Potensi Migas Raksasa Perlu Keseriusan Negara Mengelola

 


Afifah, S.Pd (Praktisi Pendidikan)


Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Shinta Damayanti mengungkapkan bahwa SKK Migas berhasil menemukan dua sumber gas besar atau giant discovery di tahun 2023. Kedua giant discovery sumber besar gas bumi tersebut ditemukan di laut Kalimantan Timur dan sebelah utara Sumatra. 


Menurut Wood Mackenzie, Rystad Energy, dan S&P Global, kedua penemuan giant discovery tersebut masuk ke dalam five biggest discoveries dunia di 2023 dan setelah 23 tahun Indonesia berhasil mencetak rekor baru untuk penemuan sumber daya dari kedua giant discovery itu.  


Shinta Damayanti juga mengatakan bahwa sampai saat ini terdapat sebanyak 128 area cekungan (basin) migas yang terdeteksi di Indonesia. Menurutnya, tempatnya minyak dan gas itu tersimpan ada yang warna-warni yang paling baik adalah yang merah (20 basin), itu yang potensinya biasanya sudah terbukti dan sudah diproduksi, yang sekarang letaknya hampir seluruh wilayah kerja aktif. Adapun yang kuning (68 basin) itu yang lebih tidak terbukti dan belum dieksplorasi potensi kita itu banyak ada di 128 area. Masih sangat sedikit yang sudah terbukti, ini yang kemudian masih menyimpan potensi-potensi yang besar untuk dikelola keberlanjutan. (https://mediaindonesia.com).


Sayangnya, kekayaan sumber daya alam (SDA) berupa potensi migas raksasa tersebut banyak yang belum dieksplorasi, bahkan yang sudak dieksplorasi pun tidak langsung di kelola negara sehingga belum memberikan manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Padahal  menurut  UUD 1945 pasal 33 bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan  sebesar-besar untuk  kemakmuran  rakyat”. Namun miris, kenyataannya ini seperti hanya ilusi, yang jauh panggang dari api. Mengapa kondisi ini bisa terjadi?


Kekayaan SDA termasuk potensi migas yang tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat ini disebabkan karena negeri ini menerapkan sistem kapitalisme sekuler yang melegalkan adanya kapitalisasi dan  liberalisasi SDA. Dalam sistem kapitalisme, penemuan potensi migas raksasa ini akan mendorong adanya investasi termasuk dari mengundang investor asing.  Apalagi mindset yang ditanamkan sebagai dalih perlunya investasi asing dalam mengelola SDA adalah rendahnya ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia (SDM) dalam negeri menjadi penghalang pengurusannya. 


Dalam sistem ini, pemerintah lebih berperan menjadi pelayan kepentingan korporasi/ oligarki.  Pemerintah justru membuat peraturan perundangan yang menjustifikasi pihak-pihak asing dalam menguasai SDA seperti UU Migas, UU Sumberdaya Air, UU Penanaman Modal Asing, UU Perikanan, UU Perkebunan, dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dst. Dengan legalisasi berbagai UU tersebut maka banyak sumber daya alam kita termasuk berbagai jenis tambang  dikelola dan dikuasai oleh swasta dan asing atas nama investasi ini.


Dengan itu wajarlah jika hampir 90% kekayaan alam negeri ini dikuasai oleh swasta dan pihak pihak asing. Pengelolaan SDA di Indonesia masuk kategori kepemilikan pribadi yang dalam hal ini direpresentasikan perusahaan multinasional. Saat ini tidak ada lagi aturan yang membatasi mana barang publik (publik goods), mana milik pribadi dan mana yang diatur negara. Dalam bidang pertambangan minyak dan Gas pemiliknya Exxon Mobile, Shell, dan Total E & P. Pada bidang pertambangan mineral (tembaga, emas dan batubara) pemiliknya Freeport, Newmont, Kalimantan Prima Coal (KPC). 


Dengan model pengelolaan SDA ala kapitalisme ini, negara dan rakyat  akan rugi besar, karena penguasaan atas SDA migas ada pada investor asing.  Negara hanya sebagai regulator/fasilitator bagi investor. Praktik pengelolaan SDA seperti ini menurut pandangan Islam merupakan satu kemaksiatan karena pengelolaan tidak seperti yang Allah tetapkan. 


Menurut  sistem Islam, kekayaan alam (SDA) termasuk Migas adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat. Haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Konsekuensinya, SDA harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Negara Islam akan menyiapkan SDM berkualitas untuk mengelola SDA yang ada, dan sumber dana yang besar akan disiapkan karena negara khilafah memiliki sumber pemasukan yang besar


Terkait kepemilikan umum tersebut, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola  sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).


Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka,”


Jadi, menurut  aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar  baik  seperti garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.


Dengan pengelolaan SDA menurut Islam tersebut, akan menjamin distribusi kekayaan yang merata di tengah masyarakat. Hasil pengelolaan SDA akan dipergunakan negara untuk  menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap warga negara baik dengan cara langsung bagi rakyat yang lemah (tidak mampu) maupun tidak langsung. Dan juga negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan kolektif rakyat berupa jaminan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan gratis bagi setiap warga negara. 


Dalam sistem Islam (khilafah) pemerintah betul-betul berperan sebagai pengurus/pelayan rakyat dan melindungi kepentingan seluruh rakyat (raa’in dan junnah) Hanya dengan sistem Islam inilah kesejahteraan/kemakmuran bagi segenap rakyat  akan terwujud nyata serta keberkahan hidup akan kita nikmati bukan hanya ilusi. Wallahu a’lam.✓]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama