Oleh: Rezkina Hari Pradana
Sembilan bulan ibu mengandung
Dan melahirkan kita ke dunia
Siang dan malam ibu menyusui
Tiada terasa lelah dan letih
Kasih sayangnya cinta kasihnya sepanjang masa
Kasih sayangnya cinta kasihnya
Tak terbalas emas permata
Sepenggal lirik lagu berjudul surga di telapak kaki ibu tersebut menggambarkan betapa seorang ibu begitu penuh perjuangan dan kasih sayang dalam merawat buah hatinya. Namun ironisnya ada kasus yang belum lama ini terjadi yang membuat kita mengelus dada. Seorang ibu tega membunuh bayi yang baru dilahirkannya.
Kejadian miris ini terjadi di Kabupaten Belitung Bangka Belitung. Terkuaknya kasus ini berawal dari penemuan mayat bayi laki-laki di kebun oleh warga sekitar. Setelah dilakukan penyelidikan oleh polisi terungkap pelakunya adalah ibu kandung dari bayi laki-laki tersebut. Tersangka mengaku melahirkan bayinya di toilet. Setelah dilahirkan bayinya diceburkan di bak(ember) hingga bayi meninggal lalu membuangnya ke semak-semak kebun milik warga sekitar. Bayi malang ini merupakan anak ketiga dari tersangka. Pelaku yang berusia 38 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai seorang buruh. Dirinya mengaku tega membunuh darah daging yang baru saja ia lahirkan lantaran tidak menginginkan kehadirannya dikarenakan tidak memiliki biaya yang cukup untuk membesarkannya (m.kumparan.com, 24/01/2024).
Dari kasus ini terbayangkan betapa beratnya beban ekonomi yang dirasakan oleh makhluk bernama manusia berhasil mematikan naluri keibuan. Seorang ibu, normalnya identik dengan sifat kasih sayang, welas asih,rela berkorban demi anaknya, bahkan bak malaikat bagi buah hatinya. Sembilan bulan lamanya berada di bagian tubuhnya, mengalir darah yang sama, tentu proses indah ini berkesan bagi wanita bergelar ibu. Ibulah seharusnya manusia yang paling sayang kepada anaknya.
Sebab Matinya Naluri Ibu
Banyak faktor yang mengakibatkan matinya naluri seorang ibu yang pada akhirnya mendorong tindakan teganya seorang ibu menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri. Diantaranya adalah faktor keimanan. Lemahnya iman bisa menjadikan ibu gelap mata dan tidak berpikir panjang. Dia tidak memahami bahwa anak adalah amanah sang ilahi yang harus dijaga. Lebih dari itu, ibu yang tidak memiliki keimanan yang kuat tidak memahami bahwa menghilangkan nyawa adalah perbuatan dosa dan termasuk larangan Allah yang ketika dilakukan kelak akan ada konsekuensi yang harus di tanggung di dunia dan di akhirat kelak.
Selain faktor keimanan faktor yang dapat mendorong adalah faktor ekonomi. Kita tidak bisa memungkiri bahwa saat ini beban hidup dirasakan semakin berat. Biaya kebutuhan primer yang terus naik membuat masyarakat terseok-seok dalam memenuhinya. Belum lagi pemenuhan biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak sedikit tentu menambah beban hidup rakyat. Kondisi inilah yang pada akhirnya memaksa seorang ibu untuk juga turut menanggung beban ekonomi keluarga dengan bekerja demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Tak ayal kelahiran anak dianggap sebagai beban tambahan.
Fakta kasus di atas bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun ketika terjadi kasus semacam ini, upaya yang dilakukan adalah rumus mencatat dan mendatanya lalu memberi sanksi tanpa dicari akar masalah dan solusi hakiki.
Lemahnya keimanan ibu merupakan hal yang wajar dewasa ini. Pasalnya saat ini kita berada dibawah naungan sistem sekulerisme. Sistem sekulerisme merupakan sistem yang lahir dari ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya kehidupan manusia akhirnya diatur oleh aturan manusia maka terwujudlah individu yang minim keimanan.
Dalam sistem ini negara tidak memiliki peran sebagai penjaga rakyat termasuk menjaga aqidah rakyatnya. Negara yang harusnya memiliki kekuasaan mampu memberikan pemahaman agama kepada rakyatnya. Sehingga ketika ibu menghadapi ujian, ika iman di pegang teguh dalam kondisi apa pun itu maka seorang ibu akan tegar dan tidak akan kehilangan harapan, sebab ia yakin betul ada sang maha Agung yaitu Allah.
Negara yang seharusnya tampil terdepan dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya serta menjadi pelindung bagi rakyat terlebih seorang ibu justru kini belum dirasa kehadirannya. Para penguasa sibuk beretorika dengan bualan manis tentang pertumbuhan ekonomi, investasi, namun kenyataan di depan mata ialah banyak kaum ibu yang berkubang dalam pedihnya nestapa.
Hal ini merupakan keniscayaan dalam sistem sekuler demokrasi. Dalam sistem ini negara tidak memposisikan dirinya sebagai pelindung rakyat. Para penguasa justru mengabdi pada para pemilik modal. Kebijakan negara dibuat dalam rangka melanggengkan kepentingan para pemilik modal. Alih-alih sebagai pelindung rakyat, para penguasa terlalu sibuk mengamankan jabatan dan kekuasaan. Sedangkan derita rakyat di anggap angin lalu dan bukan termasuk kepentingan pribadi yang harus di prioritaskan.
Di Tangan Islam, Ibu Mulia
Mirisnya kondisi ibu di bawah naungan sistem sekulerisme tersebut sungguh berbanding terbalik dengan kemuliaan pada sistem islam, sistem yang menerapkan aturan Tuhan sang pencipta semesta alam. Islam sangat memuliakan ibu. Penghargaan atas beratnya perjuangan menjadi seorang ibu termaktub dalam Al-qur'an surat Luqman ayat 14 yang artinya :
"Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu".
Dalam Islam, ibu memiliki peran besar dalam mencetak peradaban. Al ummu madrosatul ula. Ibu adalah sekolah utama (bagi anaknya). Demikian mulianya posisi seorang ibu dalam islam sehingga ia merupakan mutiara yang harus dijaga. Dalam sistem Islam, peran negara adalah sebagai junnah (perisai). Negara akan menjaga dan melindungi rakyatnya termasuk seorang perempuan bergelar ibu dari berbagai kesulitan termasuk kesulitan ekonomi. Negara akan menjamin kesejahteraan ibu dengan berbagai mekanisme.
Pertama dari segi nafkah, dalam Islam perempuan tidak diwajibkan untuk mencari nafkah. Perempuan berhak mendapatkan nafkah dari suami atau walinya. Maka Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab tersedianya lapangan pekerjaan bagi laki-laki termasuk para suami hingga tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak bekerja. Dengan demikian ibu tidak akan ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Alhasil perempuan dapat maksimal menjalankan tugas utamanya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga.
Mekanisme selanjutnya adalah dari segi pengurusan negara kepada rakyat. Islam mengatur agar kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dijamin oleh negara secara mutlak. Rakyat dapat mendapatkan fasilitas tersebut secara cuma-cuma dari pembiayaan oleh Baitul Mal. Dengan begitu jaminan kesejahteraan akan dirasakan oleh semua rakyat tak terkecuali para ibu sehingga para Ibu sang pencetak generasi, pendidik anak bisa optimal mengasuh anak-anaknya tanpa ada kecemasan perihal masalah ekonomi.
Kepedulian terhadap ibu dalam sistem Islam ini hanya akan terwujud dengan penerapan syari'at Islam secara menyeluruh dalam naungan Daulah Islam. Para ibu akan sehat fisik dan mentalnya sehingga dapat menyayangi putra-putrinya serta optimal dalam mengasuh dan mendidik anaknya menjadi generasi Islam yang mulia, insya Allah.[]