Oleh: Irma Hidayati, S.Pd
(Pegiat dakwah)
Kekeringan melanda berbagai wilayah di Indonesia. Sejak dua bulan lalu di Garut, tidak punya akses air bersih. Warga kesulitan makan, minum, mandi, dan cuci. Akibatnya muncul penyakit kulit dan pencernaan. Selain juga berdampak pada pertanian dan peternakan yang notabene aktivitas utama di Garut. Derita kekeringan juga dialami warga di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulsel. Gara-gara El Nino, puluhan embung yang menjadi sumber air bersih mengering hingga membuat krisis air bersih. (CNN Indonesia, 5/10/23).
Pemanasan global membuat iklim mengalami perubahan ekstrim. Musim kemarau berkepanjangan akan mengakibatkan krisis air dan bencana kekeringan. Tidak hanya di negeri ini, ancaman El Nino menyebabkan krisis air dan krisis pangan. Benarkah faktor cuaca penyebabnya? Atau ada faktor manusia sebagai penyebab krisis air dan pangan ini?
Bukti Kegagalan Tata Kelola Sistem Kapitalisme
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena El Nino melanda hingga awal 2024. "Prediksi hujan bulanan, Indonesia masih dipengaruhi El Nino. September, Oktober masih akan terjadi sampai Desember bahkan sampai awal 2024," kata Fachri Rajab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG di Jakarta, Senin (28/8). (CNN Indonesia, 30/8/2023).
El Nino telah menjadi salah satu penyebab dibalik kenaikan suhu global. El Nino merupakan fenomena peningkatan suhu lautan yang terjadi setiap dua hingga tujuh tahun di Pasifik tengah dan timur. Dampaknya, menyebabkan kenaikan suhu udara di seluruh dunia, berakibat pemanasan global.
Selain itu, kerakusan manusia yang bermodal besar yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, menjadi penyebab juga. Hutan merupakan paru-paru dunia banyak dideforesasi. Sumber mata air milik umum dikuasi swasta dan dikuras terus agar mendatangkan keuntungan pribadi. Tata kelola ini terjadi karena sistem sekuler kapitalis yang membebaskan manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka. Negara juga tersandera kebijakan WTO sebagai resiko menjadi anggota PBB.
Pemerintah diatur oleh mekanisme peraturan perdagangan internasional. Negara tidak mampu menjalankan kewajiban mensejahterakan warganya. Tapi penguasa malah melayani kepentingan swasta, asing dan oligarki.
Dampak Kekeringan Pemicu Lemahnya Ketahanan Pangan
Pada mulanya, setiap orang memiliki ketersediaan air sebanyak 1.169 meter kubik air per tahun. Akan tetapi, akibat kekeringan, setiap penduduk di Pulau Jawa akan mengalami penurunan ketersediaan air hingga 476 meter kubik per tahun pada 2040.
Di belahan bumi lainnya, seperti India, Afrika Timur, hingga Cina mengalami kekeringan. Ancaman kekeringan dan kelangkaan air bersih bagi umat manusia merupakan akibat dari perubahan iklim yang sudah menjadi ancaman dari tahun ke tahun.
Bahkan, sekitar 2,7 miliar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah pada 2025 jika iklim terus berubah. Pada 2050 pula diperkirakan dua pertiga penduduk bumi akan mengalami kekurangan air. (Bmh[dot]or.id, 02/09/2022)
Jika kemarau panjang terjadi, hampir sebagian wilayah Indonesia terjadi kekeringan hingga krisis air. Berdasar laporan Bappenas, ketersediaan air di sebagian wilayah Pulau Jawa dan Bali saat ini tergolong langka hingga kritis.
Sementara itu, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan sumber airnya diproyeksikan akan menjadi langka atau kritis pada 2045. Kelangkaan air bersih juga berlaku untuk air minum. Menurut RPJMN 2020—2024, hanya 6,87% rumah tangga yang memiliki akses air minum aman. (envihsa.fkm.ui[dot]ac.id, 30/09/2022)
Di antara penyebab kekeringan di Indonesia adalah kelangkaan hutan memicu terjadinya krisis air baku, terutama pulau-pulau yang tutupan hutannya rendah, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Semua itu akibat kebijakan kapitalis yang mengalihfungsikan lahan hutan menjadi proyek pembangunan infrastruktur dan investasi besar-besaran, seperti bisnis pertambangan, semisal batu bara, minyak, dan emas serta lumbung pangan.
Berkurangnya daerah resapan, juga sebagai pemicu. Pengalihan fungsi lahan terbuka hijau menjadi tempat hunian jelas memengaruhi kondisi cadangan air di tanah. Jika serapan air minim, cadangan air dalam tanah akan berkurang dan memicu kekeringan.
Adanya kebijakan liberalisasi SDA yang menjadikan swasta leluasa mengeksploitasi sumber daya air. Terbukti banyaknya perusahaan swasta yang menguasai bisnis air minum dalam kemasan.
Krisis air akan berdampak pada produktivitas pertanian. Jika hasil pertanian menurun karena petani gagal panen, akan menyebabkan terganggunya persediaan pangan, sanitasi buruk, kekurangan gizi, dan kelaparan akut. Jika hal ini terus terjadi, ancaman krisis pangan bukan lagi prediksi, melainkan fakta mengerikan bagi negeri ini.
Perspektif Islam
Air merupakan sumber kehidupan umat manusia. Walaupun ada UU 17/2019 yang mengatur sumber daya air, realitasnya masih banyak warga yang kesulitan mengakses dan memanfaatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Negeri ini butuh visi politik SDA yang berorientasi pada kemaslahatan seluruh umat. Karena memiliki wilayah perairan yang lebih luas ketimbang daratannya. Muris, jika negeri maritim ini malah mengalami krisis air berulang kali.
Visi politik SDA
Negara harus mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Adanya liberalisasi air sekarang ini akibat penerapan ideologi kapitalis. Sedangkan menurut Islam, status kepemilikan air adalah milik rakyat. Negara yang wajib mengelola untuk kemaslahatan rakyat, bukannya dimiliki oleh perusahaan swasta.
Selanjutnya, negara mengelola secara langsung dalam proses produksi dan distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air. Seperti peningkatan kualitas air dan menyalurkan kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik. Negara harus memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Kemudian, negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Demikianlah aturan Islam dalam mengelola SDA. Salah dalam mengelola SDA berakibat malapetaka bagi umat manusia. Di tangan para kapitalis serakah, lingkungan rusak hingga menyebabkan kekeringan ekstrem.
Untuk itu, jika menginginkan kehidupan yang berkah, tidak ada solusi selain menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Termasuk dalam mengatasi krisis air bersih dan darurat kekeringan. Saatnya kita meninggalkan aturan kapitalis dan beralih pada aturan Sang Pencipta dan Maha Mengatur.
Wallahu a'lam bishawab.[]