Jurus Gesit, Melawan Plecit



Penulis : Suryani


Riba adalah perbuatan dosa besar yang sangat dilarang bagi umat Islam. Diharamkannya riba dalam Islam termaktub dalam firman Allah SWT yang berbunyi :


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS Ali Imran: 130).


Meski begitu, banyak kasus disekitar kita bagaimana orang-orang terlilit masalah riba. Perekonomian yang tidak menentu dan seiring perkembangan zaman di Indonesia membuat banyak perubahan dalam kebutuhan, keperluan, dan keinginan yang harus dipenuhi di lingkungan masyarakat. Demi memudahkan, masyarakat kemudian memilih jalan pintas dengan cara cepat dalam memenuhi kebutuhan, dengan melakukan beberapa pinjaman kepada pihak-pihak tertentu seperti salah satunya adalah bank plecit atau rentenir.


Bank plecit atau rentenir adalah istilah penyebutan untuk orang atau badan non-bank yang meminjamkan uang dengan pengenaan bunga tinggi dan sistem penagihannya yang dilakukan setiap hari dengan mendatangi rumah nasabahnya.


Sumber modal yang digunakan oleh rentenir adalah dana pribadi rentenir itu sendiri yang kemudian melakukan pinjaman modal kepada masyarakat yang membutuhkan pinjaman, mekanisme yang dilakukan oleh pihak ini adalah memberikan pinjaman ke setiap rumah yang membutuhkan bantuan di lingkungan masyarakat. Rentenir memiliki karakteristik yaitu memberikan pinjaman uang modal atau uang kebutuhan kepada masyarakat. Kebanyakan masyarakat memberikan julukan pemodal dengan julukan bank plecit karena dengan karakteristik mereka yang mengejar uang pinjaman yang mereka berikan kepada masyarakat.


Sebenarnya dalam pandangan syariat, ada banyak unsur riba dalam pinjaman tersebut, hal ini di tentukan dari besarnya bunga yang ditetapkan. Meskipun ada juga beberapa pendapat yang mengatakan hal itu di perbolehkan asalkan melalui kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang saling bersangkutan.


Lembaga kredit rentenir atau bank plecit dengan sebutan bank titil ini sangat dilarang dalam syariat karena mengandung riba, seperti salah satu ayat yang dijelaskan pada Al Qur'an surat Ali Imron Ayat 130 :


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ۝١٣٠


Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS Ali Imran 130).


Dalam transaksi, bank titil lebih sering memunculkan permasalahan-permasalahan yang menjadi beban bagi pihak nasabah. Kemunculan permasalahan-permasalahan ini juga merupakan salah satu kategori ke-riba-an bank titil. Permasalahan dimaksud seperti ketidakadilan dalam esensi transaksi, keterpaksaan keuangan, penyebab keterpurukan ekonomi, penyebab usaha dagang tidak berkembang dan terciptanya lilitan hutang yang tak pernah kunjung usai.


Mengutip buku Ringkasan Fikih Lengkap II tulisan Syaikh Dr Shalih Bin Fauzan, berikut sejumlah bahaya yang ditimbulkan dari praktik riba.


1. Pemutus perbuatan baik.


Riba disebut sebagai pemutusan perbuatan baik di antara manusia. Hal ini disebabkan pada praktiknya, riba menutup pintu peminjaman dengan cara baik dan membuka pintu pinjaman dengan bunga yang mana membebani fakir miskin.


Praktik riba menimbulkan ketidakadilan distribusi kekayaan serta kesenjangan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya berbagai kerawanan dan krisis di tengah-tengah masyarakat, sebab kekayaan berputar di antara orang-orang tertentu saja.


Dalam surah Al Hasyr ayat 7, Allah SWT berfirman:


... كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ ۚ ...


Artinya: "...Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang yang kaya saja di antara kamu."


2. Dosanya diibaratkan berzina dengan ibu sendiri.


Dalam buku Ada Apa Dengan Riba karya Ammi Nur Baits, bahaya yang ditimbulkan riba adalah dosa yang besar. Saking besarnya, dosa riba bahkan diibaratkan seperti berzina dengan ibu sendiri.


Dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda:


"Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya." (HR Hakim)


3. Diganjar hukuman di alam kubur.


Manusia yang memakan harta riba akan diganjar hukuman di alam kubur kelak. Nantinya, mereka harus berenang di sungai yang penuh darah.


Nabi Muhammad SAW menceritakan mimpinya ketika beliau melihat orang-orang yang berenang di sungai darah.


"Kami mendatangi sungai dari darah, di sana ada orang yang berdiri di tepi sungai sambil membawa bebatuan dan satu orang lagi berenang di tengah sungai. Ketika orang yang berenang dalam sungai darah hendak keluar, lelaki yang berada di pinggir sungai segera melemparkan batu ke dalam mulutnya, sehingga dia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu seterusnya."


Ketika Nabi bertanya kepada malaikat, mereka menjawab,


"Orang yang kamu lihat berenang di sungai darah adalah pemakan riba. "(HR Bukhari).


4. Mendapat ancaman masuk neraka.


Hukuman setelah mendapat hisab bagi pemakan riba, yaitu ancaman masuk neraka sebab telah melakukan dosa besar. Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya pada surah Al Baqarah ayat 275,


ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ


Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."


5. Hartanya tidak berkah.


Bahaya riba lainnya yang didapat oleh para pelaku riba di dunia ialah hartanya tidak berkah sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Katsir. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 276,


يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ


Artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa."


Menurut Ibnu Katsir, pada ayat tersebut Allah SWT akan menghilangkan keseluruhan harta dari tangan pelaku riba atau mengharamkan pemiliknya untuk mendapat keberkahan dari hartanya sehingga ia tidak dapat menikmatinya.


Cara Menghindari Riba


Dalam konteks ekonomi Islam, alternatif yang disarankan untuk menghindari riba adalah melakukan transaksi yang adil dan menghindari memanfaatkan kebutuhan orang lain. Beberapa contoh transaksi yang diperbolehkan dalam Islam adalah bagi hasil (mudharabah), sewa- menyewa (ijarah), dan jual beli yang adil (murabahah). Ada juga beberapa cara menghindari riba antara lain :


1. Kenali bahaya riba.


Mengenali riba dengan segala keburukan yang akan diterima baik di dunia dan di akhirat. Akan membuat kita semakin termotivasi untuk senantiasa berhati-hati dalam tiap transaksi khususnya yang cenderung mengandung riba.


2. Memahami transaksi yang halal (sesuai syariah).


Semakin kita memahami ilmu muamalah syariah, khususnya transaksi jual beli dan lain sebagainya. Disamping sebagai penambah wawasan dan diangkatnya derajat kita disisi Allah Swt. Dari sana pula akan semakin kita tahu manakah transaksi yang haram atau halal, atau mengandung unsur riba ataukah tidak.


3. Hanya membeli dan/atau menjual barang halal dan thayib.


Berhati-hati dalam bertransaksi, jangan sampai menjual/ membeli barang yang haram serta pastikan asal dari barang tersebut pun thayib, bukan barang hasil curian, bukan menjual barang milik orang lain yang tidak ada izin untuk menjualkannya.


4. Tanamkan sifat saling membantu (Ta’awun)


Saling bantu merupakan hal mulia yang dapat menghindari riba. Ketika masyarakat saling bantu tentu taraf kehidupan dengan sendirinya akan terangkat sehingga desakan kebutuhan ekonomi dapat teratasi. Disamping itu bersedekah dan membantu orang fakir merupakan hal mulia yang pada hakikatnya tidak menyebabkan harta kita berkurang, justru kebalikannya.


5. Tanamkan sifat bersyukur dan merasa cukup (Qona’ah).


Memiliki sifat qonaah dapat menghindarkan kita dari bahaya riba. Sifat qonaah dapat dilakukan dengan senantiasa bersyukur atas apa yang Allah Swt berikan kepada kita. Sifat bersyukur membantu kita agar terhindar dari perasaan serba kekurangan dan ingin hidup dalam kemewahan. Rasa ingin memiliki sesuatu dan mudah iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain membuat kita dengan mudah membeli barang walau dengan cara berhutang apapun sistem transaksinya.


Dalam keterangan diatas beberapa hikmah bisa disimpulkan. Mengapa Islam melarang riba salah satunya adalah menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama lain. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat.


Wallahu alam bish shawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama