Penulis: Widya Hartanti, S. S
(Aktivis Muslimah Medan)
Saat ini Indonesia tengah menikmati bonus demografi, yaitu kondisi proporsi jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari usia non produktif. Dengan perbandingan proporsi penduduk usia produktif lebih dari 60% dibandingkan dengan usia non produktif. Badan Pusat Statistik memproyeksikan bahwa bonus demografi ini akan terus meningkat dan mencapai puncaknya di tahun 2045. Adapun yang dimaksud dengan usia produktif adalah penduduk dalam rentang usia 15 hingga 64 tahun.
Kondisi ini patut kita syukuri. Sebab, penduduk usia produktif tentunya memiliki potensi besar dalam membangun sebuah negara. Penduduk usia produktif termasuk dalam generasi yang sangat dibutuhkan negara untuk mengisi pembangunan dan melanjutkan estafet kepemimpinan. Mereka diharapkan menjadi kelompok usia yang berdaya guna dan daya juang yang tinggi.
Berdasarkan data historis yang ada dari beberapa negara lainnya, puncak dari era bonus demografi hanya terjadi satu kali dalam sejarah suatu bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya Indonesia memanfaatkan momentum bonus demografi ini dengan sebaik mungkin. Baik dalam meningkatkan kemajuan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, maupun pembangunan sumber daya manusianya.
Berkaca pada kondisi Indonesia dan generasinya pada hari ini, mampukah negeri kita memanfaatkan bonus demografi yang tengah Allah karuniakan? Bagaimanakah agar bonus demografi membawa keberkahan dan tak hanya terjadi selama satu kali?
Potret Buram Generasi Sekuler
Bukanlah satu hal yang baru jika kita mengatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadikan sekulerisme menjadi pijakan negara. Yaitu sebuah Aqidah yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Semua aturan yang dilahirkan dan diterapkan jauh dari motivasi ruhiyah. Hal ini sejalan pula dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa agama dan politik harus dipisah. (Sekrtariat Kabinet RI, 8 April 2017).
Dengan berasaskan sekulerisme maka secara pasti ideologi yang diterapkan adalah Kapitalisme. Sebuah ideologi yang menjadikan asas manfaat dan keuntungan secara materi menjadi dasar pengambilan keputusan. Dan menjadikan kepuasan dan kenikmatan materi menjadi standar kebahagiaan. Hal inilah yang menjadi acuan hidup. Menjadi standar dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, maupun bernegara.
Alhasil, semua aturan yang dilahirkan dibuat tanpa menyinggung agama. Semua berjalan sesuai dengan manfaat, hawa nafsu, serta keuntungan materi yang ingin direalisasikan. Dan tentu saja, hal ini turut memengaruhi bagaimana masyarakat -baik generasi tua dan muda- untuk bersikap. Sikap hedonisme, permisif, dan liberal mewarnai dan menjangkiti masyarakat.
Untuk mendapatkan kesenangan materi banyak dari generasi muda dan tua terjebak pada aktivitas yang diharamkan. Penggunaan narkoba, pergaulan bebas dan perzinahan, tindak kriminal, tawuran, aksi begal, terlibat pinjol menjadi santapan sehari-hari. Bahkan kasus bunuh diri pun marak dilakukan manakala merasa ‘gagal’ dalam meraih kebahagiaan di dunia.
Di propinsi Sumatera Utara saja, ada sekitar 1,5 juta warga yang terpapar narkotika dengan berbagai ragam usia. Hal inilah yang lantas menjadikan propinsi ini menjadi peringkat pertama peredaran dan pengguna narkoba di Indonesia. Adapun program rehabilitasi yang digaungkan dengan nol persen anggaran. Hal ini menjadikan pusat-pusat rehabilitasi berbayar dan hanya mampu diakses oleh orang-orang mampu saja. (Kompas.com, 12-09-2023).
Pergaulan bebas yang berujung pada perzinahan adalah ‘borok’ yang tak bisa ditutupi lagi. Ajuan dispensasi nikah yang meningkat menjadi bukti rusaknya tata pergaulan di sistem sekuler. Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi tertinggi se-Indonesia untuk kasus ini, yakni 15.337 atau 29,4 % kasus nasional. (KEMENKO PMK, 24-01-2023).
Ajuan dispensasi nikah yang dilakukan oleh calon pasutri yang berusia di bawah umur bahkan pelajar, bukan karena motivasi agama. Ajuan dispensasi nikah lebih dikarenakan kondisi calon pengantin yang telah hamil atau karena orang tua melihat pergaulan putra-putrinya. Hal ini sangat memilukan. Pernikahan yang sejatinya adalah pintu gerbang ibadah justru diawali dengan perbuatan dosa besar.
Tindak kejahatan lainnya turut pula mewarnai negeri ini. Bullying, pencurian, pembunuhan, perampokan, juga lainnya. Entah kepuasan seperti apa yang mereka rasakan hingga menjadikan beragam perbuatan buruk menjadi habbitnya. Meski terlahir generasi yang hebat secara intelektual namun gersang dari sisi Aqidah. Apa yang dipaparkan di atas hanyalah secuil inilah dampak kecil yang dihasilkan oleh penerapan sistem sekuler-kapitalis. Tak hanya Indonesia tapi juga di seluruh dunia.
Islam Melahirkan Generasi Emas
Generasi yang dilahirkan dalam sebuah negara yang berasaskan aqidah Islam berbanding terbalik dengan generasi yang dihasilkan dalam sistem sekuler. Selain melahirkan generasi yang hebat secara intelektual juga bersyakhsiyah Islam. Generasi yang akan menyesuaikan pola sikap dan pikirnya berdasarkan Islam. Yang menjadikan halal dan haram menjadi standar kebahagiannya. Prinsip inilah yang menjadikan generasi Islam menjadi generasi yang berkualitas. Yang hasil karyanya abadi tak lekang dimakan zaman tersebab ruhiyah yang menjadi motivasi dalam setiap karyanya.
Adalah Jabir Ibn Hayyan, Al-Jazari, Ibnu Sina, Abbas Ibn Firnas, Al- khawarizmi, Ibn al- Haytam, Al- Zahrawi, Salahuddin al- Ayyubi, dan Sultan Myhammad al -Fatih, adalah sederet generasi emas yang dihasilkan. Sisanya tercatat dalam torehan sejarah yang dengan mudah dapat diakses informasinya.
Bonus Demografi, Berkah dengan Islam
Era bonus demografi yang sedang berlangsung saat ini harus segera dimanfaatkan dan disikapi dengan baik. Para pemangku kebijakan wajib merumuskan Langkah-langkah konkrit dan strategis agar bonus demografi yang ada bisa membawa keberkahan. Bukan sebaliknya, menambah catatan generasi rusak yang merusak.
Pihak penguasa adalah pihak yang paling memiliki wewenang dalam menentukan arah kebijakan yang akan diberlakukan. Pembentukan karakter individu dan masyarakat ditentukan oleh berbagai kebijakan yang diambil oleh negara. Bila negara menjadikan sekuler menjadi dasar pengambilan kebijakan maka lahirnya generasi berkualitas yang Rabbani akan jauh panggang dari api.
Islam harus dijadikan landasan dalam setiap perbuatan dan setiap upaya perubahan. Potret buram generasi hari ini adalah buah dari penerapan sistem sekuler yang rusak. Islam adalah satu-satunya cara yang shahih untuk melahirkan, membentuk, dan merubah generasi yang ada menjadi lebih baik. Mendapatkan generasi berkualitas dan Rabbani tidak hanya berlangsung sekali dalam suatu bangsa, melainkan bisa didapatkan sepanjang masa.
Keberadaan Islam sebagai ideologi yang shahih menafikan kegagalan. Umat Islam telah membuktikannya selama lebih dari 1400 tahun Islam diterapkan. Allah Swt. yang menjadi jaminannya. Negara wajib membina Aqidah setiap warga negara dengan Aqidah Islam yang shahih. Sistem Pendidikan berikut kurikulumnya akan disusun untuk mendukung dan membentuk karakter muslim yang berkepribadian Islam.
Selain membina masyarakat dengan Aqidah Islam negara juga harus mensuasanakan kondisi masyarakat dengan suasana keimanan. Berbagai hal yang bisa merusak suasana tersebut harus disingkirkan. Tayangan-tayangan kekerasan, pornoaksi, pornografi, dan tidak bermutu lainnya wajib dihapus dan diganti dengan konten-konten dakwah yang penuh dengan kebaikan.
Pemberlakuan hukum Islam sebagai sanksi tegas terhadap tindak kejahatan akan menjadi pencegah terhadap merebaknya kejahatan lain di masyarakat. Alhasil, besarnya potensi penduduk usia produktif dapat dibentuk dan diarahkan menjadi generasi yang berkualitas, shaleh, dan membawa keberkahan. Ya, keberkahan itu hanya bisa kita raih dengan penerapan hukum Islam secara kaffah.
Allah berfirman di dalam surat Al A’raf ayat 96,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya : Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (QS Al-A'raf:96). Wallahu A’lam.[]