Oleh: Fatimah Abdul (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Tanggal 09 Desember merupakan Hari Antikorupsi Sedunia atau Hakordia. KPK yang merupakan lembaga resmi pemerintah dalam memberantas tindak korupsi tak lupa juga memperingati Hakordia dengan mengambil tema "Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju”. Peringatan ini diisi dengan menyelenggarakan berbagai macam perlombaan. KPK mengajak segenap masyarakat untuk ikut serta bekerjasama dalam memberantas kasus korupsi di lingkungan terdekat.
Meskipun diketahui bahwa di Indonesia memiliki lembaga anti rasuah, bukan berarti Indonesia minim dari praktek korupsi. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, hampir setiap lembaga dalam pemerintahan terindikasi kasus tipu-tipu ini.
Deretan kasus korupsi menimpa para pejabat yang merupakan anggota dewan dari hampir semua partai yang ada. Sebut saja kasus fenomenal dari fraksi PDIP Harun Masiku, oknum diketahui melarikan diri dan hingga saat ini masih belum dapat diringkus. Kemudian kasus BLBI yang terjadi pada seperempat abad silam, kasus mega korupsi Asabri dengan kerugian negara sebesar Rp 23 triliun, atau kasus Jiwasraya dengan kerugian negara sekitar Rp 17 triliun. Belum lagi kasus-kasus korupsi yang terjadi di tingkat daerah, seperti yang menimpa mantan bupati Subang dan masih banyak lagi kasus-kasus korupsi yang lainnya. Sungguh miris bukan?
Dilansir dari CNN Indonesia bahwa INFID (Internasional Ngo Forum on Indonesia Development) mewartakan Skor Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan dari yang semula 3,3 menjadi 3,2.
"Pada Indeks HAM 2023, skor rata-rata untuk seluruh variabel adalah 3,2 yaitu turun 0,1 dari tahun sebelumnya yang berada pada skor 3,3" kata Setara dalam keterangan tertulis, Minggu 10 December 2023. (www.cnnindonesia.com, 10/12/23)
Setara juga mengungkapkan bahwa rezim saat ini memiliki kinerja paling buruk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas kebebasan berpendapat dan masalah agraria/pertanahan selama hampir 1 dekade. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa kasus korupsi seakan-akan tidak mau berhenti meski KPK ada untuk mengatasi masalah korupsi.
Sesungguhnya demokrasi adalah biang kerok dari semua permasalahan yang ada di negeri ini. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mana rakyat ikut andil dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya di DPR. Memiliki slogan "Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk Rakyat, kedaulatan ada di tangan rakyat". Namun, fakta berkata lain. Rakyat tidak berperan apa-apa selain kontribusi dalam hal suara. Selebihnya adalah para wakil yang berperan aktif dalam pemerintahan melalui partai politik yang menaungi mereka.
Partai politik ini pada masa pemilihan akan berlomba-lomba mencari dukungan dari kalangan pengusaha untuk mendanai kampanye. Selain itu mereka juga berusaha meraih simpati rakyat untuk memberikan suara kepada mereka. Bahkan tak sedikit yang menyuap masyarakat dengan uang ataupun bahan pangan. Maka, di sini pengusaha (yang mendanai modal kampanye) akan menuntut pada pejabat untuk memudahkan regulasi atas usaha mereka sebagai imbal balik. Dari sini para pengusaha atau yang biasa disebut dengan kapitalis/pemilik modal dapat mengendalikan ekonomi pasar, dibantu oleh regulasi dari pemerintah, maka lahirlah sistem pemerintahan oligarki.
Sementara itu penguasa yang menjabat tentu tidak mau rugi. Kesempatan atas jabatan pada akhirnya disalahgunakan untuk mencari kekayaan sebesar-besarnya melalui korupsi, gratifikasi, money laundry, dan sejenisnya.
Kasus korupsi adalah masalah yang ditimbulkan oleh sistem, dalam hal ini adalah sistem demokrasi kapitalisme. Masalah yang ditimbulkan oleh sistem, maka cara menyelesaikannya tidak bisa hanya melalui kinerja suatu lembaga (KPK) saja meskipun dalam pelaksanaannya dibantu oleh beberapa pihak termasuk institusi kepolisian. Penyelesaian masalah dari sistem harus diatasi melalui sistem pula, mengganti sistem rusak demokrasi dengan sistem yang shahih yaitu sistem Islam.
Dalam pemerintahan Islam aturan yang digunakan adalah hukum syariat dibawah institusi negara Khilafah. Undang-undang yang berlaku bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, itulah sebabnya hukum tersebut tidak pernah mengalami perubahan atau revisi. Kedaulatan mutlak ada pada hukum syariat/syara'. Manusia makhluk lemah tidak berhak membuat hukum, justru manusia adalah orang yang wajib melaksanakan hukum syara' tersebut.
Islam Memiliki Cara yang Spektakuler untuk Mengatasi Masalah Korupsi
Dalam Islam ada istilah pembinaan intensif pada setiap individu yang bertujuan mengedukasi umat supaya memiliki akidah yang kuat, bertakwa serta memiliki rasa takut yang besar kepada Allah SWT. Ketakwaan inilah yang akan menjaga setiap perbuatan umat Islam dari perbuatan haram dan maksiat karena Islam menghukumi setiap perbuatan adalah terikat dengan hukum syari'at.
Penerapan sistem pendidikan berbasis Islam yang mengajarkan standar benar dan salah, baik dan buruk berdasarkan syariat. Dengan demikian tidak ada perbedaan dalam memaknai dan menghukumi suatu perbuatan. Bila ada penyimpangan maka masyarakat sebagai kontrol sosial harus melakukan pengawasan dan tindakan amar makruf nahi mungkar.
Untuk mencegah korupsi dikalangan pejabat, terdapat lembaga dalam pemerintahan Islam yang akan melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap harta para pejabat negara. Lembaga tersebut bertugas sebagai BPK, Badan Pengawas Keuangan.
Menghitung kekayaan para pejabat negara sebelum dan sesudah menjabat. Apabila ditemukan perbedaan atau kelebihan harta "tidak wajar", maka harus ada pembuktian atas kelebihan harta tersebut. Bila tidak bisa membuktikan asal muasal hartanya maka harta itu dapat dikatakan sebagai harta hasil "korupsi".
Pelanggaran atas tindak kejahatan korupsi dalam Islam tidak dapat ditolerir. Hukuman atau sanksi atas kejahatan ini adalah takzir, hanya Khalifah yang memiliki hak menentukan jenis sanksi yang dijatuhkan. Namun yang pasti hukuman ini akan dapat memberikan efek jera. Selain itu sanksi dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai zawajir/mencegah yang memberikan efek jera serta jawabir sebagai penebus, yaitu penebus dosa diakhirat.
Demikianlah mekanisme dalam Islam untuk memberantas kasus-kasus korupsi, yaitu dengan menerapkan hukum Allah SWT, dzat yang maha mengetahui segala sesuatunya. Hanya hukum Allah sajalah yang wajib diterapkan untuk mengatur umat manusia.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Untuk Indonesia yang lebih maju, memberantas korupsi dikalangan para pejabat negara hanya bermodalkan hukum demokrasi yang berasal dari orang-orang terdahulu, Yakin mampu?[]