UMKM Perempuan Tumbuh dan Berdampak, Indonesia Sejahtera?



Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) melakukan survei bersama Google dan Grab. Hasilnya, tingkat produktivitas perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Perempuan masuk di wilayah tidak produktif atau skala perumahan, bukan masuk di teknologi produksi.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki  mengatakan, sektor UMKM dapat menjadi pintu masuk perempuan agar lebih berdaya dengan  fokus pada berbagai sektor produktif termasuk pangan. Mengingat saat ini sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan masih didominasi oleh kaum laki-laki (republika.co.id, 10/2/2024). 

Apalagi dua sektor ini menjadi  bagian dari sektor ekonomi hijau sehingga  berpotensial dalam menciptakan peluang ekonomi berkelanjutan dan lapangan kerja yang inklusif. 

Tercatat dari laporan UN Women 2023, satu dari tiga UMKM di dunia dimiliki oleh perempuan. Bahkan sekitar 64 persen pelaku UMKM di Indonesia merupakan perempuan.

Sementara dari data Global Entrepreneurship Monitor 2022, Indonesia termasuk di antara empat negara dengan tingkat total aktivitas kewirausahaan perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pada sektor pertanian dan perikanan menghasilkan sumberdaya yang dapat diperbaharui, produktif sepanjang tahun dan tren kebutuhannya terus meningkat.

Pada 2018 Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat, konsumsi ikan dunia diperkirakan 20 persen lebih tinggi pada 2030. Lalu pada 2012, data FAO menunjukkan, kebutuhan pangan dunia diperkirakan 60 persen lebih tinggi pada 2050.

Teten meyakinkan jika Hilirisasi komoditas unggulan lokal (seperti pangan) dapat menjadi peluang untuk UMKM perempuan agar semakin bertumbuh dan berdampak. 

UMKM Perempuan Tumbuh Indonesia Sejahtera , Benarkah?

Ada dua hal yang berusaha disampaikan oleh Menteri Teten, yaitu ekonomi hijau untuk ketahanan pangan berkelanjutan dan pemberdayaan UMKM perempuan agar perempuan masuk dalam sektor produksi dan berdaya. Dengan demikian Indonesia akan lebih baik. 

Sungguh pemikiran ini perlu diluruskan, sebab jika digali lebih dalam inilah bukti kegagalan pemerintah dalam melindungi perempuan. Dengan menarik perempuan semakin jauh dari fitrahnya, artinya pemerintah telah menjadikan perempuan sebagai komoditas, persis seperti cara pandang kapitalisme terhadap perempuan. 

Berada di rumah dan tidak berdaya guna (baca: menghasilkan materi) dianggap sebagai kemunduran dan tidak sama sederajat dengan pria. Padahal, urusan ketahanan pangan bukan urusan perempuan namun lebih kepada rusaknya sistem ekonomi yang diterapkan sehingga tidak bisa mewujudkan kesejahteraan. 

Peluang kerja yang kian sempit dan sebaliknya kian luas lapangan pekerjaan bagi perempuan karena lebih murah dan mudah dari sisi pengaturan, menjadikan keadaan semakin timpang. Yang kaya kian kaya karena jalur previlenya banyak, bahkan bisa jadi penampilan fisiknya menarik sehingga “harga” perempuan itu lebih tinggi.  Sedangkan yang pas-pasan, baik fisik maupun ilmu dan ketrampilan mau tak mau jadi buruh. 

Keduanya sama-sama menjadi tumbal perekonomian. Sistem ekonomi kapitalisme telah memberangus peran negara hanya sebatas regulator kebijakan. Ketahanan pangan, sejatinya bukan masalah ekonomi hijau dari sektor pertanian dan perikanan, namun undang-undang yang disahkan pemerintah sangat berpengaruh, semisal UU Cipta kerja tentang alih fungsi lahan yang membuka peluang investor asing atau swasta menguasai lahan milik rakyat atau negara. 

Kemudian lemahnya edukasi dan pengembangan teknologi terbarukan, mahalnya benih, mahalnya pupuk, sekalinya murah ternyata pupuk palsu dan pemerintah lambat menanganinya. Maka, siapa yang akan antusias terhadap pertanian? Masa depan suram yang tampak. 

Islam Solusi Hakiki Kesejahteraan Rakyat

Berharap sejahtera dalam sistem kapitalisme demokrasi bak punguk merindukan bulan. Apalagi menyandarkan kepada UMKM perempuan adalah kezaliman yang nyata. 

Dalam pandangan Islam, perempuan adalah pihak yang harus dilindungi,  tidak boleh mengeksploitasi perempuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi mereka. Politik ekonomi Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan pemenuhan yang menyeluruh dari pihak negara. Syariat Islam perempuan  bekerja hanyalah  sekadar pilihan, bukan tuntutan keadaan. 

Perempuan tidak harus menghasilkan uang demi keluarga bahkan negara, karena sepanjang usianya, perempuan senantiasa dijamin oleh walinya, suaminya, kerabat terdekat hingga negara. Perempuan wajib berpendidikan tinggi, negara pula yang menjamin pelayanan pendidikan berkualitas dan gratis untuk setiap individu rakyat sebab masuk dalam enam kebutuhan pokok ( sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan), semua itu dalam rangka menyiapkan generasi cemerlang dan tangguh, sebab perempuan adalah ibu yang oleh Allah diberi keistimewaan menjadi Ummu wa rabbatul bait. 

Penafkahan ada pada pundak pria, maka negara akan memastikan mereka mudah mendapatkan lapangan pekerjaan, baik menjadi pegawai negara maupun swasta, petani atau pengusaha misalnya. Dukungan negara lainnya adalah memberikan bantuan modal bergerak maupun tidak, tanah mati, pelatihan, dan lain sebagainya. 

Dari mana negara mendapatkan dana yang besar untuk semua periayaan (pengurusan ini)? Tentu dari Baitulmal yang didalamnya terdapat pos pendapatan dari pengelolaan harta kepemilikan negara maupun umum seperti barang tambang, energi, hutan, laut dan sebagainya. Juga ada pos zakat untuk delapan asnaf yang disebut dalam Alquran. 

Maka, keadaan ini tidak pernah akan terwujud kecuali jika mencampakkan sistem yang batil dan menggantinya dengan syariat Islam. Bukankah Allah swt. Berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian” (TQS al-Anfal [8]: 24). Wallahualam bissawab. 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama