Saat Ini Umat Belum Merdeka

 


Oleh: Anah M. 


Negeri ini tepat 17 Agustus 2023 merayakan Hari Kemerdekaan ke-78. Umur yang menunjukkan bahwa bangsa ini semestinya sudah berada dalam kondisi makmur sejahtera, berkeadilan serta berdaulat tanpa tekanan dari pihak asing dan tidak bergantung pada mereka.


Karena itu agenda penting dalam menyambut Hari Kemerdekaan adalah merenungi perjalanan negeri ini, apakah kemerdekaan ini sudah mendatangkan berkah yang menyejahterakan rakyat atau sebaliknya. Bukan justru sibuk dengan agenda seremonial, lalu melupakan kondisi sesungguhnya.


Setelah 78 tahun merdeka dari penjajahan fisik, mirisnya Indonesia masih terjerat utang yang mencekik. Pada bulan April Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang Pemerintah adalah Rp 7.849,89 triliun. Sama artinya tiap warga Indonesia menanggung utang negara sebesar Rp 28 juta.


Apalagi menurut anggota Komisi XI DPR Misbakhun, utang Pemerintah sebenarnya lebih dari Rp 20.000 triliun. Menurut dia, angka itu merupakan akumulasi berbagai jenis utang. Jumlah itu adalah akumulasi utang sejak NKRI berdiri pada 1945 dengan semua periode presiden. 


Jika utang ini dikelola secara serampangan, ia bakal menjadi beban dan bom waktu yang akan meletus menjadi krisis dahsyat melebihi krisis moneter 97/98. Prihatinnya lagi, dengan utang sebanyak itu nikmat kemerdekaan dan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang.


Laporan Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menunjukkan: 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di Tanah Air; 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk.


Artinya, pembangunan selama masa kemerdekaan ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk di negeri ini. Ketidakadilan juga terjadi dalam kepemilikan lahan di Tanah Air.


Dengan ketimpangan seperti ini tidak aneh jika World Bank melaporkan bahwa 40 persen warga Indonesia terkategori miskin. Perhitungannya, garis kemiskinan ekstrem ditetapkan sebesar 2,15 dolar AS perkapita perhari. Ini setara dengan Rp 967.950 perkapita perbulan. 


Artinya, warga yang berpenghasilan di bawah itu patut disebut sebagai miskin. Sesuai hitungan World Bank, berarti ada 108 juta warga miskin Indonesia. Dampak kemiskinan itu banyak. Ada 1,9 juta lulusan SMA yang tidak bisa melanjutkan kuliah karena tingginya biaya pendidikan. Ada 17 juta warga Indonesia terpapar gizi buruk yang merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara. 


Ada 81 juta warga milenial tidak memiliki rumah. Ada 14 juta warga menempati hunian tidak layak huni. Jutaan rakyat Indonesia juga terbelit utang pinjol hingga puluhan triliun rupiah. Bahkan sudah terjadi kasus bunuh diri dan pembunuhan akibat riba pinjol.


Sementara itu sumber daya alam yang harusnya bisa menyejahterakan rakyat justru banyak dikuasai korporasi lokal, asing dan aseng. Contohnya smelter nikel di Tanah Air justru banyak dikuasai perusahaan asal Cina yang membeli murah bijih nikel dari perusahaan pribumi. 


Mereka juga mendapatkan tax holiday dari Pemerintah selama 30 tahun. Diperkirakan Indonesia tekor Rp 32 triliun dari investasi smelter nikel asal Cina. Itu belum termasuk kerugian atas rusaknya alam dan lingkungan di sekitar smelter nikel.


Mungkin ada orang yang menyatakan bahwa jika seorang Muslim terus-menerus mencari kekurangan dalam perjalanan kemerdekaan negara ini, maka itu adalah tanda kufur nikmat. Padahal Allah SWT telah memerintahkan setiap hamba mensyukuri nikmat-Nya dan melarang kufur nikmat. Allah SWT berfirman. "(Ingatlah) saat Tuhan kalian memaklumkan, “Sungguh jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) untuk kalian. Namun, jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), pasti azab-Ku sangat berat".(TQS Ibrahim: 7).


Kewajiban umat hari ini adalah merenungi apakah betul mereka telah mensyukuri nikmat kemerdekaan dalam bentuk ketaatan di jalan Allah, dengan menerapkan hukum-hukum-Nya untuk menata negara dan masyarakat.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama