Janji Manis Pemilu, Janji yang Selalu Palsu



Oleh: Ramsa


Menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden suhu perpolitikan makin panas. Partai berbasis masa Islam bisa berkoalisi dengan partai manapun demi memenangkan pemilu. Sebuah slogan dunia politik yang masyhur berbunyi "tak ada musuh abadi, yang ada adalah kepentingan abadi". Kiranya slogan atau dianggap doktrin ini memang selalu dipertontonkan oleh elit politik negeri ini.


Setelah beberapa bulan malang melintang gambar dan nama bakal calon yang menghiasi media sosial dan surat kabar nasional dan daerah, kini calon pemimpin mulai terang terlihat. Ditandai deklarasi pasangan calon pemimpin yang dimulai oleh Eks gubernur Jakarta. Pak Anies berlabuh hati pada Cak Imin, Deklarasi pun di gelar tanggal 2 September 2023 lalu di  hotel Majapahit kota Surabaya ( CNN Indonesia, 2 September 2023). Sudah resmi tercatat calon presiden dan wakil presiden yang siap tanding di laga pesta demokrasi 2024 kelak. 


Koalisi pendukung Pak Anies Baswedan dan Cak Imin berasal dari beberapa partai yakni partai Nasdem, PKS, dan PKB. Banyak yang menaruh harapan pasangan ini akan membawa angin segar bagi gerakan Islam di masyarakat. Paling tidak,  karena keduanya terlihat Islamis maka tidak akan dengan mudah membubarkan pengajian. Semoga saja keduanya pro pergerakan Islam.


Banyak harapan rakyat yang digantungkan jelang pemilu. Harapan adanya perubahan ke arah lebih baik tentu saja yang jadi muaranya. Harapan kesejahteraan, harapan agar penguasa  negeri ini lebih peka pada penderitaan rakyatnya. Banyak isu yang siap dijadikan bahan atau ide untuk janji manis menjelang kampanye atau diangkat jadi  jualan sebagai pemikat hati rakyat. Semoga bukan pepesan kosong.


Janji-Janji Saat Pemilu 


Sudah jadi rahasia umum saat menjelang kampanye atau saat kampanye pemilihan presiden atau wakil rakyat banyak janji yang diobral bakal calon presiden atau wakil rakyat. Janji nomor wahid yang diungkapkan yakni janji perubahan ke arah yang lebih baik. Janji menumpas korupsi, janji membuka lapangan kerja bagi pengangguran, dan seabrek janji lainnya.


Faktanya janji perubahan  ke arah yang lebih baik tak kunjung hadir. Sudah lebih dari sepuluh purnama pemilihan presiden, tapi tak nampak perubahan yang diimpikan. Kalau pun ada perubahan maka  perubahan itu ke arah yang lebih buruk, sebut saja korupsi makin banyak, pengangguran semakin meluas, PHK massal pun seperti tak terelakkan. Pemimpin yang dulu naik dan berjanji seolah tak merasa punya utang janji.


Masihkah Percaya Janji Pemilu?


 Jadi rakyat pun harus mulai cerdas, mulai berpikir kritis, mestinya tidak semua janji kampanye ditelan mentah-mentah. Mestinya tidak semua janji dipercaya begitu saja. Harus ada sikap dan upaya kroscek setiap janji itu. Apakah memang sudah sesuai atau sekedar janji gombal yang tak akan pernah ditepati. Padahal sejatinya seorang pemimpin itu hadir untuk melayani rakyat. Mememuhi kebutuhan umum rakyat yang dipimpinnya. Hati-hati dengan janji karena pasti ditanyakan Allah Swt.


Allah Swt mengingatkan dalam QS.Al-Baqarah ayat 40 berikut:


يٰبَنِىٓ إِسْرٰٓءِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِىَ الَّتِىٓ أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِىٓ أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيّٰىَ فَارْهَبُونِ


Artinya:

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).


Islam Menghilangkan Tradisi Obral Janji Pemimpin


Sungguh janji akan dimintai pertanggungjawaban. Bagi seorang pemimpin hendaklah tidak menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa  dijalankan. Tidak sembarang mengobral janji. Pemimpin dalam Islam menyiapkan visi misi yang sesuai syariat Islam, diambil dari apa yang jadi perintah dan larangan Allah Swt. Maka saat kampanye tidak butuh obral janji, hanya perlu meyakinkan rakyat bahwa calon pemimpin memang sesuai syariat, yakni seorang laki-laki, Muslim, baligh, merdeka, berakal sehat, adil dan mampu jadi pemimpin. 


Kemampuan seorang memimpin ini ditampakkan dalam bentuk kemampuan melayani bukan dilayani, kemampuan strategi dan segenap kemampuan teknis lainnya. Dan yang terpenting adalah ketaatan kepada Allah terlihat nyata dalam perbuatannya, sehingga bisa menjadikan dirinya pemimpin yang taat dan adil bagi rakyat. Tidak mudah tergoda untuk korupsi atau menyalahgunakan wewenangnya. Tidak akan tergoda menumpuk kekayaan sendiri sedang rakyatnya sengsara.


Sosok pemimpin tangguh seperti Khalifah Umar bin Khathab sudah memberikan bukti nyata akan kegigihannya dalam menerapkan hukum Allah Swt. Hingga tak rela membiarkan anak laki-lakinya makan daging sedang rakyat tidak bisa menikmati hal yang sama. Dia tidak rela makan enak dan tidur tenang sedang rakyat masih ada yang lapar, walau hanya satu orang. Setiap malam berpatroli mengecek secara detail apakah ada rakyat yang masih belum tercukupi kebutuhannya.


Pemimpin dalam Islam hadir memberi jalan keselamatan buat rakyat, melayani segala kebutuhan hidup rakyatnya orang perorang, baik orang miskin atau orang kaya semuanya sama. Berusaha mengerahkan segala kemampuannya untuk melayani rakyat. Tak boleh ada rakyat yang menderita sedang pemimpin bermewah-mewahan. 


Tak rindukah kita dengan pemimpin adil dan melayani setulus hati layaknya khalifah Umar bin Khathab? Semua akan bisa diwujudkan jika ada sistem Islam yang kaffah diterapkan di tengah masyarakat dalam naungan  negara pemersatu umat Islam sedunia yakni Khilafah rasyidah. 

Wallahua'lam bishshawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama