Penulis: Suryani
Di era modern seperti sekarang ini, berpacaran pada remaja dianggap hal yang cukup biasa. Pada era 70–80an, berpacaran diatur oleh orang tua. Pihak laki-laki secara formal berkunjung ke rumah keluarga perempuan ditemani oleh teman atau kerabatnya. Tujuannya, hanya sekedar saling mengenal satu sama lain.
Laki-laki dan perempuan tak diizinkan berduaan, meski setelah perkenalan resmi sekalipun. Selain itu juga tidak dianjurkan mengenal satu orang saja karena khawatir menutup kesempatan bagi yang lain untuk berkenalan juga.
Pola kencan mulai mengalami perubahan di penghujung abad ke -19 hingga awal abad ke-20. Dating (kencan) tidak seformal sebelumnya, di mana pasangan muda lebih bebas bertemu tanpa pengawasan orang tua meski orang tua masih punya kendali dalam memilih pasangan hidup.
Namun, setelah perang dunia I, pola pacaran berubah menjadi lebih bebas tanpa kontrol orang tua bahkan pasangan muda bisa pergi sesering yang mereka suka. Perempuan bahkan tidak segan-segan untuk bertemu dengan satu lelaki terus menerus tanpa adanya komitmen pernikahan.
Dalam laman media sosial psikolog Roslina Verauli @verauli.id disebutkan remaja memiliki sejumlah tujuan saat pacaran, antara lain sekedar bersenang-senang, mengenal lawan jenis, memiliki teman dekat, mengembangkan pertemanan, hingga untuk mencoba-coba melakukan aktivitas seksual.
Padahal, di usia remaja cinta masih bersifat sementara. Beda situasi dan lingkungan, beda pula cintanya. Itulah mengapa disebut sebagai puppy love (cinta monyet).
Berdasarkan buku karangan Vera yang berjudul Teenager 911, dari sejumlah data disebutkan bahwa setengah dari remaja usia 13 – 19 tahun pernah mengalami kekerasan dalam hubungan berpacaran. Laporan dari Komnas Perempuan (2017) menyebutkan bahwa ada 2.100 kasus kekerasan dalam berpacaran.
Kekerasan dalam berpacaran yang paling sering terjadi pada remaja adalah date rape (pemerkosaan saat kencan). Kekerasan date rape ini pula yang paling sering ditutupi bahkan dirahasiakan karena dianggap memalukan.
Namun, di balik kesenangan dan kebahagiaan yang mungkin dirasakan, pacaran juga membawa sejumlah bahaya, dampak, dan resiko yang perlu dipahami dengan baik oleh remaja dan orang tua. Pacaran di usia remaja sering kali menyertai gejolak emosi yang tidak stabil. Rasa cinta, kecemburuan, dan perasaan lainnya dapat mengganggu konsentrasi di sekolah dan menimbulkan masalah psikologis seperti stres, kecemasan, dan depresi.
Remaja yang terlibat dalam hubungan pacaran cenderung mengalami penurunan kinerja akademis karena teralihkan perhatiannya dari tugas dan tanggung jawab di sekolah. Hal ini dapat mempengaruhi masa depan mereka dan peluang untuk meraih kesuksesan. Beberapa remaja dalam hubungan pacaran berisiko tinggi untuk terjerumus dalam perilaku berisiko, seperti penggunaan alkohol, narkoba, dan perilaku seksual yang tidak aman. Pacaran pada usia yang terlalu muda juga dapat meningkatkan risiko kehamilan remaja yang tidak diinginkan.
Pacaran juga bisa menjadi ajang pelecehan dan kekerasan dalam hubungan. Kekerasan fisik, emosional, atau seksual dapat merusak kesehatan fisik dan mental remaja serta meninggalkan bekas trauma yang berkepanjangan. Terlalu fokus pada pasangan dapat menyebabkan remaja mengabaikan pertemanan dan interaksi sosial lainnya. Ini dapat menyebabkan isolasi sosial, ketergantungan emosional pada pasangan, dan merasa kesepian jika hubungan berakhir.
Pacaran di usia remaja juga sering kali menyebabkan konflik dengan orang tua. Perbedaan nilai dan ekspektasi dapat menimbulkan perasaan tidak dipahami dan bisa mengarah pada hubungan yang kurang harmonis dengan keluarga.
Pacaran yang terlalu serius di usia remaja dapat mengganggu proses perkembangan pribadi dan membuat remaja kesulitan mengeksplorasi minat, bakat, dan aspirasi mereka secara mandiri.
Dalam ajaran Islam, sebenarnya telah banyak dijelaskan terkait batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, adanya larangan untuk mendekati zina. Pacaran merupakan jalan menuju zina yang nyata. Sehingga pacaran itu hukumnya haram.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 32 telah dijelaskan bahwa Allah SWT melarang dengan tegas untuk menjauhi zina, Allah berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Sepasang kekasih yang menjalin hubungan pacaran biasanya memadu kasih dan berkhalwat atau berdua-duaan. Hal inilah yang memicu terjadinya zina.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
وَعَنْ أَبِى أُمَامَةِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :اِيَّاَك وَالْخَلْوَةَ بِالنِّسَاءِ وَالَّذِىْ نَفْسِى بِيَدِهِ مَاخَلَا رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ اِلَّا دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَاوَلَاَ نْ يَزْحَمَ رَجُلٌ خِنْزِيْرًا مُتَلَطِّخًابِطِيْنٍ أَوْ حَمَأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ يَزْحَمَ مِنْكِبُهُ مَنْكِبَ امْرَأَةٍ لَا تَحِلُّ لَهُ.
Diriwayatkan dari Abi Umamah radiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ bersabda, “Awas jauhilah bersepi-sepian (berduaan) dengan wanita. Demi Allah yang nyawaku ada pada kekuasan-Nya, tidak lah berduaan laki-laki dengan perempuan kecuali masuk setan di antara keduanya. Sungguh bilamana berhimpitan seorang laki-laki dengan babi yang berlumuran lumpur itu lebih baik bagi lelaki itu daripada menyenggolkan pundaknya pada pundak perempuan lain yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Zina tidak hanya sebatas melakukan hubungan suami istri semata, bahkan saling berpandangan atau saling menyentuh yang bukan mahramnya saja sudah termasuk perbuatan zina.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW. bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dimungkiri. Mata bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan (yang diharamkan). Zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan). Lidah (lisan) bisa berzina, dan zinanya adalah perkataan (yang diharamkan). Tangan bisa berzina, dan zinanya adalah memegang (yang diharamkan). Kaki bisa berzina, dan zinanya adalah ayunan langkah (ke tempat yang haram). Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari No. 6243, Muslim No. 2657).
Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa yang minum (minuman keras) atau berzina, maka Allah akan melepas imannya dalam hatinya, seperti seseorang melepaskan peci dari kepalanya (artinya kalau yang berzina itu meninggal ketika berzina, ia tidak sempat bertaubat lagi, maka dia meninggal sebagai orang kafir yang akan kekal di neraka)".
Oleh sebab itu, Allah SWT memerintahkan kepada para laki-laki yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan, yaitu wanita yang bukan mahrom.
Sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 30,
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوا۟ فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan: "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku".
Sangatlah penting untuk mengetahui bahaya dari pacaran. Demikian dapat dipahami bahwa untuk menjadi remaja yang berkualitas, tidak perlu pacaran. Karena pacaran itu bukan jalan menemukan jodoh. Ada yang pacaran 10 tahun tapi menikah dengan yang lain.
Lalu bagaimana kalau cinta sudah menggebu? Solusinya adalah menikah! Kalau belum mampu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada para pemuda untuk berpuasa.
Dalam satu hadis, Rasulullah saw bersabda,
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Abdullah Ibnu Mas'ud ra. berkata: ‘Rasulullah saw bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq 'Alaih)
Imam Al-Ghazali, dalam Ihya 'Ulumiddin (juz 3, hal. 85) menjelaskan beberapa faedah atau manfaat saat perut dalam kondisi lapar. Di antara faedah terbesarnya adalah bisa menaklukkan hawa nafsu yang berpotensi untuk menjerumuskan dalam perbuatan maksiat.
Menurut Al-Ghazali, sumber utama perbuatan maksiat adalah hawa nafsu dalam diri manusia. Sementara ‘bahan bakar’ hawa nafsu itu sendiri adalah makanan. Dengan mengurangi mengonsumsi makanan, maka hawa nafsu akan meredup dan seseorang mampu mengendalikan dirinya. Jika seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia mampu arahkan tubuhnya untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan maksiat. Wallahu'alam. []