Demokrasi Berbiaya Tinggi, Pemicu Depresi?



Oleh : Septa Yunis (Analis Muslimah Voice)

Sejumlah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) bersiap menampung Caleg yang gagal dalam pesta demokrasi tahun ini. Diantaranya RSJ Menur Surabaya sudah jauh-jauh hari menyatakan siap menampung Caleg yang depresi akibat gagal terpilih. Dilansir dari Beritasatu.com (7/12/2023), Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, Jawa Timur siap menampung para calon legislatif (caleg) yang terindikasi mengalami gangguan mental atau kejiwaan karena gagal dalam kontestasi Pemilu Legislatif (Pileg) 2024. RSJ Menur Surabaya sudah menyiapkan ruangan bagi para caleg yang terindikasi mengalami depresi karena gagal terpilih pada Pileg 2024 mendatang. Selain itu, pihak RSJ membebaskan keluarga pasien untuk memilih kamar atau ruangan sendiri.

Belajar dari pemilu sebelumnya, banyak caleg yang mengalami depresi akibat gagal terpilih. Hal ini sebenarnya bukan masalah yang mengherankan. Wajar jika para caleg tersebut depresi setelah gagal dalam pemilihan. Pasalnya, biaya yang sudah mereka keluarkan untuk membiayai kampanye tidaklah sedikit. Disampaikan oleh LPM FE UI, modal yang harus dikeluarkan untuk caleg DPR RI berkisar Rp1,15 miliar—Rp4,6 miliar. Ketua PKB Cak Imin juga mengatakan, butuh Rp40 miliar untuk menjadi caleg RI dari DKI Jakarta. Fahri Hamzah mengatakan butuh dana setidaknya Rp5 miliar untuk menjadi capres.


Semua itu belum mencakup dana yang harus digelontorkan negara untuk penyelenggaraan pesta pemilunya sendiri. Saat ini alokasi anggaran Pemilu untuk tahun anggaran 2024 sudah dialokasikan sebesar Rp38,2 triliun. Dana tersebut telah disiapkan dalam APBN 2024 untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 satu putaran.

Luar biasa bukan pesta demokrasi ini. Tak heran jika ada caleg depresi, karena biaya yang digelontorkan mereka sangat tinggi. Selain itu, faktor penyebab caleg depresi adalah tujuan mereka yang salah. Hari ini jabatan menjadi impian, karena dianggap dapat menaikkan harga diri/prestise, juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan/fasailitas lainnya. Mereka berbondong-bondong "nyaleg" bukan lagi untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan perut mereka sendiri. Dengan demikian, depresi bukan hal yang mustahil terjadi kepada para caleg yang gagal. 

Hal tersebut sangat wajar di sistem demokrasi—yang asasnya sekuler—hanya akan menghimpun para petarung. Mereka akan melakukan segala cara untuk bisa memenangkan panggung, tidak mempedulikan haram halal. Sehingga kandidat yang Ikphlas akan tersingkir sebab mereka tidak akan mau melakukan kecurangan.

Kapitalisme demokrasi menjadikan manusia serakah. Dipikiran mereka hanya ada bagaimana cara untuk memperkaya diri, bukan bagaimana mensejahterakan rakyat. Berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya, caleg terpilih pun bukan representasi rakyat. Kebijakan yang ditetapkan tidak pernah memihak kepada rakyat. Slogan demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” hanya ilusi yang tidak pernah terealisasi. Dalam pelaksanaannya, kebijakan yang ditetapkan hanya untuk kepentingan oligarki. Siapa pun presidennya, siapa pun anggota parlemennya, kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terjamin dan keadilan tidak akan bisa dirasakan oleh rakyat.

Dengan demikian pesta demokrasi ini hanyalah alat legitimasi untuk mengukuhkan kekuasaan para oligarki. Rakyat seolah-olah ambil andil dalam menentukan penguasa, padahal semua telah diatur sedemikian rupa agar pemenang adalah mereka yang tunduk pada pengusaha. Dan ini pula yang dapat menyebabkan caleg depresi saat mengetahui suaranya bisa dicurangi, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Demikianlah gambaran pemilu yang ada di sistem demokrasi. Butuh biaya tinggi, rentan perbuatan curang, dan sama sekali tidak memihak kepada rakyat. Apakah ini yang dikehendaki kaum muslim? Jika mereka mau berpikir, tentu tidak. Mereka tidak akan mengambil jalan demokrasi untuk menentukan kepemimpinan negara, melainkan akan menggunakan Islam sebagai aturan untuk memilih pemimpin yang pasti itu akan membawa kemaslahatan untuk umat, bukan malah menjadikan depresi. Jadi, pilih Islam atau Demokrasi?

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama