Ikhtiar Agar Istiqamah Hijrah

 



Oleh: Ismawati


HIJRAH, diksi yang tak asing di telinga. Ya, karena hari ini spirit hijrah menggema. Efeknya bermunculan berbagai komunitas hijrah. Ada artis hijrah, remaja hijrah, pengusaha hijrah, bikers hijrah, dan sebagainya.


Berbagai kajian keIslaman baik offline maupun online diminati dan ramai pengunjung. Pun berbagai komunitas tersebut tak malu lagi menampakkan simbol-simbol Islam seperti kerudung, cadar, gamis, celana cingkrang ataupun jenggot. Realitas yang menggembirakan. Artinya terciptanya atmosfer spirit beragama.


Tapi sayang sungguh disayang, tak bisa juga menutup mata adanya hijrah ‘temporer’. Di awal waktu, semangat hijrah begitu menggebu. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, banyak yang menjauh dari komunitas hijrah. Bahkan yang miris melepaskan diri dari simbol-simbol Islam. Misalnya, artis hot dan kontroversial hijrah menutup aurat dengan menggunakan jilbab dan cadar. Ketika cobaan atau ujian melanda, tak segan melepaskan jilbab cadarnya dan menampakkan kembali auratnya. Tanpa merasa malu dan bersalah.


Ini menunjukkan bahwa hijrah sekadar di permukaan (sebatas simbol-simbol Islam) atau mengikuti tren kekinian. Belum menyentuh pemahaman dari akar (akidah dan syariat) yang menjadikan hijrah penuh dengan kesadaran dan kemantapan.


Hakikat Hijrah


Hijrah diksi penuh makna. Memaknai hijrah mengacu pada teladan terbaik dalam hijrah, yaitu Rasulullah Saw dan para shahabat. Artinya perlu kiranya memaknai hijrah dari perspektif sirah kenabian dan wahyu.


Tercatat dalam sejarah, jahiliahnya kehidupan Arab sebelum diutusnya Rasulullah Saw. Datangnya wahyu pertama sebagai pemulaan hijrahnya kehidupan para shahabat dengan standar akidah Islam. Karena keimanan pada Allah, RasulNya, kehidupan akhirat menyentuh dan mengisi akal dan kalbu mereka. Arah dan tujuan hidup berubah haluan dari meraih materi, pujian atau kedudukan menuju ridha Allah dan RasulNya. Tak asal-asalan, spirit hijrah terbukti dengan banyaknya shahabat yang mengalami siksaan fisik bahkan harus meregang nyawa dalam fase dakwah Mekah.


Tak cukup hijrah dalam tataran akidah, tapi harus juga dalam tataran syari’at. Sehingga datang perintah Allah pada Rasulullah Saw dan para shahabat untuk hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dari sistem aturan kehidupan jahiliah menuju sistem aturan Islam kaffah. Artinya hijrah menuju akidah dan syari’at Islam yang termanifestasikan secara real dalam kehidupan.


Proses perjalanan hijrah ini pun disertai dengan bimbingan wahyu, sebagaimana firman Allah dan Rasul-Nya yang mulia.


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.


Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Baqarah ayat 218).


 فَٱسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ ۖ بَعْضُكُم مِّنۢ بَعْضٍ ۖ فَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَأُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأُوذُوا۟ فِى سَبِيلِى وَقَٰتَلُوا۟ وَقُتِلُوا۟ لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّـَٔاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلثَّوَابِ


Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik (QS. Ali ‘Imran ayat 195).


المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ


Muslim yang sejati adalah orang-orang Islam yang lain selamat dari gangguan lisannya dan gangguan tangannya. Dan muhajir (berhijrah) yang sejati adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. (HR. Bukhari)


Komitmen dalam Hijrah


Hijrah di jalan Allah tak lah mudah. Karena begitu agung ganjarannya yaitu rahmat dan syurgaNya. Banyak rintangan, godaan dan hambatan senantiasa melemahkan perjalanannya. Butuh benteng iman dalam mengawali dan menjaga spirit hijrah, walaupun sejuta masalah datang. Beberapa hal yang dapat dilakukan agar istiqamah dalam hijrah:


Pertama, luruskan niat. Penting menjaga niat berhijrah hanya karena Allah dan RasulNya. Niat inilah yang akan menentukan ganjaran di sisi Allah. Niat inilah yang akan menguatkan pundak memikul beban berat dalam perjalanan hijrah. Niat ini akan terpelihara pada diri dengan mengikatkan amal berstandar akidah dan syariat Islam. Selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Imunitaskan diri dari niat hijrah karena dunia atau laki-laki/wanita pujaan. Dunia hanya permainan dan sementara. Saat ajal menjemput sirnalah dunia, sedangkan akhirat kampung yang abadi. Rasulullah SAW bersabda:


إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ


Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju. (HR. Bukhari dan Muslim)


Kedua, thalabul ‘ilmi. Tak ada jalan untuk mengikatkan amal pada akidah dan syariat Islam kecuali dengan menuntut ilmu. Tanpa ada ilmu hijrah hanya bermodal semangat, ibarat ruh tanpa jasad, akan sia-sia.


Tak hanya berlimpah pahala, menuntut ilmu akan memelihara spirit hijrah dan menuntun diri istiqamah dalam beramal. Sehingga sudah menjadi kewajiban diri untuk selalu hadir dan menghidupkan majelis ilmu.


Ketiga, berkumpul dengan shahabat shalih/shalihah. Tak dipungkiri hijrah sendiri cenderung rapuh, butuh berpegangan tangan dengan shahabat. Untuk saling menguatkan di kala sulit, saling beramar ma’ruf dan saling menasihati dalam kemunkaran. Melangkah bersama shahabat hijrah, kebaikannya tak hanya terlingkupi dalam kehidupan dunia tapi juga akhirat. Karena shahabat hijrah akan dapat memberi syafaat menuju syurga. Rasulullah Saw bersabda:


مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة


Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap. (HR. Bukhari dan Muslim)’


Keempat, berdoa. Acapkali saat iman lemah, hawa nafsu menguasai, dapat memalingkan diri dari komitmen hijrah. Butuh senjata untuk melawannya berupa kekuatan doa. Hal inilah yang diajarkan Rasulullah SAW untuk membuka pintu langit, menyertai ikhtiar istiqamah dalam hijrah.


رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ


Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (QS. Ali ‘Imran ayat 8).


Wallahu a’lam bishshawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama