sampah plastik.
Jadi, negaralah yang seharusnya memfasilitasi untuk membuat inovasi tersebut dengan mudah, bukanlah rakyat sendiri yang memikirkannya sendiri. Negaralah yang mampu untuk mengelola limbah sampah plastik tersebut secara penuh. Rakyat pun juga mengalami kesulitan karena diterapkannya sistem kapitalisme, yang mana mengubah pandangan hidup sebagian rakyat berujung kepada materi atau keuntungan semata. Sebagian rakyat yang memiliki pandangan tersebut pun juga tidak sepenuhnya peduli dengan limbah sampah plastik, selama tidak sepenuhnya merugikan mereka secara langsung.
Sedangkan pandangan dari Islam mengharuskan, negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus rakyat termasuk dalam mengedukasi bahaya plastik. Dengan adanya edukasi tersebut, maka rakyat pun mulai memahami tentang bahayanya plastik agar mereka juga mampu peduli dengan kondisi makhluk hidup di sekitarnya yang terkena dampak limbah sampah plastik. Negara juga akan mengembangkan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir, baik dalam menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan, maupun dalam menghasilkan teknologi pengolah sampah yang mumpuni. Negara tersebut mampu melakukannya karena menggunakan sistem Islam yang rahmmatan lil’alamiin, bukan rahmatan lil muslimin.
Negara akan memberikan bantuan khusus untuk inovasi penyediaan alternatif plastik yang didanai oleh negara. Dengan begitu, limbah sampah plastik dapat dikelola lebih baik, dan tidak akan lagi merugikan oleh makhluk hidup yang tidak bersalah. Karena negara menggunakan sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, maka secara tidak langsung semua makhluk hidup pun akan berdampingan lebih baik.
Wallahua’lam bishshawwab.[]