Oleh: Sri Ummu Sakha
Kebakaran lahan kembali terjadi, berpotensi membahayakan lahan dan perumahan warga, juga menimbulkan kabut asap sehingga sempat mengganggu mobilitas barang dan masyarakat, juga mengancam kesehatan rakyat.
Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalimantan Tengah (BPBPK Kalteng) mencatat terjadi penambahan kebakaran lahan atau Karhutla di Kalteng yang terjadi kebakaran lahan dibeberapa wilayah kabupaten dan Kota yang ada di Kalimantan Tengah terus bertambah atau semakin sporadis, karena sejak hampir sebulan ini tidak turun hujan.
Karhutla di Kalteng terutama dibeberapa wilayah kabupaten dan Kota yang ada di Kalimantan Tengah terus bertambah. Informasi bertambahnya Karhutla di Kalteng tersebut disampaikan Afrianto, Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBPK Kalteng, saat dihubungi, dilansir dari Tribunkalteng.com, “Hingga tanggal 15 Agustus 2023, untuk Barito Selatan sebanyak 386 hotspot, kejadian Karhutla sebanyak 232 dan luas karhutla 681,72," ucapnya.
Selain masalah pencemaran udara di Jakarta, masalah kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia juga mendapat sorotan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dari 22 perusahaan yang digugat, sebanyak 14 perusahaan diketahui telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht dengan total nilai putusan mencapai Rp5,60 triliun.
Dikutip dari kompas.tv, Secara lebih terperinci, 7 perusahaan sedang dalam proses eksekusi dengan nilai Rp3,05 triliun dan 7 perusahaan persiapan eksekusi dengan nilai mencapai Rp 2,55 triliun.
Hal ini imbas dari kebijakan adanya konsesi hutan untuk perusahaan, dan abainya perusahaan negara akan penjagaan hutan sebagai paru-paru dunia. Apalagi Penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera membuka peluang penyalahgunaan konsesi yang diberikan negara, Kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan nampaknya sudah menjadi rutinitas tahunan. Kebakaran hampir selalu terjadi di setiap musim panas, terutama saat musim panas ekstrem akibat pengaruh El Nino. Tentu saja faktor alam seperti musim panas yang berkepanjangan atau faktor manusia seperti adanya unsur kesengajaan ataupun kelalaian, atau kombinasi keduanya, bisa mempengaruhi. Penyebab kebakaran sepertinya sulit ditindak secara pasti sehingga acap kali timbul yang menjadi “kambing hitam” adalah rakyat jelata sebagai pembenaran para korporasi Namun demikian, tidak ada asap tanpa api.
Sejarah penggerogotan hutan tidak terlepas dari adanya pemberian izin HPH/IUPHHK- HA oleh pemerintah kepada sejumlah korporasi. Akibatnya, korporasi-korporasi itu menumbangkan pohon-pohon raksasa dan menyisakan nestapa bagi satwa. Aktivitas penebangan dan pembalakan hutan secara masif telah memicu deforestasi dan degradasi. Meski semestinya, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA atau dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) itu adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu. Namun pada praktiknya, benarkah kegiatan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan itu dilakukan oleh perusahaan? Nyatanya, banyak perusahaan hanya melakukan kegiatan penebangan, pengolahan, dan pemasaran demi keuntungan semata. Tak hanya itu, pasca pemberian IUPHHK, Pemerintah juga memberikan izin konsesi kepada beberapa perusahaan perkebunan sawit untuk beroperasi.
Dahulu, masyarakat yang tinggal di pesisir dan hidup berdekatan dengan gambut memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Alam mengajarkan kepada mereka, gambut bukanlah tempat yang cocok untuk bertani padi maupun berbudidaya tanaman lain. Dengan demikian, aktivitas masyarakat di lahan gambut terbatas pada mencari kayu dalam skala kecil untuk kebutuhan rumah tangga, dan berburu.
Ketika pemerintah memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan besar untuk mengubah hutan gambut diantaranya menjadi perkebunan kelapa sawit, di situlah gambut mulai diusik. Bukan itu saja, program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah juga menempatkan sejumlah besar transmigran di lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter untuk bermukim.
Sejak saat itulah lahan gambut dibuka, dipetak-petak, dibangun kanal-kanal sehingga menyebabkan gambut menjadi kering dan rentan terbakar. Kebakaran, akhirnya, menjadi langganan di setiap musim kemarau.
Menyaksikan lahan gambut berubah fungsi, tidak sedikit warga lokal mulai ikut memetak-metak lahan gambut untuk dikuasai, dan menjualnya kepada pemilik modal, baik pengusaha maupun pejabat sehingga menghasilkan lahan tidur yang tidak sedikit. Sejumlah proyek aspirasi DPRD, seperti pembuatan parit cacing, pembuatan kanal jumbo disinyalir juga ikut menambah daftar hitam penggerusan gambut
Bencana karhutla sangat sulit diselesaikan dalam sistem kapitalisme karena jutaan hektar hutan dan lahan yang seharusnya dikelola negara telah diberikan konsesinya pada swasta (kapitalis). Padahal itulah yang menjadi akar masalahnya.
Karena itu, untuk mengatasi kebakaran hutan yang terus berulang akan mampu diselesaikan secara tuntas dengan sistem Islam sebab dalam pandangan Islam hutan adalah salah satu harta milik umum, pemanfaatannya tidak boleh membahayakan kehidupan dan lingkungan. Islam memiliki aturan dalam pengelolaan harta milik umum oleh negara Secara hukum, sebagaimana sabda Rasulullah, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api". (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Sebagai aset kepemilikan umum, hutan haram diberikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini akar masalah karhutla bisa diatasi. Pengelolaan hutan harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam.
Dengan demikian akan lebih mudah mengatur kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan. Negara harus mendidik rakyat dan membangun kesadaran untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan dan manfaatnya bagi generasi penerus.
Jika masih terjadi karhutla tentu pemerintah wajib segera mengutamakan keselamatan dan keamanan rakyatnya. Pemerintahan dalam Islam lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya dengan manajemen serta kebijakan untuk menggunakan iptek mutakhir dan memberdayakan para ahli dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.
Demikian penerapan Syariah Islam secara menyeluruh yang diterapkan Negara akan menjamin keberlangsungan kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh makhluk hidup dan alam semesta, Islam menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan. Komitmen ini berpengaruh terhadap kebijakan negara sebagai pengatur urusan rakyat
Dengan itu, bencana akibat ulah manusia termasuk kabut asap bisa dicegah dan diatasi. Pada akhirnya masyarakat menjadi tenang tanpa merasa khawatir akibat bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
Wallahu 'alamu bishshawab.[]