Kekerasan dalam Rumah Tangga, Akankah Usai?

 


Oleh: Aqila Farisha


Rumah, dipercaya sebagai tempat paling nyaman dan aman untuk ditempati. Rumah adalah tempat bermuaranya seluruh kegiatan dan kelelahan. Namun sayangnya, di rumah justru kerap kali ditemukan tindak kekerasan. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), menjadi isu yang seakan tidak pernah usai dan menjadi lingkaran setan di tengah masyarakat. Sungguh miris, hampir setiap hari media cetak dan elektronik memberitakannya. 


Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Tanah Laut (Kalsel), pria berinisial MT (44) di ditangkap polisi akibat membunuh istrinya, SR (43). Pelaku MT menebas leher korban menggunakan egrek atau alat pemotong buah sawit usai kesal diomeli korban yang cemburu. 


Kasus KDRT juga terjadi pada wanita berinisial MG (23). Di kawasan Alalak Selatan, Banjarmasin Utara. Kekerasan tersebut dilakukan suaminya sendiri. Korban tidak hanya dipukul dengan tangan, tapi juga dilukai dengan memakai senjata tajam. Akibat penganiayaan itu, korban menderita luka tusuk pada beberapa bagian tubuh (Barito Post, 19/10/2023). 


Tidak hanya pada istri, kasus KDRT juga sering kali terjadi pada anak. Seperti yang terjadi pada MR, balita berusia 3,5 tahun, warga Pekapuran, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Korban meninggal pada Senin (31/10/2022) dini hari, karena dibunuh ayahnya sendiri. Mirisnya, pelaku mengaku membunuh korban hanya karena kerap kali buang air kecil di tempat tidur (Kompas.com, 5/11/2022). 


Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Selatan, Adi Santoso menjelaskan, kasus KDRT meningkat dari Tahun 2022 jika dibandingkan dengan Tahun 2023. Salah satu penyebab tingginya kasus KDRT tersebut yaitu permasalahan ekonomi (Abdipersada, 9/1/2024).


Beruntunnya kasus KDRT, tentu karena banyak faktor. Baik itu faktor  internal, seperti masalah ekonomi. Serta faktor eksternal seperti masalah perselingkuhan. Permasalahan KDRT juga semakin runyam, karena kehidupan suami istri dan tata pergaulan tidak diatur dengan aturan yang shahih.  Manusia semakin jauh dari agama, karena pengaruh paham sekularisme yang semakin menancap kuat. Akibatnya manusia tidak lagi bertindak sesuai syariat, namun mengikuti ego dan hawa nafsunya. 


Parahnya, faktor kebebasan media maupun lingkungan tempat tinggal, tidak jarang turut memperburuk cara pandang masyarakat, sehingga tindak kriminal yang keji bisa terjadi. Di samping itu, di rumah tidak lagi tercipta suasana hidup yang penuh kasih sayang antar sesamanya. Sehingga mereka tidak dapat mengungkapkan dan menyalurkan perasaannya dengan cara yang shahih. Pada akhirnya muncullah tindak kekerasan tersebut. 


Sementara itu, dalam sistem saat ini, mencari lapangan pekerjaan sangatlah sulit, akibatnya kehidupan masyarakat semakin tercekik. Banyak suami yang terpaksa menganggur karena tidak adanya jaminan pekerjaan yang diberikan oleh negara. Alhasil sering terjadi pertengkaran antar suami istri karena masalah ekonomi, dan timbullah KDRT. 


Sangat berbeda dengan sistem islam, islam menetapkan kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan, yang memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. Untuk mewujudkan hal tersebut, islam menetapkan hak suami kepada istri, dan sebaliknya. Inilah bekal yang akan digunakan keluarga untuk menghadapi berbagai masalah keluarga. 


Islam juga memerintahkan pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf. Pergaulan yang makruf akan tergambar dari ketaatan istri kepada suami, sementara sifat suami adalah ramah dan toleran. Suami dilarang mencari-cari kesalahan istrinya, jika istrinya telah melaksanakan hak dan kewajibannya. 


Islam juga menetapkan kepemimpinan dalam rumah tangga berada di tangan suami. Kewajiban ini membuat suami menjadi pihak pemutus kebijakan dalam menyelesaikan persoalan dalam rumah tangga. Suami wajib membimbing keluarganya untuk taat kepada Allah dan menjauhkan mereka dari perbuatan maksiat. Maka jika didapati ada istri yang membangkang kepada suaminya, Allah telah memberikan hak kepada suami untuk mendidik istrinya. 


Namun jika permasalahan suami istri tidak juga mendapatkan solusi, dan justru dapat mengancam ketenteraman. Maka Islam justru mendorong mereka untuk bersabar dengan memendam kebencian yang ada, karena bisa jadi dalam kebencian itu terdapat kebaikan. Tetapi jika ini tidak membuahkan hasil, sementara kebencian dan pembangkangan telah melampaui batas, hingga ada persengketaan. Maka, Islam memerintahkan agar ada pihak ketiga, dari suami istri untuk membantu menyelesaikan persoalannya. Jika solusi ini juga tidak membantu, maka Islam membolehkan adanya talak atau perceraian, walaupun Allah membencinya. 


Dalam konsep keluarga seperti ini, akan terlihat jelas arah kehidupan suami istri, mengenai bagaimana mereka membina rumah tangga dan menyelesaikan masalah. Hanya saja konsep ini memerlukan dukungan dari masyarakat yang memiliki pemahaman, tolak ukur dan penerimaan Islam. Tidak hanya itu, negara juga hadir sebagai penjamin, agar kehidupan suami istri akan berjalan sesuai syariat, seperti dengan mempermudah lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki, sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Memberikan edukasi melalui sistem pendidikan, media, sistem pergaulan, dan sejenisnya. Semua ini akan terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah (sempurna).

Wallahu a’lam bishshawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama