Ummu Magandi
Imam Syafii, beliau berpesan begini, "Jadikanlah akhirat di hatimu, dunia di tanganmu dan kematian di pelupuk matamu."
Maknanya akhirat di hati, meletakkan keyakinan akan kehidupan abadi di akhirat senantiasa ada di hati kita. Tidak cukup di pikiran dan perasaan saja. Lalu, jadikan dunia di tanganmu, artinya urusan dunia sebagai jembatan ke akhirat itu hendaklah berada di tangan. Maksudnya itulah yang saat ini dikerjakan. Sementara kematian yang setiap orang tidak akan pernah tahu kapan datangnya haruslah diletakkan di pelupuk mata. Artinya kematian itu diyakini begitu dekatnya dengan kita. Jangan sampai lalai karena tidak tahunya tanggal dan hari kematian. Jika dia serasa berada di pelupuk mata, artinya kita persis dalam posisi bersiap-siap. Karena begitu dekat. Bisa hanya sekejap mata saja datangnya. Kita tidak pernah tahu kapan Allah cukupkan nikmat hidup ini.
Jika akhirat sudah bersemayam di hati maka setiap tindak-tanduk yang dilakukan sebagai aplikasi kehidupan di dunia ini akan selalu dikaitkan dengan akhirat itu. Karena akhirat adalah hari pembalasan atas apa yang dilakukan di dunia, maka kita tidak ingin pembalasan itu berupa azab dikarenakan tindak-tanduk kita yang melawan ketaatan. Dapat dipastikan, jika semangat akhirat sudah tersimpan dengan baik di hati kita otomatis kehidupan dunia kita pun akan mengikuti menjadi baik.
Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 7,
وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمِيْثَاقَهُ الَّذِيْ وَاثَقَكُمْ بِهٖٓ ۙاِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
Artinya: "Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati.” Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati."
Namun sayangnya, meskipun sudah mengaku beriman. Kemudian bercita-cita menjadi bagian dari orang-orang yang bertakwa. Urusan sami'na watho'na ini terkadang sangat berat sekali. Bahkan urusan dakwah saja menjadi perkara yang diperselisihkan, bahasa jawanya "udur-uduran".
Katanya siap menjadi bagian para penerus risalah Nabi, tapi dakwah harus dinomor sekiankan. "Maaf, yang lain dulu ya Ust, saya masih sibuk." "Maaf, keluarga saya mau ngajak jalan dulu." Atau, "Kok saya terus yang ngisi, mbok ya yang lain?". "Kenapa jadwalnya barengan dengan karnaval, saya jadi panitianya karnaval?"
Ya Allah. Ya Robbi.
Tahu nggak sih, yang lain sudah bagian nyiapin tempat, bikin undangan plus menyebarkan, memastikan para undangan datang dengan nyaman, mereka yang lainnya nyiapin konsumsi, mengkonsep acara, dsb. Masya Allah, astaghfirullah, karena yang dibelakang layar mungkin tidak terlihat.
Katanya mau berfastabiqul khairat, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 148,
وَلِكُلٍّوِّجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيۡهَا ۚ فَاسۡتَبِقُوا الۡخَيۡرٰتِؕ اَيۡنَ مَا تَكُوۡنُوۡا يَاۡتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيۡعًا ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيۡرٌ
Artinya: Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Jika memang ada azzam kuat dalam diri kita, mari kita transfer energi positif dakwah ke sekitar kita. Keluarga, teman, masyarakat, sekolah, semuanya. Kitalah yang harus mewarnai, bukan kita yang terwarnai.[]