IRONI PERINGATAN HARI IBU, MOMENTUM PEREMPUAN HARUS BERDAYA ATAU DIPERDAYA?





Oleh : Kikin Fitriani (Ibu Rumah Tangga)

Pelaksanaan Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-95 2023 yang mengangkat tema utama yakni "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju", sebagai momentum tonggak gerakan perempuan Indonesia untuk berkontribusi aktif memajukan bangsa dan negara. Terlebih lagi yang spesial dari PHI adalah dengan menggelar kegiatan "merayakan perempuan" yang tujuannya hendak memperlihatkan kepada masyarakat luas, betapa kiprah kaum perempuan Indonesia sangat luar biasa demi kemajuan bangsa dan negaranya. Apa benar perempuan berdaya bisa memperkuat bangsa dan punya andil dalam mencapai kemajuannya?

Keterlibatan perempuan dinilai sangat potensial dan strategis dalam mengembangkan industri maupun ilmu pengetahuan serta teknologi. Sungguh ironis era sekularisme kapitalisme telah meminggirkan kemuliaan seorang ibu dan peran sentralnya dalam mendidik generasi. Mereka kaum perempuan banyak  memenuhi ranah publik dan meninggalkan peran domestik mereka sebagai ibu pendidik generasi yang justru didapat bukan kemajuan melainkan kemunduran, tidak memperkuat bangsa malah justru melemahkannya dan inilah awal dari kehancuran sebuah bangsa.

Kaum Feminis dan para pengusung ide moderasi beragama nyata-nyata membelokkan peran vital seorang ibu. Dan ironisnya paham kesetaraan gender yang didengungkan oleh kaum feminisme berhasil masuk dalam ruang lingkup rumah tangga yakni peran ibu. Peran ibu berdaya dimaknai ibu yang bisa menghasilkan materi atau mendatangkan uang sekaligus dapat memainkan peranan dalam politik praktis. Peran penting ibu saat ini mengalami distorsi (pemutarbalikan fakta) serta pembajakan karena peran utamanya sebagai ibu diaruskan sebagai perempuan berdaya yakni menjadi perempuan produktif dari sisi memiliki penghasilan, punya karier, jabatan, kedudukan secara sosial ekonomi ataupun politik dan mampu bersaing dengan kaum laki-laki di berbagai sektor kehidupan.

Para pegiat feminis dan agen-agen moderasi beragama senantiasa nyaring menyuarakan isu kesetaraan gender, kebebasan, dan keadilan. Semua itu tidak lepas dari masifnya pengaruh materialisme yang mengukur segala tingkat keberhasilan berdasarkan materi.

Mirisnya ketika tersanderanya peran seorang ibu, jubah perempuan berdaya dinilai sangat potensial untuk meraih kebebasan berkarir demi meraup pundi-pundi rupiah, rela meninggalkan amanah wilayah domestiknya. Para ibu didapuk untuk bisa menjadi mesin penghasil uang seraya mencabut fitrah keibuan mereka.

Walhasil tipu muslihat berlabel pemberdayaan menggiring perempuan berhasil diperdaya sistem kapitalisme liberalisme yang menuntun kaum perempuan untuk mengabaikan sektor domestik. Mirisnya dampak terbesar dari pemberdayaan perempuan adalah keberlangsungan hidup generasi dengan serangkaian problematika kasus masalah yang komplek dan semua itu perlu penanganan kalau tidak layaknya fenomena gunung es, hal berbahaya yang tidak terlihat di permukaan, namun siap menjadi hal berbahaya dalam suatu peristiwa. Seperti saat ini banyak dihasilkan generasi lemah, tidak berkualitas serta cenderung rapuh, karena banyaknya kaum perempuan yang menghabiskan waktunya untuk bekerja. Karena didorong rasa "terpaksa" akibat himpitan ekonomi, ada yang hanya mengejar karier, kedudukan dan materi.

Ada tiga hal yang perlu dikritisi terhadap tema PHI :
1. Paradigma (berpikir) yang pragmatis melihat  persoalan bangsa yang mereka ajukan yakni rendahnya akses perempuan terhadap ekonomi,  kegagalan berkeluarga, perempuan mengalami diskriminasi, kemiskinan keluarga, lemahnya kualitas generasi dan sebagainya yang dijadikan sumber berpikir untuk melakukan tindakan penyelesaian. Yang ujung-ujungnya materi dan yang bisa menyelamatkan ekonomi keluarga adalah perempuan. Dan segala yang menghambat keluarnya perempuan untuk bekerja harus dihentikan. Tidak melihat akar persoalan sebenarnya yang menyebabkan PHK, kemiskinan yang tersistem dan masalah ekonomi yang menjerat dan melanda umat muslim.

2. Perempuan hanya difokuskan kepada aktivitas publik, menyepelekan dan tidak menganggap penting fungsi domestik. Yang tidak dianggap penting justru dipersoalkan dan dianggap menyia-nyiakan waktu dan tenaga perempuan karena peran utamanya tidak dibayar seperti mengurusi suami, anak, mengelola rumah tangga dan sebagainya. Hingga dampak masalah sering terjadi yakni masalah hubungan suami istri, masalah anak dan orang tua, kualitas generasi, dan seringnya angka kriminalitas terjadi bersumber dari tidak utuh nya kondisi keluarga. Kedua orang tuanya bekerja hingga tidak fokus dalam mendidik anak.

3. Perempuan dipandang sebagai aset ekonomi yang mumpuni, dari segi ekonomi tentu menjadi aset bagi bangsa. Peran perempuan ditempatkan sebagai faktor produksi.

Sadar atau tidak, sesungguhnya ini adalah bentuk eksploitasi terhadap perempuan dalam bidang ekonomi. Berbarengan hal itu penguasa selaku pemangku kebijakan meloloskan agenda global yakni mewujudkan kesetaraan gender, kebijakan yang pro perempuan, peningkatan kemampuan perempuan dan penyediaan lapangan kerja yang support system nya ramah terhadap perempuan.

Semua upaya diatas adalah untuk memperdaya kaum perempuan. Maka disinilah pentingnya umat Islam memahami hakikat pemberdayaan perempuan yang akan membawa kepada kebaikan tidak saja bagi perempuan, melainkan bagi generasi, masyarakat bahkan negara. Tentu semua itu tidak terlepas dari konsep Islam yakni sesuai perintah Allah Ta'ala yang akan melahirkan ketenangan jiwa dan keberkahan dalam keluarga, serta kemajuan bangsa dan negara. 


Peran Perempuan Berdaya dalam Pandangan Islam

Dalam mukadimah kitab Dustur Nizham al-Ijtima'i dinyatakan bahwa hukum asal seorang perempuan dalam Islam adalah Ummu wa rabbatul bayt, sebagai ibu bagi anak-anaknya dan pengelola rumah bagi suaminya. Kemuliaan dan kehormatan yang wajib disematkan untuk dijaga. Islam menetapkan dua peran penting bagi seorang perempuan yakni sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.

Allah Ta'ala telah menitipkan kepada perempuan  berupa rahim untuk mengandung dan melahirkan seorang anak, maka pengasuhan kepada anak-anaknya adalah perkara wajib.

Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS At-Tahriim : 6)

Fungsi Ibu sebagai rabbatul bayt yaitu mengatur rumah tangga, Ibu sanggup menciptakan rumah agar nyaman dan kondusif bagi penghuninya untuk beribadah dengan optimal. Dari sentuhan lembut ibulah seluruh anggota keluarga mendapatkan aliran kasih sayang. Ibu juga sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anaknya. Jika awal dipersiapkan baik, maka sama halnya mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Peran ibu sebagai ummu ajyal atau ibu generasi, juga harus memiliki kepekaan serta peduli dengan anak-anak kaum muslim lainnya. Rasulullah Saw bersabda : "Barangsiapa bangun di pagi hari tidak memikirkan urusan kaum muslimin, maka dia bukan golonganku." (HR. Ath-Thabrani)

Dalam Islam, kewajiban mencari nafkah dan perlindungan terbebankan pada suami/qawam atau wali bukan pada perempuan dalam kapasitasnya sebagai anak, istri ataupun ibu. Hal itu dilakukan supaya ibu bisa optimal menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak. Jika sudah tidak ada lagi suami/qawam atau wali, urusan nafkah dan perlindungan terhadap perempuan beralih pada negara.

Bekerja bagi perempuan hukumnya mubah, selama sesuai bidang keilmuan yang ia kuasai, mendapat izin suami atau wali, menutup aurat dan menjaga interaksi dengan lawan jenis.

Yang perlu diperhatikan bahwa status bekerja bagi perempuan bukan karena tekanan ekonomi dan sosial, serta peran ganda pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarganya. Dengan tidak melupakan peran domestik utamanya yang didahulukan.

Jika kaum perempuan menyadari betapa mulianya tugas ibu dan mengetahui betapa besar balasan di sisi Allah bagi kaum perempuan yang menjalankan tugas tersebut, pastilah kaum perempuan tidak ada yang mau meninggalkannya. Rasulullah Saw bahkan menyatakan amalan kaum perempuan menyamai amalan-amalan besar yang dilakukan kaum laki-laki.

Semua peran yang dijalankan oleh perempuan bisa secara sempurna ketika Islam diterapkan oleh Daulah (negara). Sistem Islam memberikan andil sangat besar pada perempuan dengan terjaminnya semua kebutuhan perempuan oleh Khilafah dengan menyediakan berbagai fasilitas secara terjangkau (bahkan gratis), serta penerapan syariah secara kaffah telah menciptakan suasana kondusif bagi kiprah perempuan diberbagai sendi kehidupan.

Fakta yang tidak terbantahkan bahwa tanpa Khilafah, umat saat ini mengalami himpitan dan tekanan hidup, kesengsaraan serta berbagai kezaliman dari Penguasa yang sejiwa dengan kaum feminis dan agen-agen moderasi beragama untuk memperdaya serta merusak fitrah peran ibu dan kemuliaan perempuan. 

Pemberdayaan muslimah saat ini seharusnya diarahkan agar muslimah sebagai agen perubahan yang mendakwahkan Islam kaffah untuk mengubah kondisi umat dari keterpurukan. Memberikan support agar muslimah dapat menjalankan peran strategisnya sebagai ibu, pendidik utama dan sentral bagi anak-anaknya. Semua butuh bahdilan juhdi (tekad dan semangat yang tinggi disertai ikhtiar yang besar) untuk menyiapkan generasi khairu ummah, generasi terbaik yang berjuang demi Islam yang akan menghantarkan Islam kembali pada kejayaannya melalui penerapan Islam secara keseluruhan dalam Institusi Khilafah.

Saatnya kaum perempuan berkontribusi terhadap kemajuan bangsa ketika diberdayakan sesuai aturan Islam, beralih menjadi pemberdayaan sahih perspektif Islam dengan mencerdaskan semua perempuan hingga mampu berperan untuk menyempurnakan seluruh kewajibannya yang nantinya bisa dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.


Wallahu a'lam bi-shawab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama