DARURAT BULLYING ANAK

 


 

Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)

 

Memprihatinkan. Kasus bullying semakin parah. Seperti yang terjadi di Cilacap, terlihat dari video yang viral seorang anak tampak dianiaya oleh seorang anak berseragam pramuka. Padahal si korban tidak melawan dan hanya merintih kesakitan (www.liputan6.com, Sabtu 30 September 2023) (1). Beberapa waktu lalu juga terjadi kasus perundungan (bullying) pada seorang anak SD yang ditusuk tusukan sate teman sekolahnya (www.okezone.com, Minggu 17 September 2023) (2). Ada juga kasus bunuh diri anak SD di sekolahnya yang diduga karena perundungan juga (www.republika.co.id, Rabu 27 September 2023) (3). Serta ada kasus pembacokan murid terhadap gurunya (www.tribunnews.com, Rabu 27 September 2023) (4). 

 

Bullying (perundungan) adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan, yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih kuat. Tujuan dari bullying ini untuk menyakiti orang lain dan dilakukan terus menerus. Perundungan anak hampir terjadi merata di semua wilayah Indonesia. Ini dampak dari minimnya pendidikan penguatan iman dan takwa, baik tataran formal maupun non formal. Karena alam sekuler kapitalisme saat ini memarjinalkan peran agama di tengah kehidupan. Ditambah pemakaian media sosial (medsos) tanpa kontrol, sehingga di sana mudah mendapatkan akses pada kekerasan yang bebas diakses anak, sehingga mereka menganggap kekerasan sebagai solusi unjuk jati diri.

 

Bullying butuh perhatian ekstra, baik dari orang tua maupun sekolah. Namun adanya regulasi yang membuat sekolah dalam posisi tidak mudah mengatasi bullying. Karena saat guru melakukan tindak mendidik siswa dengan memberikan pukulan yang tidak menyakitkan yang dulu lumrah terjadi. Tapi sekarang, jika ada guru memukul murid itu dianggap sebagai tindak kekerasan terhadap anak sehingga guru lebih baik diam. Orang tua pun kadang tidak rela anaknya diperlakukan sedikit keras. Ini membuat tidak ada yang ditakuti oleh anak. Ditambah lingkungan pertemanan yang penuh kekerasan, sehingga kekerasan menjadi satu-satunya bahasa yang dipahami anak saat ini untuk menyelesaikan masalah. 

 

Adanya proses identifikasi anak dengan lingkungan teman-temannya sehingga terbentuk peer grup (kelompok yang memiliki minat dan perasaan sama) agar tidak tersisih dari lingkungan teman-temannya, ini rentan. Jika komunitas pertemanan ini juga menganut bahasa kekerasan, anak pun akan mudah terpengaruh juga. Permainan anak kini dominan game penuh kekerasan pun berpengaruh. Beda dengan dulu, saat permainan anak adalah permainan komunitas seperti gobak sodor, bentengan, bola bekel, dan lain-lain; yang mengandung persahabatan. Kini lebih bergeser ke geng ke arah negatif seperti geng motor, geng sekolah, dan lain-lain.

 

Penyebab lain maraknya bullying adalah lumrahisasi kejahatan di dunia anak. Jika dulu anak bertengkar dengan temannya saat bermain, mudah didamaikan dan masalah langsung selesai. Kini sering diwarnai dengan kekerasan. Sehingga bukan kenakalan anak lagi, tapi kejahatan anak. Ini juga dampak dari penggunaan gawai tanpa kontrol. Apalagi saat Covid kemarin, pembelajaran pun online sehingga anak wajib menggunakan gawai, padahal disitu marak konten kekerasan.

 

Untuk mencegah terjadinya bullying pada anak, penting menanamkan keimanan kepada Allah, serta ketundukan kepada ajaran Islam sejak anak. Ini sampai Imam Hasan al-Basri mengatakan, pendidikan di masa kecil itu seperti memahat di atas bebatuan, akan menancap dan bertahan lama. Tapi ironisnya pendidikan agama yang sangat penting ini justru sering dicurigai sebagai sumber munculnya perilaku radikal. Sampai-sampai ada usaha mengawasi sekolah-sekolah Islam, masjid, Rohis, kampus. Akhirnya kegiatan keagamaan di sekitar anak menjadi sepi. Orang tua pun terpengaruh Islamophobia, sehingga mereka melarang anak-anaknya aktif di pengajian. Otomatis tertutuplah akses anak mendapatkan pendidikan penguatan iman dan agama. Maka umat harus kritis terhadap upaya menghadang anak untuk mendapatkan pendidikan berdasar akidah ini, terutama para orang tua dan pendidik.

 

Orang tua pun harus bisa menjadi teladan yang saleh bagi anak-anaknya. Diiringi dengan mewujudkan tatanan masyarakat yang kondusif, yang paralel dengan yang di dapat di keluarga dan sekolah; yaitu berfokus pada penguatan akidah anak.

 

Maka keluarga Islami pun harus terbentuk, sekolah Islami pun harus ada secara kuantitas dan kualitas yang memadai di tengah masyarakat, dan juga yang paling penting, negaranya juga harus Islami. Karena mewujudkan individu, keluarga, dan masyarakat Islami; perlu peran Khilafah sebagai satu-satunya institusi negara Islam yang akan menjamin penjagaan akidah umat, dengan menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh), yang akan bisa melindungi seluruh masyarakat baik muslim maupun non muslim dari dampak negatif bullying. Karena hanya Khilafah yang mampu melakukan edukasi masif tentang penguatan akidah, sehingga tindak kekerasan dan perundungan anak bisa dituntaskan. Wallahu’alam Bishshawab.[]

 

Catatan Kaki :

(1)      https://www.liputan6.com/health/read/5411194/kasus-bullying-siswa-smp-cilacap-korban-patah-tulang-di-bagian-rusuk

(2)      https://news.okezone.com/read/2023/09/17/519/2884495/jadi-korban-bully-mata-siswa-sd-dicolok-tusuk-sate-hingga-buta

(3)      https://republika.co.id/berita/s1mnd4366/bukan-jatuh-siswi-sd-meninggal-di-jaksel-diduga-bunuh-diri-dari-lantai-4-sekolah

(4)      https://m.tribunnews.com/amp/regional/2023/09/27/kronologi-siswa-bacok-guru-ma-di-demak-karena-tak-boleh-ikut-ujian-tengah-semester

 

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama